Anak usia prasekolah belum paham, berapa banyak miliknya yang boleh dibagikan kepada orang lain.
Mau berbagi dengan orang lain adalah perilaku terpuji. Itulah mengapa, anak sejak dini harus diajarkan untuk berbagi. Masalahnya, bagaimana jika kemudian anak membagi semua yang ia miliki sampai tak tersisa sama sekali? Entah itu makanan, mainan, atau barang-barang lain miliknya.
Anak-anak usia prasekolah memang belum memahami dengan baik konsep berbagi; apa saja yang boleh dibagi dan berapa banyak yang seharusnya dibagi. Demikian pula dengan konsep meminta. Tak jarang, anak meminta secara paksa apa pun milik temannya atau orang lain. Bahkan ada yang asal mengambil tanpa izin lagi. Banyak pula yang menjadi tantrum karena tak dipenuhi permintaannya.
CONTOH ORANG TERDEKAT
Anak adalah pemotret ulung. Apa yang dilihat dan diajarkan oleh orang tuanya akan diserap dan kelak dilaksanakan atau ditiru. Karenanya, orang tua harus berhati-hati dalam bersikap (memberikan contoh nyata). Tentu saja, contoh nyata yang didapat anak bukan cuma berasal dari orang tua, melainkan juga dari orang-orang terdekat di lingkungannya. Baik nenek, kakek, pengasuh, kakak, guru, tetangga, dan lain-lain yang kerap dilihatnya sehari-hari.
Dengan demikian, konsep berbagi dan meminta semestinya dapat diajarkan ke anak melalui kegiatan sehari-hari di rumah. Hendaknya orang tua dan orang-orang terdekat membiasakan diri untuk berbagi bila memiliki sesuatu. Niscaya anak pun akan dengan senang hati berbagi. Begitu pula dengan meminta. Bila anak terbiasa melihat orang tua dan orang-orang terdekatnya minta dengan izin terlebih dahulu, maka anak akan mengikuti. Contoh, ada sepotong kue tart di atas meja. Anak dijamin tak akan langsung mengambil bila orang tuanya terbiasa mengajarkan atau memberikan contoh meminta izin dulu sebelum mengambil barang yang bukan miliknya. "Bu, kue di meja boleh aku minta enggak? Aku mau bagi dengan Adek," misalnya.
Jadi, bila si kecil sampai keliru memahami konsep berbagi dan meminta, besar kemungkinan orang tuanya dan orang-orang terdekat di lingkungannya belum tepat mengajarkan kedua hal tersebut.
TIGA HAL PENTING
Saat mengajarkan konsep berbagi dan meminta, ada 3 hal penting yang harus diperhatikan agar hasilnya maksimal.
1. Konsepnya harus jelas
Dengan memberikan konsep berbagi dan meminta yang jelas, kelak anak tak akan berbenturan dengan aturan-aturan sosial yang ada atau yang bakal ditemuinya. Orang tua menegaskan bahwa sesuatu yang dimilikinya bisa jadi tak dimiliki oleh orang lain. Atau, belum tentu ia juga memiliki benda yang sama dengan orang lain. Karenanya, tak ada salahnya bermain bersama, berbagi dengan teman. Akan tetapi, berbagi bukan berarti kemudian memiliki mainan tersebut.
Contoh, si kecil ingin membagi-bagikan pakaian boneka Barbienya kepada teman-temannya. Padahal, koleksinya tak banyak. Bisa-bisa untuknya sendiri malah tak ada. Nah, katakan pada si kecil, misal, "Mainan ini Bunda belikan khusus untuk Adek. Dan teman-teman Adek boleh ikut bermain bersama Adek. Tapi jangan dibagi-bagikan kepada teman-teman, ya, karena teman-teman juga punya Ayah dan Bunda yang bisa membelikan mainan untuk anak-anaknya."
Sedangkan untuk meminta, tegaskan kepada anak bahwa kita harus menghargai orang lain. Bila menginginkan sesuatu yang bukan miliknya, mintalah izin kepada si pemilik dengan bahasa yang sopan. Jangan asal ambil saja. Setelah mendapatkan izin, silakan ambil. Atau, biarkan si pemiliknya yang mengambilkan.
2. Pembelajaran harus bersifat umum
Pembelajaran hendaknya bersifat umum tanpa membeda-bedakan atau memberikan batasan-batasan, tapi tetap harus memperhatikan situasi dan kondisi. Berikan kepercayaan kepada anak untuk mengamati situasi dan kondisinya. Contoh, minta anak untuk berbagi dengan seisi rumah bila ia memiliki makanan.
