NOVA.id - Pemerintah berkomitmen untuk menekan emisi gas karbon melalui penerapan konsep pembangunan infrastruktur yang ramah lingkungan, dimulai dari penggunaan material berkelanjutan.
Hal itu disampaikan Staf Khusus Menteri PUPR Bidang Sumber Daya Air Firdaus Ali dalam diskusi yang diadakan PT Cemindo Gemilang Tbk di Jakarta, Rabu (1/11/2023).
Menurut Firdaus, siapapun yang akan membangun infrastruktur, kami dorong membangun dengan menggunakan material yang ramah lingkungan dengan jejak karbon serendah mungkin.
Diungkapkan, Indonesia berupaya untuk mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen dengan kemampuan sendiri dan 43,20 persen dengan dukungan internasional hingga 2030, berdasarkan dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) Indonesia juga menargetkan net zero emission atau emisi nol bersih pada 2060.
Firdaus menekankan bahwa sektor konstruksi memainkan peranan penting untuk mewujudkan target tersebut.
Apalagi selama ini, sektor tersebut menjadi salah satu penyumbang emisi gas karbon yang signifikan.
"Dalam rangka mencapai ENDC 2030 maupun zero emisi 2060, kita tidak punya waktu lagi. Kalau kita lalai, kita akan menuai bencana ekologi ke depan yang akan semakin kompleks," ujar Firdaus.
Peraturan Menteri PUPR Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Konstruksi Berkelanjutan telah mengamanatkan agar konsultan dan kontraktor harus menerapkan prinsip-prinsip berkelanjutan.
Penggunaan bahan atau material ramah lingkungan, termasuk semen non-ordinary portland cement (non-OPC), turut didorong Kementerian PUPR yang diperkuat melalui penerbitan Instruksi Menteri PUPR Nomor 4 Tahun 2020 untuk mencapai konstruksi yang berkelanjutan.
Firdaus mencontohkan proyek pembangunan infrastruktur Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang menerapkan prinsip berkelanjutan.
Dia memastikan, secara jangka panjang, pembangunan IKN memprioritaskan penggunaan material ramah lingkungan dalam rasio yang besar.
"Kami minta kontraktor untuk menggunakan material ramah lingkungan, termasuk sudah pasti penggunaan semen non-OPC itu tidak tawar-menawar.
Baca Juga: Wajib Tahu! Nomor-nomor Call Center Penting saat Mudik Lebaran 2023
Kecuali (semen non-OPC) tidak tersedia atau menunggu lama sampai tiba di lokasi dan akan menunda (pembangunan IKN), mungkin masih bisa menolerir (penggunaan semen OPC)," kata Firdaus.
Belum tersedianya petunjuk teknis (juknis) menjadi salah satu kendala untuk memastikan penggunaan material berkelanjutan di dalam proyek-proyek konstruksi.
Petunjuk teknis tersebut diharapkan segera terbit sehingga seluruh pihak lebih mudah untuk menerapkan prinsip konstruksi ramah lingkungan.
Sementara PT Cemindo Gemilang Tbk, produsen Semen Merah Putih, berkomitmen untuk mengurangi jejak karbon industri konstruksi melalui strategi-strategi berkelanjutan di sepanjang proses produksi semen.
"Ada empat inisiatif utama yang bisa kita lakukan. Pertama, efisiensi energi. Kedua, alternatif barang baku atau bahan bakar. Ketiga, teknologi yang inovatif. Dan keempat, menurunkan rasio klinker terhadap semen," kata Head of Technical Marketing PT Cemindo Gemilang Tbk Syarif Hidayat .
Dalam produksi satu ton semen, emisi karbon yang dihasilkan mencapai total 925 kg per ton. Emisi karbon ini bisa ditekan dengan menurunkan rasio klinker mengingat bahan utama tersebut berkontribusi 92 persen terhadap total produksi semen.
"Jadi, hampir satu banding satu. Itu (klinker) yang jadi kontributor utama emisi di industri semen," ujar Syarif.
Dia mengatakan, penurunan rasio klinker tersebut nantinya dapat diimbangi dengan penambahan material-material substitusi.
Dengan demikian, upaya tersebut dapat berefek secara langsung terhadap penurunan emisi karbon.
Menurut Syarif, perusahaan telah menurunkan rasio klinker dari tahun ke tahun total 14,8 persen di pabrik Semen Merah Putih secara nasional.
Berdasarkan data perusahaan, pengurangan rasio klinker dapat menurunkan emisi karbon sebesar 112 kg per ton produksi semen.
Penulis | : | Tiur Kartikawati Renata Sari |
Editor | : | Tiur Kartikawati Renata Sari |
KOMENTAR