* Usia 0 - 2 Tahun:
Ini merupakan awal masa perkembangan sensorik-motorik sehingga semua tingkah laku dan pemikiran anak didasari pada hal itu. Untuk anak seusia ini, pilih cerita dengan obyek yang ada di sekitar lingkungan anak. "Soalnya, anak memerlukan visualisasi dari apa yang kita ceritakan. Untuk mempermudahnya, pilih sesuatu yang sudah ia kenal," terang Sri Tiarti. Misalnya, kita bisa mengarang cerita tentang sepatu atau kucing yang ada di rumah. Dengan demikian, anak makin mudah memahami cerita karena obyek yang ada dalam cerita, sangat akrab dengan kehidupan sehari-harinya.
Anak usia 0-2 tahun, kata Sri Tiatri, umumnya belum bisa berfantasi oleh karena keterbatasan bahasa mereka. "Makanya kalau mau menggambarkan suara anjing, ya, harus persis dengan salak anjing," katanya.
Jika Anda memilih bercerita dengan bantuan buku, cari buku dengan sedikit teks, tapi sarat gambar. Ini agar mereka tak bosan dan akhirnya berkurang minatnya. Anggaplah buku itu sebagai bagian dari mainan dan hiburan.
* Usia 2 - 4 Tahun:
Tahapan ini adalah usia pembentukan. Banyak sekali konsep-konsep baru yang harus si kecil pelajari di masa ini. Di umur 2-4 tahun, anak amat getol mempelajari manusia dan kehidupan. Itulah sebabnya mereka suka sekali meniru tingkah laku orang dewasa. Ini, misalnya, diungkapkan lewat main tamu-tamuan, dokter-dokteran, dan lainnya.
Bisa juga orang tua menceritakan perihal karakter-karakter binatang yang disesuaikan dengan keseharian anak. Ini bisa dilakukan karena anak sudah pandai berfantasi. Fantasi ini mencapai puncaknya saat mereka berusia 4 tahun. Begitu tingginya daya imajinasi anak pada usia ini, kadang ia tidak bisa membedakan antara kenyataan dan fantasi. Itu pula sebabnya di usia ini anak amat takut pada kegelapan atau sesuatu yang menakutkan.
* Usia 4 - 7 Tahun:
Di usia ini si kecil sudah bisa diperkenalkan pada dongeng-dongeng yang lebih kompleks, semisal dongeng Timun Mas. Mereka juga sudah mulai menyukai cerita-cerita tentang terjadinya suatu benda dan bagaimana cara kerja sesuatu. Inilah kesempatan orangtua untuk mendorong minat anak.
Saat anak duduk di bangku SD pun, dongeng masih efektif untuk diberikan. Bukankah di sekolah juga tetap diajarkan cerita fiksi atau nonfiksi? Apa pun, salah satu fungsi dongeng adalah enjoyable (memberikan hiburan). "Nah, hiburan, kan, perlu juga untuk perkembangan anak. Selain itu, dongeng juga meningkatkan apresiasi anak terhadap sastra," kata Sri Tiarti.
Sumber cerita, jelasnya lebih lanjut, tak melulu harus dari buku. Pengalaman Anda sebagai ayah dan ibu semasa kecil, bisa pula dijadikan cerita menjelang tidur atau di saat santai. "Anak-anak senang, lo, mendengar cerita tentang ayah atau ibu mereka waktu kecil. Saat sang ayah main layang-layang atau cerita ibunya yang menangis pada hari pertama sekolah, dan lainnya." Mungkin, termasuk cerita masa kecil ayah yang suka "mencuri" mangga tetangga!
Kiat Mendongeng
KOMENTAR