Tak ada larangan menyimpan atau mengoleksi apa pun. Hanya saja perlu kesepakatan agar keharmonisan dalam rumah tangga tetap terjaga.
"Jangan dibuang, itu masih perlu. Itu juga jangan, sayang kalau dibuang," ujar sang suami kepada istrinya yang tengah sibuk berbenah merapikan tumpukan di ruang kerja. Padahal, dalam tumpukan tersebut banyak ditemukan barang yang jelas sudah tidak dipakai, seperti hasil ujian suaminya ketika zaman sekolah dan agenda kerja 6 tahun lalu.
Jika pasangan adalah orang yang menyenangi kerapian dan kebersihan, maka ia punya kecenderungan membuang segala macam yang dianggap "sampah". Ia merasa bertanggung jawab atas kerapian dan kebersihan rumah. Tangannya selalu gatal melihat kertas, buku, atau pernak-pernik lain yang dianggapnya berantakan atau tak pada tempatnya.
Belum lagi kalau barang-barang atau kertas-kertas itu sebetulnya sudah usang. Justru, jika tak dirapikan dan dibereskan, mungkin keadaan dalam rumah akan semakin berantakan. Jumlah segala tumpukan kertas atau lainnya semakin menjadi-jadi karena akan terus bertambah.
Namun demikian, diakui Henny E. Wirawan, M.Hum, Psi., "Memang ada orang-orang tertentu yang suka menyimpan atau mengumpulkan sesuatu. Barangnya bisa variatif, dari kertas, makalah ilmiah/non-ilmiah, hingga benda-benda lainnya." Pokoknya, dari sesuatu yang sifatnya remeh temeh sampai yang berharga. Juga dari yang murah sampai yang harganya mahal.
Biasanya, orang seperti ini sangat mementingkan hal-hal detail atau kecil. Saking teliti atau takut kehilangan sesuatu, dia "memulung" apa pun yang dirasa menarik, perlu, atau penting. Walaupun bisa juga karena dia memang punya hobi "memulung".
Di lain pihak, ada juga orang yang maunya serbaringkas. Tak perlu main simpan, bila sudah dipakai lalu dibuang, misalnya. Orang seperti ini menurut Henny, cara berpikirnya cenderung global, tak menganggap semua hal itu sesuatu yang penting. Atau, bisa juga sebetulnya orang tersebut termasuk sembrono. Begitu ada suatu, dibuangnya, padahal sebenarnya masih diperlukan, sehingga akhirnya dia menyesal.
Baik istri atau suami sama-sama ada yang punya kecenderungan "memulung" dan menyimpan apa pun. Umumnya, para suami rajin "memulung" hanya karena malas melakukan beres-beres. Misalnya, ia membuat catatan nomor kontak orang di sembarang kertas, kemudian ia malas memindahkannya ke buku alamat, sehingga kertas yang dianggap penting tadi makin lama akan terus bertumpuk.
Sementara, kegiatan "memulung" bagi kaum istri biasanya didasari oleh kesenangan terhadap benda-benda itu. Contohnya, guntingan resep masakan. Tekniknya juga lebih rapi, misalnya dengan cara ditempel di buku.
ALASAN "MEMULUNG"
Selain karena sifat orangnya, diungkapkan Henny, pasti ada sesuatu mengapa orang tersebut menyimpan atau mengumpulkan semua hal. Bisa karena sesuatu itu sangat berkesan, sampai kemudian dia menyimpannya sebagai kenang-kenangan atau lainnya. Bisa saja, semasa di sekolah, suami mendapat nilai ujian tertinggi. Saking terkesan dengan momen tersebut, maka kertas-kertas hasil ujian itu masih disimpannya.
Bisa juga dia menyimpan sesuatu karena menganggapnya memiliki nilai penting. Misalnya, ia pernah ikut seminar dan berkas makalahnya mengandung informasi berharga sehingga harus disimpan. Mungkin baginya berkas-berkas tersebut dapat bermanfaat di kemudian hari untuk dibaca lagi. Dengan demikian, ia bisa membuat referensi dan bisa memperkaya dirinya.
KOMENTAR