Meski si kecil kerap menyaksikan sinetron/telenovela yang diperuntukkan konsumsi dewasa, tak akan membuatnya jadi cepat dewasa atau matang sebelum waktunya. Biasanya ia akan mencontoh adegan yang dilihatnya. Misal, ia melihat adegan seorang anak menangis lalu dibujuk dengan diberi mainan. Ia pun akan mengkaitkan hal itu dalam kehidupannya, "Berarti kalau aku menangis, aku juga harus dibeliin mainan."
Justru yang jadi masalah ketika harus menjawab pertanyaan si kecil. Kita, kan, tak bisa menerangkan bila si suami di sinetron itu marah pada istrinya karena si istri selingkuh, misal. Untuk menjawabnya, kaitkan saja dengan kejadian sehari-hari yang bisa diterima anak. Tentu dengan bahasa yang bisa dipahami anak. Misal, "Tante itu dimarahi bapaknya karena mungkin tadi ia mengambil kue enggak bilang-bilang."
* Film Horor
Biasanya anak menyukai jenis film ini karena ada suatu reward yang ia dapat ketika menyaksikannya bersama anggota keluarga. Misal, setiap Nenek Lampir muncul, ia akan dipeluk oleh ibunya. Jadi, bukan filmnya yang membuat ia senang, melainkan pelukan itu yang dinanti-nantikannya.
Namun dampaknya, ia akan ketakutan hingga tak mau atau susah tidur karena takut didatangi Nenek Lampir, misal. Ia pun tumbuh jadi penakut. Ini bisa mengganggu pergaulannya, lo. Misal, tiap diajak teman ke tempat yang banyak pohon atau gelap sedikit, ia akan menolak karena ingat akan setting film horor yang sering dilihatnya.
* Iklan
Hati-hati, si kecil bisa berperilaku konsumtif. Biasanya anak lebih kerap jadi "korban" iklan produk makanan. Padahal, 90 persen produk makanan yang diiklankan itu tak bergizi. Untuk mengatasinya, tanamkan pengertian dalam diri si kecil.
Misal, "Mungkin ayam yang di situ kelihatan enak, tapi kita coba bikin sendiri, ya. Ibu tahu, kok, resepnya. Dengan uang yang sama kita malah bisa makan lebih banyak."
Bangun pula kebiasaan makan yang baik dan perhatikan pentingnya asupan dari sumber-sumber alam yang kaya akan zat-zat gizi yang dibutuhkan anak, semisal sayur-sayuran dan buah-buahan. Bila perlu, kemukakan saja dampak MSG dalam aneka makanan yang diiklankan tadi. Namun cara menjelaskannya jangan sampai terkesan menakut-nakuti anak.
IMAJINASI TAK BERKEMBANG
Perlu dipahami, anak batita belum bisa membedakan realitas dan fantasi, hingga semua informasi yang didapatnya langsung diserap bulat-bulat sebagai suatu kebenaran. Di samping, ia pun sama sekali tak memahami pembuatan adegan-adegan tersebut dengan berbagai "tipuan". Apalagi jika anak menontonnya tanpa pendampingan orang tua. Makanya, tak heran bila ada kejadian seorang anak meloncat dari gedung tinggi gara-gara melihat tokoh di film kesayangannya tidak tewas setelah melakukan hal tersebut.
Dampak lain, pengaruh buruk terhadap perkembangan bahasa anak. "Pada usia 0 sampai 4 tahun, otak sedang giat-giatnya bekerja, hingga taraf menangkap informasi pada anak pun jadi sedemikian tinggi." Jadi, bila si kecil selalu mendengar kata-kata kurang sopan dari acara favorit yang ditontonnya, berarti mayoritas atau bahkan seluruh kata itu akan terekam dalam otaknya. Di kemudian hari, kala ia sudah lancar bicara, kata-kata tak sopan itu akan meluncur dengan sendirinya.
KOMENTAR