DUA-DUANYA DIBERI PENGERTIAN
Mendesak si kakak untuk mengalah, juga hanya akan membuatnya merasa yakin, bahwa Anda lebih menyayangi adiknya. Yang lebih buruk lagi,tanpa disadari, Anda melatih si kakak untuk bersikap pasif dengan selalu menurut dan mengalah pada adiknya. Ini tentu tak baik untuk perkembangan si kakak. Karena akhirnya nanti, ia bisa bersikap seperti itu pula pada setiap anak atau siapapun yang melaksanakan kehendak kepadanya. Sungguh celaka, bukan?
Sementara si adik yang dibela, akan belajar bahwa ia boleh merebut apa saja yang dikehendakinya kala ia menginginkannya. Ingat, si adik yang masih kecil belum memiliki pemahaman akan perbedaan antara "milikku" dan "milikku" atau "miliknya". Ia akan lambat mempelajari konsep kepemilikan selama Anda membiarkan ia merebut mainan atau benda apa saja dari kakaknya.
Harus diingat pula, si kakak, yang meski sudah lebih besar dari si adik, tapi ia tetap masih seorang anak kecil. Ia tak mengerti bahwa adiknya belum punya pemahaman tentang konsep kepemilikan. Karena itu, meski si kakak lebih besar, ia pun perlu dilindungi dari agresi adiknya yang sewenang-wenang.
Jadi, bukan hanya si kakak yang harus diberi pengertian, tapi juga si adik. Kendati si adik usianya masih sangat belia semisal 1-2 tahun. Cara yang efektif, menurut Rosa, dengan menyampaikan "I message" atau "pesan aku". Misalnya, "Mama sedih karena kamu merobek-robek buku gambar kakakmu." Si kakak pun bisa diajarkan untuk mengungkapkan perasaannya kepada sang adik. "Kita jangan underestimate pada anak yang lebih muda. Dia mampu, kok, untuk mengambil tanggungjawab bahwa kakaknya itu kecewa, bahwa dia yang menjadi sumbernya," tutur Rosa.
JANGAN CARI SIAPA YANG SALAH
Rosa minta orang tua agar bersikap obyektif dalam menghadapi anak-anaknya yang bertengkar. "Orang tua memang harus merelai dan mendamaikan kedua anaknya yang bertengkar. Tapi bukan dengan bertindak sebagai hakim, yaitu mencari siapa yang salah. Nah, pengadilan kecil di rumah adalah bagaimana mengeluarkan pendapat tanpa emosi. Idealnya kita mendengarkan kedua belah pihak agar kita juga belajar memberikan keadilan pada anak-anak," terangnya.
Rosa menyadari, tak mudah untuk menjadi penengah yang adil dan bijaksana. Ini lantaran pengaruh subyektifitas orang tua. "Kalau sudah punya dua anak, biasanya si ayah punya anak favorit dan si ibu pun demikian. Misalnya si ibu favoritnya sama si sulung sementara si ayah pada si bungsu. Meski begitu, yang paling baik adalah ayah dan ibu tetap berimbang dalam memberikan peradilan pada kedua anaknya," tutur ibu dua anak ini.
Setelah kedua anak didamaikan, yang perlu dilakukan orang tua ialah mengajak mereka untuk saling minta maaf. "Biasanya ini enggak mudah. Karena kita sendiri tak mudah untuk minta maaf pada orang lain, pada anak. Apalagi untuk mengajarkan hal tersebut pada dua anak yang sedang mengalami kemarahan," katanya.
Tapi, toh, mereka tetap harus diajarkan. Karena lewat permintaan maaf, si kecil pun belajar bertanggungjawab. "Nah, kalau salah satu dari mereka bisa belajar untuk minta maaf duluan, entah si kakak atau adiknya, maka kita wajib memberinya penghargaan. Beri dia pujian," kata Rosa.
MAINAN/BARANG YANG SAMA
Hal lain yang bisa dilakukan orang tua ialah mencegah terjadinya pertengkaran, jika sumber penyebabnya sudah diketahui hal yang sama terus. Misalnya, selalu berebut mainan atau sesuatu barang. "Mungkin orang tua bisa membelikan masing-masing sebuah mainan atau barang yang sama. Jika harganya memang tak mahal atau orang tua memang punya uang, kenapa tidak?" kata Rosa.
KOMENTAR