Saat kerja kantoran, Anda sudah punya posisi bagus. Kenapa berkecimpung di dunia usaha?
Saya memang sudah sekitar 7 tahun kerja jadi arsitek di berbagai perusahaan. Pernah kerja di Bali, Malaysia, dan terakhir di Jakarta. Saya sebenarnya sudah jadi salah satu kepercayaan pimpinan dan terlibat dalam berbagai proyek. Namun, setelah punya anak, Abyra Ayesha Natalie (4), saya dihadapkan pada pilihan mengejar karier atau keluarga. Saya pilih keluarga.
Karena sudah terbiasa bekerja, saya ingin menyiapkan sesuatu ketika berhenti kerja. Saya ingin punya aktivitas di rumah dan menghasilkan. Nah, semasa bekerja, saya sudah sudah mempersiapkan diri. Kala itu, ada seorang teman yang berbisnis aksesori secara online. Wah, asyik juga. Bisnis ini, kan, tidak terlalu banyak butuh modal. Hanya berbekal foto bagus dan deskripsi produk yang jelas, langsung bisa dipasarkan. April 2008, saya sudah mulai usaha.
Apa pilihan bisnis Anda?
Saya pikir tentu membuat sesuatu yang unik. Kebetulan ibu saya Soesetyorini Handayani, kan, tukang jahit. Saya memulai dengan desain baju batik. Waktu itu, batik mulai booming. Saya pilih fashion yang etnik. Dari kebaya sampai baju batik. Saya pernah padukan kebaya dengan bros besar. Bahkan, saya sampai ke Yogya untuk menemui perajinnya. Dari situ saya melihat, banyak sisa kain batik yang tidak terpakai. Sayang mau dibuang.
Lantas mau diapakan?
Setelah saya foto, saya memajangnya di toko online http://debbiedian.multiply.com. Hanya dalam waktu beberapa hari, ternyata tas saya itu sudah diminati pembeli. Banyak yang beli untuk kepentingan seserahan dan pesta.
Dari sisi usaha, bisnis baju batik dan tas, lebih laku mana?
Sebenarnya, sih, sampai sekarang dua-duanya jalan. Tapi, sekarang tas menjadi produk usaha yang utama. Mungkin karena yang menekuni usaha busana batik lebih banyak, sedangkan pemain tas batik masih jarang.
Selain itu, yang namanya ibu-ibu seperti saya, pada umumnya, kan, ingin tampil beda saat hadir di pesta. Dalam kesempatan pesta, ibu-ibu selalu membawa tas. Kebanyakan mereka malas membawa tas yang pasaran. Dari situlah, saya memilih tas pesta untuk usaha. Ternyata, banyak yang tergugah. Bahkan, pernah ada yang sampai waiting list.
Menurut saya, tas pesta batik memang unik. Saat datang ke pesta, ibu-ibu bisa memadukan tas ini dengan mengenakan busana polos. Tapi, bisa juga warna tas ditabrakin dengan busananya asal masih nyambung.
Berapa hari sejak di-online-kan, tas Anda diminati pelanggan?
Cuma seminggu. Saya tak sangka respons pembeli begitu cepat. Bahkan, belakangan banyak pembeli yang ingin dibuatkan tas secara personal. "Mbak, saya ingin tas yang batiknya seperti ini dan bebatuannya yang jenis ini," kata pembeli. Saya pun turuti keinginan mereka. Akhirnya, saya lebih melayani per person. Uniknya, ada juga yang pesan dengan membawa kain batik sendiri. Tentu saja harganya jadi beda, ya. Ada hitung-hitungannya sendiri.
Seiring waktu, sebenarnya ada yang ingin pesan dalam jumlah banyak. Sebulan minta ratusan, lalu dimasukkan dalam sebuah department store. Permintaan ini tidak saya sanggupi. Saya memang tidak mau membuat produk massal karena khawatir kualitasnya enggak terjaga.
Dari dunia arsitek ke kerajinan, apakah Anda perlu kursus?
