Musik sudah bukan hal asing bagi Isyana. Ia memang terlahir dan dibesarkan dalam keluarga pencinta musik. Dari cerita Sang Bunda yang kerap ia dengar, sejak dalam kandungan rupanya Isyana telah terbiasa mendengar musik, “Saat ibu hamil, beliau selalu mendengarkan musik-musik klasik,” ungkap dara kelahiran Bandung, 2 Mei 1993 ini.
Menginjak usia 3 tahun, ibunda Isyana, Luana Marpanda yang juga seorang guru musik (piano) mendapat beasiswa pendidikan di Belgia. Semua anggota keluarganya pun diboyong, termasuk si bungsu Isyana.
Sejak itu, bakat dan musikalitas dalam diri Isyana kian berkembang. Ia menguasai sejumlah instrumen musik seperti piano, electone, flute, biola dan saksofon. Kemampuan vokalnya yang menonjol sejak usia dini juga makin terasah. Ia terkesan begitu menikmati waktu les musik semasa kecilnya.
Tak heran bila Isyana berhasil menyabet berbagai penghargaan. Antara lain 3 kali Juara Grand Prix Asia Pasific Electone Festival (2005, 2008, 2011); Juara 1, Kategori Professional, Kompetisi Vokal Nasional Tembang Puitik Ananda Sukarlan, Indonesia (2013); Gold Certificate, 5th Bangkok Opera Foundation Singing Competition Bangkok, Thailand (2013); Juara 1, 6th Tan Ngiang Kaw/Tan Ngiang Ann Memorial Vocal Competition, Singapore (2012), dan masih banyak lagi.
“Orangtua melihat aku sejak kecil sudah suka ikut kompetisi. Panggung bukan hal asing bagiku. Seperti electone festival, mulai dari tingkat nasional, Asia, dan internasional. Aku sudah 3 kali menjuarai Asia dan 2 kali dikirim ke Jepang karena menang komposisi dan lainnya. Makanya mereka semakin mendukung aku, apalagi mereka juga yang memperkenalkan aku dengan dunia ini.”
Sulit Beradaptasi
Pulang dari Belgia, Isyana yang berusia 7 tahun pun makin giat berlatih electone. Karena juga senang membuat komposisi lagu, sempat terbersit di diri Isyana untuk menjadikan musik ladang profesi hidupnya ke depan. “Pertama kali mengenal kata cita-cita, kalau anak lain bilang mau jadi dokter atau pilot, kalau aku ingin jadi maestro (konduktor orkestra sekaligus komposer). Aku harus menggapai mimpi itu karena hidup dan matiku hanya untuk musik,” kata Isyana yakin.
Seiring waktu berjalan, Isyana yang terbiasa mendengar musik klasik sempat terbengong-bengong ketika kakak perempuannya, Rara Sekar Larasati yang juga vokalis grup duo Banda Neira mencoba mengenalkannya pada genre musik lain, “Zaman aku kecil, kan, ada Backstreet Boys dan Spice Girls. Nah, kakak lah yang memperkenalkan musik pop itu ke aku. Termasuk RnB. Sampai aku mikir, oh ternyata ada ya genre musik selain klasik. Ha ha ha.”
Merasa terinspirasi, itu sebabnya kini Isyana menyebut musiknya berupa exploration of pop tanpa mengesampingkan vokal operanya. Atas saran kakaknya pula, situs Youtube lalu dipilih Isyana untuk mengunggah karyanya. Masih di jalur pop. Termasuk kreativitasnya membuat video cover hits penyanyi asing lewat alunan suara dan denting pianonya. Sebut saja lagu milik Taylor Swift, Ariana Grande, Pharell Williams, Clean Bandit.
Saking menikmati kegiatannya yang tak pernah jauh dari musik, Isyana mengaku sempat tak menikmati masa kecil seperti anak-anak seusianya. Meski sekadar nonton film kartun pun, “Aku lebih memilih hanya 10 menit nonton teve, tapi 50 menit bermain piano. Jadi, suka enggak tahu ada film kartun apa yang lagi tayang atau populer,” kenangnya.
Ia juga tak menampik pernah menjadi pribadi yang begitu tertutup. Kesehariannya hanya diisi musik dan musik. “Kebayang enggak sih, saat itu aku susah bersosialisasi, enggak punya teman, enggak tahu film kartun. Jadi benar-benar musik aja. Aku itu introvert. Tapi, kalau di panggung bisa sangat ekpresif. Kenapa, ya? Susah juga menjelaskannya. Ya, ini lah aku kelihatannya pendiam memang kalau bertemu orang baru,” ungkapnya lugas.
Barangkali, masih kata Isyana, ia tak mudah beradaptasi karena sejak kecil sudah tinggal di Belgia. Bahasa Belanda lebih mudah ia ucapkan ketimbang bahasa ibu. Karena tak terbiasa itulah justru ada banyak kejadian lucu dari keisengan Isyana.
KOMENTAR