Berbagi ini tentunya tanpa membeda-bedakan status. Jika penghuni rumah terdiri atas orang tua, kakak, adik, dan pembantu, maka semuanya tetap mendapatkan bagian. Bila kue yang dimiliki hanya 5 potong, sedangkan ia masih menginginkan lagi nanti, tak ada salahnya ia menyisakan satu. Kemudian, 4 potong yang lainnya dibagi rata untuk seluruh penghuni rumah. Biarkan anak yang membagi kepada semua penghuni dan sama rata. Walau mungkin nanti masing-masing hanya mendapat setengah potong.
3. Berikan contoh konkret
Untuk memberi tahu konsep berbagi dan meminta ini, ada beragam cara yang dapat dilakukan. Di antaranya melalui permainan boneka, peristiwa sehari-hari di lingkungan rumah, atau melalui tayangan teve. Berikan penjelasan dengan bahasa yang sederhana sambil menunjukkan peristiwa atau contoh konkretnya. Demikian pula bila anak melontarkan sejumlah pertanyaan saat diberi tahu konsep berbagi dan meminta.
Umpamanya, bencana tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam. Ada sejumlah mahasiswa yang mengedarkan kotak sumbangan sekaligus selebaran untuk meminta sumbangan. Bila si kecil bertanya, "Kenapa kakak itu meminta sumbangan?" berikan jawaban yang realistis bahwa mahasiswa tersebut berniat membantu dan ingin menyumbangkan bantuan itu untuk korban bencana. Perlihatkan lewat koran atau tayangan bahwa teman-temannya yang di sana menderita; rumahnya hancur, mainannya hilang. Kemudian, ajak anak untuk menyumbang sesuatu, "Yuk, pilih mainan dan baju Adek yang sudah tak terpakai. Kita kirim ke sana. ya... Siapa tahu dapat digunakan oleh teman-teman di sana."
BILA ANAK MEMILIKI PEMAHAMAN YANG SALAH
Tak usah khawatir bila si prasekolah memiliki pemahaman yang salah perihal konsep berbagi dan meminta. Toh, masih mungkin mengubah sikapnya itu asalkan orang tua memberikan perhatian penuh. Nah, inilah 5 hal yang harus dilakukan orang tua!
1. Secara langsung memberikan penjelasan
Langkah paling tepat yang harus dilakukan orang tua adalah secara langsung memberikan penjelasan pada anak ketika mengetahui ia melakukan sesuatu yang salah atau kurang tepat. Tanyakan kenapa ia melakukan itu, kemudian sampaikan konsep berbagi dan meminta yang sebenarnya. Tentunya dengan bahasa yang sederhana agar mudah dipahami.
2. Jangan memojokkan
Sebaiknya orang tua jangan menciptakan suasana yang memojokkan anak karena dapat mengurangi rasa percaya dirinya. Bisa-bisa dalam suasana terpojok, konsep berbagi dan meminta yang disampaikan tidak terekam dengan baik olehnya. Ciptakan suasana yang santai dan nyaman. Sampaikan konsep berbagi dan meminta sambil bermain, niscaya bakal lebih dipahami oleh anak.
3. Harus tegas
Bila anak memiliki pemahaman yang salah tentang konsep meminta, kemudian berbenturan dengan aturan sosial yang ada dan berbuntut tantrum, hendaknya orang tua mampu bersikap tegas. Tegas di sini bukan berarti marah-marah, tetapi memberitahukan bahwa itu tidak boleh dan itu bukan milikmu. Melalui sikap ini, anak bisa memahami perilakunya salah sekaligus mengajarkan aturan sosial yang berlaku di masyarakat.
Contoh, si kecil yang semula meminjam mainan temannya, saat ingin pulang malah meminta mainan tersebut. Karena tak diizinkan, ia lantas menangis dan meronta-ronta. Nah, katakan padanya, "Mama enggak setuju kamu minta barang yang bukan milikmu. Kalau kamu mau minta, bilang ke Mama. Nanti kita kumpulkan dulu uangnya ya. Mama saat ini belum punya uang." Melalui ucapan itu, anak diajarkan aturan sosial bahwa mengambil barang milik orang tidak baik.
4. Kesabaran yang luar biasa
Orang tua hendaknya sabar saat mengetahui si prasekolah belum memahami konsep berbagi dan meminta. Atau, saat menghadapi anak yang tantrum karena permintaannya tak terpenuhi. Jangan paksakan anak memahami konsep pada saat itu juga. Ulangi pada kesempatan lain yang lebih santai. Jangan bosan untuk selalu mengingatkan dan mengulangi. Bila perlu lakukan sambil bermain, niscaya anak akan dapat lebih memahami.
5. Jangan bosan untuk memberikan contoh yang baik
Orang tua atau orang-orang terdekat yang berada di lingkungan anak hendaknya secara terus-menerus memberikan contoh yang baik atau sikap yang benar. Karena, anak lebih mudah meniru dari yang sehari-hari dilihat atau diamati.
Utami
KOMENTAR