Tidak. Saya betul-betul learning by doing, tapi pada dasarnya saya memang senang pekerjaan tangan. Awalnya saya benar-benar trial and error. Awalnya saya buat sendiri. Sekarang saya punya tukang jahit yang bikin tas. Untuk pemasangan batu-batunya, saya mengajari istri sopir saya, yang rumahnya tidak jauh dari kediaman saya di kawasan Bogor Baru. Kebetulan, dia punya komunitas ibu-ibu yang pintar membuat payet di kerudung. Merekalah kini yang membantu saya. Saya mendesain, mereka yang memasang batu-batuan.
Sempat uji pasar?
Awalnya saya pakai sendiri dan saya tanya orang-orang dekat. Komentar mereka memang positif. Nah, karena permintaan kian banyak, saya tak mungkin lagi nyambi kerja kantoran. Saya capek di jalan, belum lagi harus meeting, tender proyek, dan harus lembur. Terus di kala Bya, anak saya sakit, saya enggak bisa cuti.
Keduanya memang enggak bisa jalan seiring. Saya pun mengundurkan diri. Sebenarnya, pimpinan saya nggondeli, tapi saya sudah mantap kerja di rumah. Setelah konsentrasi ke usaha tas, bisnis kian lancar. Saya bisa lebih konsentrasi. Misalnya mencari batu-batu yang bagus di Mangga Dua, Jatinegara. Saya juga minta saudara saya di Kalimantan untuk kirim bebatuan cantik.
Berapa bentuk tas pesta yang Anda kerjakan?
Saya hanya punya 4 model basic. Karena dipasangin batu, saya enggak bermain di bentuk tas. Saya lebih pilih ke desain bebatuan dan variasi batu yang antara lain batu mutiara air tawar. Bebatuan inilah yang membuat harga tas berbeda, mulai dari Rp 250 ribu - 400 ribu. Tasnya sama, tapi berbeda isi bebatuannya.
Untuk corak batiknya?
Saya gunakan dari beragam daerah. Mulai dari Yogya, Solo, Pekalongan, Garut, Madura, Lasem, Tuban, Indramayu, sampai Cilacap. Kebanyakan customer suka warna cokelat dan hitam. Tapi, yang warna-warni tetap saya produksi karena memang ada peminatnya.
Berapakah kapasitas produksi?
Karena memang lebih ke personal, saya tidak mengejar jumlah banyak. Sebulan, rata-rata 40-50 tas. Itu pun saya sudah kewalahan.
Pelanggan Anda dari mana saja?
Sekitar 50 persen memang dari Jakarta dan sekitarnya. Selebihnya datang dari berbagai kota, sampai pula di Medan dan Tarakan. Sering pula saya kirim ke luar negeri seperti ke Jerman, Dubai, Kanada, dan yang paling banyak di Malaysia. Rata-rata pelanggan setia seperti dari Medan yang selalu saja pesan tas saat ada acara perkumpulan Darma Wanita, pesta perpisahan, kelahiran, pernikahan.
Nah, saat bulan baik pernikahan, pasti saya kewalahan memenuhi pelanggan. Bulan-bulan ke depan juga ramai. Sampai Desember nanti, pesanan personal juga sudah banyak. Tapi, pembeli masih bisa mendapatkan tas yang ready stock. Pengerjaannya fifty-fifty, kok.
Untuk pengiriman, Anda memakai jasa kurir?
Oh tidak. Saya kerjakan sendiri. Sambil mengantar Bya sekolah, saya bawa tas yang saya bungkus pakai dus, ke jasa pengiriman. Dengan pengepakan yang baik, tas aman di tangan pembeli. Seandainya sampai di sana ada cacat, saya enggak keberatan menggantinya. Namanya saja bisnis online, mesti menanamkan rasa saling percaya. Yang penting customer puas.
Apakah ada keinginan untuk membuka showroom di rumah?
Inilah keinginan saya ke depan. Masalahnya sekarang, saya hanya punya sedikit stok di rumah. Begitu tas baru saya tayangkan di situs, langsung diambil pembeli. Ibarat belum lama dipajang, langsung saja habis. Terpikir untuk menambah kapasitas produksi. Tentu saya butuh tenaga terampil yang sanggup mengerjakan dengan baik.
Henry Ismono
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR