Tak perlu panik, tapi juga jangan anggap remeh sekalipun ia tak menunjukkan gejala apa-apa.
Banyak ahli mengatakan, usia bayi merupakan masa rawan kecelakaan. Salah satunya, terjatuh. Entah dari boksnya kala berguling, tempat tidur orang tua, ataupun kala ia tengah mencoba memanjat ke atas kursi/meja, merangkak menaiki anak tangga, belajar berjalan, dan sebagainya. Maklumlah, ia belum tahu mana yang berbahaya dan mana yang tidak. Bukankah ia tak akan tahu bila ada air tergenang akan membuat lantai jadi licin, misalnya? Tambah parah lagi, rasa ingin tahunya di usia ini sangat tinggi. Ia ingin mencoba segala hal tanpa tahu apa risikonya. Alhasil, terjatuh bisa menjadi santapan hariannya.
Yang membingungkan sekaligus bikin cemas, tak jarang si kecil anteng-anteng saja setelah terjatuh, sepertinya tak ada dampak apa-apa. Pengalaman Ibu Retno Asih Camato, misalnya. Putrinya yang berusia 8 bulan terjatuh dari tempat tidur kurang lebih sebulan yang lalu. "Tapi setelah terjatuh, ia tetap sehat dan ceria seperti biasa, tak kurang suatu apapun. Saya jadi bingung dan penasaran. Benarkah jatuhnya si kecil tak berbahaya?" tulis pembaca yang mukim di Malang ini dalam suratnya kepada nakita, sebagaimana banyak pembaca lain yang juga punya masalah serupa dan meminta nakita mengulas masalah ini selengkap-lengkapnya.
TERJADI PEMBENGKAKAN
Ternyata, jatuh pada bayi memang tak selamanya berbahaya. Bahkan, ada yang sama sekali tak menimbulkan gejala apapun. Menurut Dr.H.M.V. Ghazali MBA.MM, parah-tidaknya akibat jatuh dipengaruhi oleh ketinggiannya. "Makin tinggi suatu tempat, maka kecepatan jatuh semakin tinggi juga." Disamping, bagian mana yang duluan terbentur juga akan mempengaruhi, apakah kepala atau anggota gerak, misalnya. Tak hanya itu, jika bayi jatuh di tempat yang lunak seperti kasur, maka tak berbahaya sehingga tak akan menimbulkan gejala apapun. Lain hal bila jatuhnya di lantai yang keras dan terjadi benturan dengan lantai, "biasanya akan terjadi pembengkakkan."
Bila tangan atau kaki yang terbentur, misalnya, maka di daerah yang terbentur akan ada bengkak atau warna kebiru-biruan. Pembengkakkan tersebut disebabkan terkumpulnya berbagai cairan di tempat terjadinya trauma atau istilah medisnya, inflamasi. Pertolongan pertama yang bisa diberikan bila terjadi pembengkakkan ialah memberikan obat anti inflamasi. Namun bayi harus tetap dibawa ke dokter. "Orang tua tak boleh memiliki self-confidence yang tinggi sehingga karena yakin diri si bayi tak apa-apa lalu tak dibawa ke dokter," ujar Ghazali.
Pasalnya, terang spesialis anak pada Kid's World ini, kadang terjadi gangguan di dalam namun di luar tak terlihat gejala apa-apa. Nah, dengan diperiksa oleh dokter, akan diketahui apakah anak memang hanya mengalami kebiru-biruan saja ataukah ada gangguan lain. "Dokter akan memeriksa sarafnya. Dia akan melihat, bagaimana reflek mata anak, bagaimana reflek cahaya, dan lainnya. Dengan begitu, ia akan tahu bila ada gangguan di dalam yang tak terlihat dari luar."
WASPADAI KEPALA
Terlebih lagi bila pembengkakkannya terjadi di daerah kepala. "Biasanya ini yang paling membuat khawatir karena di daerah kepala terdapat sistem saraf pusat," tutur Ghazali lebih lanjut. Namun tak berarti semua benturan di kepala bersifat fatal karena ada juga yang ringan. Hal ini disebabkan, kepala terdiri dari dua bagian. Bagian yang keras terdiri dari tulang, disebut tempurung kepala; dan bagian yang lunak berupa jaringan otak besar serta otak kecil, dilindungi oleh tempurung kepala.
