Pernah, saking takutnya naik kendaraan, saya hanya bisa menangis, kaki rasanya lemas dan dingin, dan jantung berdebar tidak karuan. Bahkan saya sempat tak bisa merasakan lapar, haus, marah, ataupun bahagía.Yang saya rasakan hanya takut dan itu berlangsung hingga beberpa bulan lamanya. Akibatnya, berat badan saya turun drastis. Pokoknya, saya tersiksa sekali, Bu.
Saat itu suami sudah bekerja lagi, tapi di luar kota, sehingga saya seperti kehilangan pegangan. Alhamdulillah, Bu, teman-teman saya banyak mendukung, sementara keluarga saya tidak tahu apa yang saya alami selama ini. Pelan-pelan saya lawan rasa takut dengan banyak sharing kepada para sahabat dan mendekat kepada Tuhan. Hingga sekarang, terkadang saya masih merasakan ketakutan itu, tapi tak sehebat dulu. Saya juga sempat berkunjung ke psikiater, meski akhirnya saya kecewa sendiri. Sebab, saya malah diberi obat penenang dosis tinggi, padahal bukan itu yang saya inginkan.
Sekarang, saya begitu ingin meminta mutasi ke sekolah tempat saya mengajar sebagai guru honorer dulu, Bu. Dua kali saya mengajukan permohonan mutasi ke kepala sekolah, tapi tidak diijinkan. Berkali-kali saya keluhkan kondisi saya tapi tak ada tanggapan dari pihak sekolah. Saya merasa tak sanggup lagi bertahan di tempat kerja sekarang dan selalu mencari-cari alasan agar saya bolos mengajar. Apalagi sejak suami bekerja di luar kota, saya harus mengurus segalanya sendiri, ditambah lagi anak-anak juga sering sakit. Sempat juga terpikir untuk berhenti menjadi PNS, bila permohonan pindah saya tetap ditolak.
Kenapa ya, Bu, saya bisa sangat berubah seperti ini? Dari seorang yang tangguh dan fight, menjadi rapuh dan penakut. Apa mungkin ada kaitannya dengan baby blues yang saya alami atau karena saya merasa, semua yang saya impikan sudah teraih semua, sehingga membuat saya jenuh?
Dwie - Somewhere.
Bu Dwie Sayang,
Jika dicermati, kondisi aktual dari pekerjaan maupun tata laksana kehidupan Anda secara keseluruhan sebenarnya tak banyak perubahan, bukan? Yang berubah adalah peran yang sempat harus Anda jalani akibat diPHK-nya suami. Saat itu, Andalah satu-satunya pencari nafkah untuk keluarga dan tidak lagi bekerja dengan dalih, yang Anda yakini, Anda bukan penanggung jawab keluarga. Sehingga, bekerja bisa saja Anda hayati sebagai sarana aktualisasi diri, membantu ekonomi keluarga, bahkan juga bisa sebagai pengisi waktu.
KOMENTAR