Namun, dalam mengintervensi, orang dewasa perlu juga bertindak hati-hati. Jangan asal menghentikan anak yang sedang asyik bercerita. "Ada kan, orang tua atau orang dewasa yang enggak tahan mendengar anaknya ceriwis. Langsung memotong, 'Udah jangan ngomong lama-lama', apalagi tanpa menjelaskan alasannya. Padahal, mereka ceriwis karena kemampuan bahasanya memang sudah mendukung, ditambah kognitifnya juga sudah memadai untuk menceritakan dengan panjang lebar pengalamannya."
Bila anak sedang seru-serunya bercerita, lalu orang tua memotong, lama-lama anak jadi malas berbicara. Pikirnya, "Ketika aku ngomong, kok, selalu dipotong. Aku nggak mau lagi ngomong."
Pengalaman tidak enak ini akan berdampak pada tumbuh kembang anak. "Kemampuan bahasanya terhambat dan ekspresi dirinya berkurang. Keterampilan komunikasinya juga enggak terlatih. Ke depannya, dia bisa tumbuh jadi pribadi yang tak percaya diri karena hambatan komunikasi."
Jadi, orang dewasa pintar-pintarlah membaca situasi untuk menjadi fasilitator yang baik. Tahu kapan harus menginterupsi untuk mengarahkan anak yang mulai mendominasi. Evi menyarankan, potonglah ketika nada bicara anak mulai menurun. "Kalau sedang asyik, biasanya menggebu-gebu. Jangan dipotong karena akan menyakitkan. Pada saat nada bicaranya sudah menurun, boleh kita langsung memotong, 'Nah, sekarang gilliran temanmu yang cerita ya. Ayo kita dengarkan.' Selanjutnya, bila temannya sedang gantian bercerita, kita ajarkan juga bagaimana caranya menunggu sampai si teman selesai berbicara, baru kemudian giliran ia berbicara lagi."
Orang tua juga dapat menginterupsi bila anak sudah bicara berpanjang lebar ngalor-ngidul, terutama yang membual. Contoh, ia mengaku pergi ke suatu tempat, padahal tidak benar. Namun, agar tidak menyinggung harga diri anak, katakan, "Nah, Kakak ceritanya berhenti dulu. Sekarang gantian temanmu. Kalau temanmu sudah bercerita, Kakak gantian cerita tentang pergi ke Bandung ya, tempat yang minggu lalu Kakak pergi bersama Ibu." Dengan begitu, si anak akan tahu bahwa ibu tak suka anak membual sekaligus belajar bahwa dalam bercakap-cakap, harus gantian.
Bila kebetulan yang menjadi lawan bicara anak adalah temannya yang pasif atau pendiam, orang tua perlu juga menyarankan agar si teman mau berbicara. Misalnya dengan mengatakan, "Anto sudah cerita perjalanannya ke Bandung, coba kamu sekarang Andi, Tante ingin dengar, liburan kamu kemarin ke mana?" Dengan demikian anak yang pasif dan hanya mau mendengarkan pun diberi kesempatan bicara. Lama-lama, ia akan terlibat aktif dalam obrolan.
TUNJUKKAN EMPATI
Memberi kesempatan bicara pada lawan bicara termasuk bentuk empati yang perlu diajarkan. Pada tahapan usia prasekolah, anak masih senang membicarakan segala sesuatu yang berpusat pada dirinya. "Egosentrisme ini mendorong mereka hanya berbicara pada topik-topik seputar keseharian mereka. Misalnya, cerita tentang mainannya, kemarin pergi dengan siapa. Jadi, topiknya belum mengarah pada hal-hal di luar dirinya. Segala sesuatunya menurut cara pandang dia dan menonjolkan dunianya. Belum ingin tahu urusan orang lain," lanjut Evi.
Karena itu, selain mengajarkan untuk tidak mendominasi percakapan, kita juga bisa mengajari anak untuk tidak hanya fokus ke dirinya saja. "Tidak ada salahnya kita melatih, misalnya, 'Nah, sekarang Arif sudah selesai cerita. Coba sekarang Arif tanya Dion, gimana perjalanan Dion kemarin ke Bandung. Ayo Dion, cerita dong ke Arif.' Jadi perlu diajarkan." Menanyakan kegiatan orang lain juga menunjukkan pada anak tentang sopan santun dalam pergaulan. Dengan begitu, anak berkesempatan mendengarkan orang lain sekaligus belajar mengekspresikan dirinya.
Perlu diingat, masa prasekolah adalah masa yang tepat untuk menanamkan nilai dan aturan-aturan sosial. Bila kita tidak mengajari anak bertatakrama dalam berbicara, mungkin saja anak terbiasa mendominasi pembicaraan dan ingin selalu didengarkan tanpa mau mendengarkan orang lain. "Pribadinya juga kurang berempati karena ingin semua berpusat pada dirinya. Lama-kelamaan dia bisa egois juga."
Tentu saja sifat egois bisa menimbulkan konflik kala dia harus berbaur dengan teman-temannya. Kasihan kan, kalau si kecil kemudian dikucilkan.
CIRI ANAK CERDAS
KOMENTAR