Bila terjadi trauma di kepala, biasanya yang terbentur adalah tulang kepala. Nah, di antara kulit dan tulang kepala terdapat pembuluh darah atau jaringan yang mudah pecah. Maka, bila terjadi pendarahan di tulang kepala akan terlihat seperti ada benjolan di tempat benturan. Prinsipnya, selama prosesnya berada di luar tulang kepala, maka tak berbahaya. "Tapi ada juga benturan agak berat yang mengakibatkan tulang kepala retak sehingga terjadi kumpulan darah di jaringan kepala. Kejadian ini disebut hematom."
Biasanya dokter akan melakukan rontgen untuk mengetahui ada-tidaknya gangguan pada struktur tulang kepala. Namun rontgen hanya akan dilakukan apabila dokter melihat ukuran hematomnya besar. Yang jelas-jelas berbahaya bila benturan mengenai bagian lunak kepala atau otak, baik otak besar maupun kecil. Untuk mengetahui apakah bayi mengalami gangguan otak, tak ada cara lain kecuali secepatnya membawa si bayi ke dokter, karena hanya dokterlah yang bisa segera mengetahui dan menentukan apakah ada tanda-tanda gangguan saraf atau tidak.
GEJALA
Sayangnya, kejadian jatuh terkadang tak memungkinkan orang tua segera membawa bayinya ke dokter. Entah karena kejadiannya di malam hari atau ketika sedang berlibur. Untuk itu, ada beberapa tanda atau gejala yang perlu diperhatikan orang tua apabila si kecil mengalami gangguan sistem saraf akibat terjatuh.
1. Penurunan Kesadaran. Ingat, lo, fungsi sistem saraf untuk kesadaran. Jadi, bila sistem sarafnya terganggu berarti akan terjadi penurunan kesadaran pada bayi. Tapi penurunan kesadarannya bukan berarti hilang kesadaran sama sekali seperti pingsan, karena penurunan kesadaran itu bertingkat-tingkat. Yang paling ringan, bayi tampak seperti mengantuk.
2. Mual atau Muntah. Dalam 3 hari, observasilah anak. Bila terjadi penekanan intrakarnial (penekanan di dalam tengkorak kepala), maka gejala yang muncul adalah mual atau muntah. Namun muntah yang terjadi berbeda dengan muntah biasa, yakni lebih memancar dari muntah biasa, disebut muntah proyektil. Biasanya kita sulit untuk membedakan antara muntah biasa dan muntah proyektil. Jadi, patokannya, kalau ada muntah berarti suatu pertanda untuk segera berkonsultasi ke dokter terdekat yang bisa dihubungi pada saat kejadian.
3. Hangat dan Demam. Ini merupakan pertanda adanya perubahan sistem karena otak mengatur sistem yang ada di tubuh kita seperti suhu, kecepatan detak jantung, kecepatan frekuensi napas, dan lainnya. Nah, jika Bapak-Ibu melihat ada gejala-gejala tersebut, segeralah bawa si kecil ke dokter. Ceritakan semuanya kepada dokter agar dokter bisa melakukan pemeriksaan lebih terarah. Misal, pemeriksaan saraf. "Yang paling sederhana, dokter akan memeriksa reflek-refleknya," ujar Ghazali.
Selanjutnya, dokter akan memutuskan tindakan apa yang perlu diambil; apakah cukup hanya diobservasi di rumah ataukah harus dibantu dengan obat-obatan, dan sebagainya. Semua keputusan tersebut diambil disesuaikan dengan situasi pada saat pemeriksaan dengan riwayat kejadiannya. Itulah mengapa, kita wajib memberikan informasi yang sejelas-jelasnya dan sejujur-jujurnya kepada dokter.
Faras Handayani
KOMENTAR