Rima - Somewhere
Ibu Rima yth,
Anda bukan satu-satunya perempuan yang menderita pasca perselingkuhan. Kepada tiap istri yang datang pada saya dan akhirnya bisa terselamatkan perkawinannya, saya selalu mengatakan bahwa masa terberat adalah pasca perselingkuhan. Yaitu tahapan rekonsiliasi atau persatuan kembali suami-istri setelah terjadninya pengkhianatan suami.
Kalau saat kita mendapati suami berkhianat, emosi didominasi oleh rasa sedih, marah, dan tidak berharga. Ini akan diikuti oleh "heroisme" yang menggelora untuk memenangkan suami agar kembali kepada kita, bukan?
Dukungan pun datang dari keluarga besar suami maupun orangtua kita. Demi utuhnya perkawinan, demi anak-anak yang berhak punya ayah-ibu yang bersatu dalam ikatan perkawinan. Istilah zaman sekarang, capek deh.
Lalu, ketika suasana seakan normal kembali, suami sudah kembali duduk manis di rumah, mencoba baik terhadap istri dan anak-anaknya, mulailah istri punya waktu untuk merekonstruksi, mereka-reka ulang kembali kejadian demi kejadian di saat perselingkuhan terjadi. Dulu, kita merasa sedih dan dicampakkan saat mengingat kebohongannya. Sekarang, emosi itu berubah menjadi marah, acapkali malah jijik dan emosi negatif lainnya. Sampai kapan Anda izinkan diri sendiri mengharu biru? Yang bisa menjawabnya hanyalah Ibu Rima sendiri.
Saat memutuskan untuk menerimanya kembali, konsekuensi yang menyertai, bagaimana dan kapan Anda akan memaafkan dan melupakan, sepenuhnya ada di tangan Anda sendiri.
Mohon Anda menjadikan kembalinya rasa percaya diri serta harga diri Anda yang positif sebagai tujuan utama. Mengapa? Melalui kedua hal ini akan datang kekuatan untuk mengubah rasa sakit di hati menjadi sebuah kearifan. Menerima perselingkuhan dan perkawinan sirinya sebagai kenyataan yang sudah berlalu.
Pertama, Anda harus memiliki pandangan yang jelas tentang apa yang Anda inginkan dalam hidup ini dan siapa diri Anda. Bukan pula seperti apa seharusnya diri Anda dan bukan juga bagaimana Anda harus menjadi diri Anda, seperti yang diinginkan dan diharapkan oleh lingkungan Anda!
Keberanian menatap diri dengan jujur, akan membuat Anda tidak sibuk dengan pencitraan atau tampilan Anda di lingkungan maupun di hadapan suami. Jangan cari penerimaan lingkungan yang seakan menobatkan Anda sebagai istri hebat padahal terus merintih di dasar hati.
Jangan pula jadikan kebutuhan untuk disukai lingkungan, saudara, mertua, dan ipar sebagai sarana untuk "membunuh" gairah hidup dengan penuh kebanggaan diri. Passion terhadap hidup hanya bisa muncul kalau kita bisa menghargai diri sendiri terlebih dahulu.
Jujurlah dalam melakukan pemahaman yang baru tentang diri Anda. Betulkah Anda mantap meneruskan perkawinan ini? Bila mantap menjawab iya, Anda harus tahu bahwa cinta adalah segala sesuatu yang erat dengan rasa hormat, menghargai pasangan, komitmen untuk tetap mengikatkan diri dalam ikatan perkawinan, kejujuran, serta kepercayaan.
KOMENTAR