Menanggapi hal ini, Parlin tak setuju bila contoh dua kasus di atas disebut sebagai kasus keracunan obat. Parlin lebih sepakat ini disebut sebagai reaksi alergi obat. Dalam dunia medis alergi obat diklasifikasikan sebagai adverse drug reaction atau reaksi simpang obat.
Reaksi semacam ini memang bisa terjadi pada siapapun, tak jauh berbeda dengan reaksi alergi pada makanan. "Memang, seluruh bahan obat berpeluang menyebabkan terjadinya reaksi alergi pada seseorang," ungkap Parlin.
Namun, berat dan tidaknya reaksi yang ditimbulkan tergantung dari sensitivitas imun yang mengenali bahan obat sebagai benda asing. Reaksi yang bersifat ringan biasanya hanya menimbulkan bengkak pada mulut atau mata. Atau berupa gatal di bagian tubuh tertentu seperti kaki, tangan, dada, atau seluruh tubuh.
Sedangkan reaksi yang lebih berat bisa menimbulkan kulit melepuh dan pecah-pecah, atau biasa disebut stevens jhonson syndrome. Bahkan gejalanya juga bisa membuat sesak nafas hingga pingsan, akibat tekanan darah anjlok tiba-tiba.
"Ini sama sekali tak ada hubungannya dengan kondisi tubuh seseorang. Hanya soal kepekaan saja," Parlin meluruskan anggapan yang mengaitkan sakit pendahulu dengan reaksi alergi pada seseorang.
Reaksi alergi ini merupakan bawaan yang sudah dimiliki seseorang sejak lahir, begitu pula potensi reaksi yang mungkin terjadi. Bukan hanya reaksi alergi yang patut diwaspadai dari reaksi simpang obat ini, kontraindikasi obat pun patut diberi perhatian.
Obat-obatan tertentu diketahui berpotensi menimbulkan reaksi terhadap kondisi tertentu. Misalnya, pada wanita hamil dilarang menggunakan antibiotik tetrasiklin yang dapat menimbulkan kelainan pada janin.
Pada penderita asma tak boleh menggunakan obat darah tinggi jenis beta blocker yang bisa memicu asma kambuh. Obat golongan steroid tak boleh diberikan kepada orang dengan luka (ulkus) lambung, karena dikhawatirkan bisa memicu perdarahan lambung. "Biasanya kontraindikasi obat sudah tercantum pada kemasan obat dan sudah diketahui oleh dokter yang meresepkan obatnya," tegas Parlin.
Laili Damayanti
KOMENTAR