Menyadari risiko yang dihadapi sebagai istri seorang aktivis di bidang hukum membuat Dewi berpikir matang dalam setiap proses kehidupan yang dijalaninya. Kematangan berpikir inilah yang ia tularkan bersama sang suami pada anak-anaknya. Bagaimana Sari Indra Dewi (48) dan Bambang mendidik keempat anak mereka? Berikut curahan hati istri Bambang Widjojanto, wanita bertutur kata lembut ini kepada NOVA, saat ditemui di kediamannya beberapa waktu lalu.
---
Seolah sudah punya firasat, ketika bersama kami sehari sebelum kejadian, Mas Bambang mengatakan, "Jika terjadi sesuatu atas Abi, tidak perlu khawatir, ya. Harus saling menguatkan di antara kita." Ternyata, benar Mas Bambang ditangkap. Nah, ketika dia ditahan, saya dapat kabar dia tak mau makan, hanya minta minum dari teman-temannya. Entah apakah ia menghindari kasus seperti yang menimpa almarhum Munir atau tidak. Alhamdulillah, ini bentuk kehati-hatian Mas Bambang. Dalam keadaan tertekan seperti apa pun, tetap kita harus berikhtiar.
Ketika teman-teman bertanya apakah saya akan menjenguk Mas Bambang hari itu, saya jawab tak perlu saat itu juga, karena pasti saya tidak bisa bertemu dia. Lebih baik saya di rumah, menunggu Mas Bambang menelepon minta dijenguk. Oh ya, saat Mas Bambang ditangkap, ponselnya ketinggalan di rumah. Menurut saya, malah kebetulan. Dengan begitu, ponselnya tetap aman. Sementara, di rumah saya ajak anak-anak berdiskusi soal penangkapan itu.
"Sunnatullah (ketetapan Allah) seorang pejuang itu selalu berada di koridor penuh tantangan. Tapi justru itulah nilai di mana kamu tahu bahwa kamu masih di koridor seorang pejuang. Jika nanti sudah mulai merasa tenang-tenang saja tidak ada tantangan, justru harus hati-hati. Siapa tahu, saat itu kamu sudah dikeluarkan Allah dari koridor itu, dan itu sesungguhnya musibah untuk dirimu," ucap saya. Sebetulnya, ini bahasa pengulangan, karena ini bahasa sehari-hari kami pada anak-anak.
Alhamdulillah, mereka sangat tenang menghadapi penangkapan ayah mereka. Bahkan, reaksi mereka biasa saja. Memang kami jadi agak sibuk, tapi itu lebih karena banyak wartawan di rumah kami selama beberapa hari dan saya sibuk menerima kedatangan teman-teman saya. Jadi, suasana di rumah malah seperti sedang berpesta. Pada hari penangkapan, semalaman saya tak tidur dan mengikuti perkembangan berita di teve. Sementara, anak-anak sudah tidur. Dari teve, saya lihat ada tarik ulur soal penahanan Mas Bambang.
Akhirnya, pukul 01.30 saya lihat dari teve di depan Bareskrim tampak ramai. Dari situ saya tahu, Mas Bambang akan dibebaskan. Saya lega. Seperti biasa, menjelang qiyamul lail (salat malam) yang rutin kami lakukan tiap menjelang Subuh, anak-anak bangun. Saya beritahu bahwa ayah mereka sudah keluar dari Bareskrim tapi sedang menyapa teman-temannya di KPK dan akan pulang tak lama lagi. Benar saja, saat kami menunggu azan Subuh, Mas Bambang datang. Alhamdulillah, kami bahagia luar biasa. Setelah pulang, Mas Bambang istirahat.
Family Meeting
Hari Minggu ketika rumah mulai sepi, kami sekeluarga mengobrol. Saya katakan bahwa "pesta" sudah selesai. "Kalau kemarin kalian mendengar dan mengamati, sekarang tolong lakukan sesuatu supaya bisa memantaskan diri sebagai orang-orang yang diberi momentum besar. Kalau tidak, kalian akan lepas dari momentum ini. Maka, pantaskan diri kalian sebagai orang-orang yang sengaja dipilih Allah untuk diberi momentum ini. Allah akan memberikan momentum berikutnya yang lebih besar dan kalian harus siap. Setelah satu ujian bisa terlewati dengan baik, pasti akan datang ujian berikutnya yang lebih besar, kecuali kalau kalian gagal dalam momentum yang sekarang. Kalau gagal, ujiannya akan diturunkan (tingkatnya), dan jangan mau," pesan saya pada mereka.
Saya persilakan mereka berdiskusi. Ada yang mengatakan ingin menulis proses ini dan akan menyimpannya dengan baik. Ada yang membuat kronologi penangkapan itu lalu bertanya pada teman-temannya seandainya situasi seperti ini terjadi pada mereka, apa yang akan mereka lakukan jika menjadi BW dan polisi? Katanya, ia ingin tahu respons mereka. Saya dan Mas Bambang bersyukur anak-anak sangat matang dalam berpikir. Memang, sejak mereka kecil, kami rutin mengadakan family meeting seminggu sekali.
KOMENTAR