Pertimbangan yang Pertama adalah Valentine bukan tradisi Islam. Yang kedua, di dalam kegiatan Valentine banyak hal yang bisa mengarah pada perbuatan tidak baik.
“Jadi misalnya ada pratek pergaulan bebas dan sebagainya, berarti kita mendorong ke sana,” ucap Ainul Yaqin.
Lalu yang ketiga MUI harus berperan ikut menutup segala hal yang berpotensi pada keburukan tersebut termasuk pada perayaan valentine.
“Keempat tidak boleh ikut menyiarkan sesuatu yang menimbulkan keburukan tadi,” lanjutnya.
Sedangkan, dilansir dari laman NU Online, baiknya bagi umat Islam harus berhati-hati karena bisa saja terjatuh dalam kekufuran apabila dia salah meletakkan maksud hatinya.
Karena dalam Bughyatul Musytarsyidin dengan jelas diterangkan bahwa:
1) Apabila seorang muslim yang mempergunakan perhiasan/asesoris seperti yang digunakan kaum kafir dan terbersit dihatinya kekaguman pada agama mereka dan timbul rasa ingin meniru (gaya) mereka, maka muslim tersebut bisa dianggap kufur. Apalagi jikalau muslim itu sengaja menemani mereka ke tempat peribadatannya.
2) Apabila dalam hati muslim itu ada keinginan untuk meniru model perayaan mereka, tanpa disertai kekaguman atas agama mereka, hal itu terbilang sebagai dosa.
3) Dan apabila muslim itu meniru gaya mereka tanpa ada maksud apa-apa maka hukumnya makruh.
Namun, melihat fenomena hari valentine sekarang ini yang menjurus kepada kemaksiatan, mengganggu ketertiban umum, dan me-mubadzirkan harta dapat dihukumi haram. (*)
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR