Dalam bahasa lain, setiap memperingati ulang tahun perkawinan hendaknya ada evaluasi karena situasi perkawinan memang harus selalu dilihat lagi setiap tahun. "Bukan saja bagi yang baru 5 tahun menikah tapi juga yang sudah 25 atau 30 tahun karena setiap tahun yang lewat membawa perubahan pada setiap kehidupan perkawinan." Misalnya, pantas enggak di usia perkawinan 10 tahun kita masih meributkan hal-hal yang sama seperti pada tahun-tahun pertama. "Bisa juga sambil mengucap syukur, ah, lega, ya, kita baru 10 tahun menikah tapi rasanya kayak sudah 20 tahun. Lalu apa ke depannya yang akan kita lakukan."
Jadi, lebih menyadarkan bahwa usia perkawinan kita sudah segini, lo; apakah perkembangan perannya sudah tepat, ada yang ketinggalan enggak? Memang, aku Ieda, bukan berarti kegembiraan merayakan ulang tahun perkawinan harus ditinggalkan, "tapi sebaiknya kegembiraan itu juga bisa menjadi patokan untuk meninjau kembali dan menata kehidupan perkawinan agar ke depannya bisa diperbaiki yang kurang dan belum terlaksana."
Dengan demikian, di setiap ulang tahun perkawinan akan ada penambahan, pengenalan diri, dan pengenalan pasangan. "Kita juga jadi selalu optimis melihat ke depan karena kehendak masing-masing saling didengar sehingga setiap pihak terdorong untuk berinisiatif dan inovatif mengelola rumah tangga. Sekaligus sebagai perenungan untuk melihat apakah diri kita atau pasangannya sudah berbeda dengan kemarin."
Soal teknisnya seperti beli kue atau kembang, dirayakan berdua di luar kota atau pesta bersama seluruh keluarga besar, tergantung dari kebiasaan dan kemampuan ekonomi masing-masing. Sayangnya, tutur Ieda, justru evaluasi inilah yang kerap dilupakan pasangan karena terlalu mengagung-agungkan perayaannya. "Padahal, meski tanpa perayaan sekalipun setiap pasangan juga bisa terus merawat cinta mereka, kok. Asalkan evaluasinya dilakukan." Jadi, Bu-Pak, jangan lupa, lho, untuk saling introspeksi diri di hari ulang tahun perkawinan.
Santi Hartono / nakita
KOMENTAR