TabloidNova.com - Dua per tiga atau sekitar 50 - 75 persen wanita mengalami Baby Blues Syndrome. Hal ini ditandainya dengan munculnya perasaan gundah gulana atau sedih yang dialami para ibu usai melahirkan. Terjadi pada 14 hari setelah ia melahirkan dan cenderung memburuk pada hari ke 3 atau 4.
"BBS biasanya terjadi karena usai melahirkan kondisi Si Ibu mengalami kelelahan dan dirinya bergejolak karena pengaruh hormon. Hal itu juga berpengaruh ke emosi hingga perilakunya yang menjadi tidak sabar," tutur Sherly Hidayat Putra, M.Psi, Psikolog Klinis dari Ukrida.
BBS bisa diatasi dengan dukungan suami selama proses kehamilan, melahirkan, dan menyusui. "Ketika ingin bercerita atau menangis, calon ibu juga perlu menangis, tak perlu ditahan-tahan. Saat istri mengeluh, sebaiknya suami jangan malah dimarahi, karena itu artinya istri butuh ditemani dan didampingi. Beri pelukan, misalnya, tentu akan menenangkan. Jangan lupa pula berbagi tugas untuk meringankan bebannya," urai Sherly.
Dengan memberi kekuatan, maka istri akan lebih mudah menghadapi proses kehamilannya dan tak lagi merasa sendirian.
Selain itu, dukungan keluarga pun membantu mengatasi Baby Blues Syndrome. "Tak perlu terlalu banyak memberi saran, cukup dengan memberikan dukungan. Jika semua bisa dilewati, pasangan akan menjalani segalanya dengan mudah."
Berbagi Pengalaman
Selain itu, perlu juga untuk menyiapkan kematangan fisik dan mental sebelum melahirkan. Sehingga, mental lebih terasah tatkala buah hati terlahir ke dunia. "Lengkapi pengetahuan seputar perawatan dan kesehatan bayi agar siap menghadapinya. Jangan lupa beristirahat selagi ada kesempatan. Mintalah bantuan suami atau keluarga lain."
Jika perlu, berbagi pengalaman dengan ibu-ibu yang juga tengah mengandung. Tentu dengan orang yang dirasa nyaman untuk bertukar pikiran. Pasalnya, berbagi pengalaman dengan orang yang tepat dan supportive, dipercaya dapat mengurangi beban ibu usai melahirkan.
"Perhatikan pola makan, jaga kebutuhan nutrisi dan vitamin agar sehat serta kualitas ASI terpenuhi," pungkasnya.
Noverita K. Waldan
KOMENTAR