CIPTAKAN KETERBUKAAN
Lantas, bagaimana sebaiknya sikap pasangan terhadap si penggeratak? "Tergantung apakah pasangannya secara psikologis merasa aman atau tidak," ujar Suhati. Bila si pasangan juga merasa tak aman secara psikologis, "Reaksinya akan negatif." Ia akan balik curiga, "Kamu sering begini, ya?", lalu marah-marah, "Saya tak suka siapa pun menggeratak barang pribadi saya, sekalipun orang itu istri saya!"
Tapi bila si pasangan secara psikologis merasa aman, ia tak akan marah jika tahu istrinya menggeratak barang-barang pribadinya. Paling ia akan bilang, "Lo, kamu lagi ngapain?" Biasanya ia bisa menerima. Kalaupun ia merasa tak suka, ia akan bilang, "Tapi saya tak suka dengan cara begini. Kalau kamu kepingin tahu, tanya saja." Bahkan, diambil uangnya di dompetnya pun ia tak masalah. Paling ia cuma bilang, "Lo, uangku, kok, kurang?", namun tak akan sampai menuduh ada yang menggerataki dompetnya.
Umumnya, lanjut Suhati, yang biasa digeratak menyangkut dua hal, yaitu masalah keuangan dan curiga pasangannya punya PIL/WIL. Untuk masalah keuangan, biasanya yang ingin diketahui adalah berapa jumlah penghasilan dan berapa yang diberikan pada orang tuanya. Sedangkan masalah PIL/WIL, menurut Suhati, lebih disebabkan si penggeratak merasa tak aman pada dirinya sendiri. "Jika ia merasa aman, tentunya ia akan bisa memberikan kepercayaan penuh kepada pasangannya. Ia tak akan cemburu atau takut pasangannya punya WIL. Lain halnya bila pasangannya memang dasarnya nakal atau punya sifat penyeleweng."
Itulah mengapa Suhati menganjurkan agar sejak awal masa pacaran sudah dibicarakan secara terbuka, terutama mengenai masalah-masalah yang krusial. Contohnya, masalah penghasilan, berapa yang akan diberikan pada orang tuanya harus dibicarakan sebelumnya secara terbuka. "Kalau tidak malah menjadi masalah dan akan mendorong orang menjadi ingin tahu sehingga menggeratak."
Selanjutnya, bantulah si penggeratak untuk menghilangkan kebiasaannya itu. "Caranya dengan menciptakan suasana keterbukaan." Cari tahu apa saja yang biasa digerataknya. Kalau ia selalu menggeratak isi dompet, kasih saja struk gaji Anda tiap bulan. Dengan demikian ia tahu berapa besar gaji Anda sehingga tak ada lagi alasan baginya untuk menggeratak." Bila yang digerataknya adalah isi pesan-pesan di pager atau telepon genggam, ceritakan semua pada sang istri. Baik tentang rencana Anda, proyek apa yang sedang Anda kerjakan, dan sebagainya.
Suhati mengingatkan dalam menyelesaikan masalah jangan sampai dengan cara menyindir-nyindir. "Lebih baik dibicarakan secara terbuka. Kalau perlu bertengkar, bertengkarlah. Tetapi yang konstruktif, yaitu untuk mencari akar permasalahannya."
Dan jika memang pasangannya tidak suka privasinya terganggu, si penggeratak ini harus minta maaf. Dan, buatlah rambu-rambu yang disepakati bersama. Jadi, sekali lagi jangan justru mengembangkan kecurigaan. "Karena itu tidak sehat. Ia akan menaruh kecurigaan pada semua orang, termasuk pada anak." Barang-barang anak pun digerataki dan dicurigai jika itu bukan pemberian darinya. Misalnya, "Ini mainan dari siapa. Mami tidak pernah merasa memberi mainan ini."
Ini jelas akan berdampak buruk pada si anak. "Anak yang tak pernah diberi kepercayaan juga akan sulit untuk menaruh kepercayaan pada orang lain. Kecuali kalau memang pribadi si anak sendiri sangat kuat." Tapi kalau pribadinya lemah, bisa jadi si anak nantinya tak bisa membuat keputusan. Tiap kali harus membuat keputusan, ia akan mencari orang untuk membantu memutuskan baginya. Celaka, kan?
Si Kecil Akan Protes
Bagi anak balita, perilaku menggeratak pada orang tua belum akan terlihat dampaknya. Pertama, karena anak balita belum tahu apa arti menggeratak. Kedua, konsep kepemilikan pada anak balita juga belum begitu kuat. "Baginya, barang milik ayah berarti juga milik ibu. Bukankah mobil ayah juga sering dipakai oleh ibu atau telepon genggam ayah juga sering dipakai ibu? Sehingga bila ayah atau ibunya membuka-buka barang ibu atau ayahnya, si balita tak akan berpikir bahwa itu menggeratak," terang psikolog Suhati Kurniawan.
Anak baru akan merasa terganggu jika akibat menggeratak itu lantas timbul pertengkaran antara ayah-ibunya. "Jadi, pertengkarannya yang berdampak, bukan perilaku menggerataknya," tandas Suhati.
Lain halnya bila pada si anak ditanamkan bahwa ia harus menghargai privasi dan barang-barang milik pribadi. Nah, bila ia melihat ayah/ibunya membuka barang pribadi ibu/ayahnya, ia akan protes, "Kok, Mama buka-buka dompet Papa? Itu, kan, punya Papa. Mama belum bilang sama Papa, kan?"
Indah Mulatsih
KOMENTAR