Hiperpigmentasi pasca inflamasi (post-inflammatory hyperpigmentation, PIH) adalah area kulit yang memiliki warna yang lebih gelap dari area sekitarnya karena terjadinya peradangan atau cedera kulit.
Jenis flek hiperpigmentasi pasca inflamasi ternyata adalah jenis flek yang bisa hilang jika sudah dilakukan perawatan.
"Karena penyebabnya inflamasi. Inflamasi hilang, tinggal ngilangin pigmentasi. Pemicunya distop," pungkasnya.
Baca Juga: 4 Cara Menggunakan Air Cucian Beras untuk Hilangkan Flek Hitam dan Memutihkan Wajah
3. Flek hitam yang disebabkan karena jerawat
Jenis flek ini ternyata bisa dihilangkan namun juga bisa kembali ketika jerawat muncul lagi.
"Kalau misalnya flek hitam gara-gara bekas jerawat ya dia hilang, bisa hilang. (Tapi) kalau jerawatnya balik lagi, ada flek lagi," jelas dr. Arini.
4. Flek hitam yang timbul karena faktor genetik, seperti frekel atau freckles
Ternyata, beberapa jenis flek yang kalau sudah muncul dia bisa hilang. Hanya saja flek hitam ini bisa kembali lagi dan tidak bisa dicegah.
"Dengan pengobatan, misalnya (flek hitam) pudar ini. Tapi saat kena matahari bisa balik lagi. Akan tetap terus begitu," tambahnya.
Situasi ini kata dr Arini bisa serupa dengan penyakit diabetes.
"Misalnya orang sakit diabetes, tetap diabetes, obatnya untuk menurunkan gula darah kan. Pengobatan untuk flek kadang-kadang menghilangkan pigmen, tapi tidak menyembuhkan penyakit," jelas dr Arini.
Dr. Arini Astasari Widodo, SM, SpDVE, juga mengatakan bahwa 'mempunyai kulit yang lebih cerah' adalah dambaan perempuan Indonesia pada umumnya, namun di sisi lain, masih banyak perempuan Indonesia yang belum rutin menggunakan sunscreen.
"Ada banyak kesalahpahaman tentang bahan brightening dan ekspektasi terhadapnya, yang bisa menggiurkan konsumen untuk mencoba-coba meskipun tidak ada bukti sains-nya.
Tentu saja ini menjadi perhatian bagi saya sebagai seorang dermatolog.
Selain itu, mayoritas orang Indonesia masih belum rutin menggunakan tabir surya meskipun tahu betapa pentingnya produk tersebut untuk melindungi kulit mereka, apalagi bagi kita yang tinggal di iklim tropis,” jelas dr. Arini. (*)
Penulis | : | Tiur Kartikawati Renata Sari |
Editor | : | Tiur Kartikawati Renata Sari |
KOMENTAR