Bukan apa-apa, di balik kemudahan dan kepraktisannya, terselip risiko-risiko yang tidak kecil.
“Pinjaman online itu bunganya sangat tinggi, jadi boleh dibilang seperti rentenir zaman dulu. Ini sama namun dengan cara yang lebih modern. Dendanya juga per hari. Ditambah cara menagihnya juga kejam serta ada penagihan versi baru, yaitu mempermalukan orang yang meminjam lewat media sosial dan menghubungi semua kontak yang ada di smartphone kita,” ujar Tejasari, CFP., konsultan finansial pada NOVA.
Yap, menurut Tedja, melakukan pinjaman online risikonya bukan hanya mengancam keuangan kita, tapi juga bisa merambat pada terganggunya kesehatan mental.
Jika tidak siap dan yakin punya perencanaan peminjaman dan pembayaran yang tepat, jangan coba-coba ambil jalan dengan pinjaman online.
Namun, jika sudah terlanjur terjebak dan terlilit utang pinjol, maka yang bisa kita lakukan adalah mencari pinjaman lain secepatnya.
Tapi, bukan dan jangan pinjaman online lagi! Itu namanya cari mati.
Menurut Tedja, kita bisa mengambil cara lain untuk melunasi utang pinjaman online dengan menjual aset yang kita miliki.
Mulai dari emas, kendaraan, atau mungkin aset properti lain.
Kita pun bisa mencari penghasilan tambahan atau menjual barang antik atau koleksi yang kita miliki.
Ya, miris bukan konsekuensinya?
Maka itu, sebelum kejadian dan sebagai langkah antisipasi agar tak terlilit utang pinjol, Sahabat NOVA perlu juga memerhatikan perusahaan penyedia pinjaman online dengan teliti.
Paling tidak, Tedja menyarankan untuk melihat apakah fintech tempat meminjam telah mengantongi izin dari OJK, serta mengecek semua kondisi yang akan mengikat kita.
Mulai dari nominal bunga dan denda yang akan dibebankan nantinya.
Alangkah lebih bijak dan baiknya untuk mengambil nilai bunga dan denda yang paling kecil dan sesuai dengan kondisi keuangan kita.
Jangan sampai ambyar saat mau bayar. Jadi, masih berani pakai pinjaman online? (*)
Penulis | : | Maria Ermilinda Hayon |
Editor | : | Maria Ermilinda Hayon |
KOMENTAR