Dalam hal perawatan kebersihan untuk bayi, penggunaan popok masih merupakan cara yang paling praktis, efektif dan higienis untuk menampung urin dan tinja.
"Tapi perlu diketahui bahwa kulit bayi tidak sama dengan orang dewasa. Kulit bayi lebih tipis dan kurang siap untuk mengatasi iritasi kontak dengan urin dan tinja, sehingga mudah terjadi dermatitis popok," kata dr. Titi Lestari Sugito, Sp.KK(K) dari Sub-Bagian Dermatologi Anak, Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dalam acara Press Update yang diadakan Janssen Pharmaceutica, di Jakarta akhir Juli 2002 kemarin.
Berdasar data kepustakaan, bahkan disebut, 50% dari bayi yang menggunakan popok, pernah mengalami dermatitis popok. Dermatitis popok adalah kelainan kulit yang timbul akibat radang di daerah kulit yang tertutup popok, yaitu daerah alat kelamin, sekitar dubur, bokong, lipat paha, dan perut bagian bawah. Kelainan kulit ini paling sering terjadi di usia 9-12 bulan. Kalau ringan, gejalanya hanya kemerahan saja, tapi kalau parah bisa timbul bintil-bintil merah, lecet, bersisik, dan kalau lebih parah lagi bisa tampak basah serta bengkak. "Yang paling sering adalah kemerahan pada kulit. Bahkan karena seringnya, ada yang mengira hal ini wajar saja terjadi," papar Titi.
Dermatitis popok ini, kata Titi, salah satunya disebabkan pemakaian popok yang salah, yaitu tak mengganti popok segera setelah bayi buang air. Padahal tinja yang bercampur dengan urin akan membentuk zat amonia yang kemudian akan mengiritasi kulit. Kesalahan lain, bila penggunaan popok melebih daya tampungnya, sehingga jadi lembap. "Kulit yang lembap akan rentan terhadap iritasi, infeksi jamur dan bakteri," ujarnya.
Jadi, pencegahan dermatitis popok bisa dilakukan dengan cara mengurangi kelembapan kulit. Untuk itu, gantilah segera popok setelah ia BAB, gunakan popok sesuai daya tampungnya, bersihkan kulit dan keringkan, serta berikan krim atau salep untuk perlindungan kulit si bayi.
Jika memang sudah terjadi dermatitis popok, tangani gangguan itu dengan cara selalu mengganti popoknya segera setelah ia buang air. Kemudian, bersihkan kulitnya dengan air dan sabun, lalu keringkan. Olesi kulitnya dengan krim atau salap pelindung. Bila ternyata tidak sembuh-sembuh juga, bawalah bayi ke dokter untuk ditangani lebih lanjut.
Pada presentasi berikutnya, Fredy Utama Rustandi, Product Manager Daktarin Diaper, menjelaskan, adanya kombinasi mikonazol dan seng oksida dalam satu sediaan memudahkan sekaligus memberikan manfaat ganda. Seng oksida berfungsi sebagai astringent yang menjaga kulit tetap kering, sekaligus melindungi kulit dengan membentuk lapisan pelindung terhadap kerusakan kulit dan berbagai pengaruh luar. Sedangkan mikonazol berfungsi sebagai antijamur dan antibakteri, sehingga infeksi jamur dan bakteri dapat diatasi dan dicegah.
Fredy juga menjelaskan, sediaan ini sebenarnya sudah ada sejak 1999, tapi saat itu di Indonesia memang belum dipasarkan secara luas sebagai obat bebas. Namun, setelah benar-benar terbukti keamanan dan efektivitasnya, serta telah mendapat ijin dari Dirjen POM, maka sejak beberapa waktu lalu produk krim kombinasi yang dinamai Daktarin Diaper ini, dapat dibeli secara bebas di apotek.
Martin
KOMENTAR