Kala itu, anak sulungku berusia 4,5 tahun dan si bungsu baru 4 bulan. Aku dibantu kedua orangtuaku, berusaha membesarkan ketiga anakku. Mengenang nasibku, aku sempat protes kepada Tuhan. "Belum puaskah Kau, Tuhan? Sejak kecil Magda menderita. Setelah besar, masih pula Engkau memberi cobaan. Ambil saja nyawaku!"
Namun buru-buru aku sadar dan merasa telah berdosa protes kepada Tuhan. "Tuhan, ampuni aku. Maafkan aku. Aku yakin Tuhan begitu baik." Semangatku pun timbul lagi. Aku berjanji akan selalu menemani Magda. Aku akan berusaha semampuku agar Magda bisa disembuhkan.
Sekitar jam 20.00, sampailah kami di RS Vita Insani, Pematang Siantar. Magda langsung dimasukkan ke ICU dan mendapatkan perawatan. Kondisinya memang kritis. Kepada dokter kusampaikan, "Aku percaya dokter akan dipakai Tuhan untuk menyelamatkan Magda."
Hari berikutnya, Magda mesti menjalani transfusi darah. Saat itu, aku sudah mengalami keajaiban Tuhan. Betapa tidak, Magda butuh 1.000 cc darah atau butuh empat kantong darah. Aku mesti mencari ke PMI. Aku sempat bingung. Sebagai orang kampung di Balige, aku tak kenal wilayah Siantar. Di mana pula kucari alamat PMI? Di sisi lain, aku hanya bawa uang Rp800 ribu. Apakah cukup? Aku lalu teringat pendeta yang tinggal di Siantar.
Aku menelepon sang pendeta dan mengadukan nasib Magda. Ia memintaku tenang. Ia akan menghubungi beberapa mahasiswa yang bersedia mendonorkan darahnya. Benar saja, ada tiga mahasiswa yang golongan darahnya sama dengan Magda, segera datang ke RS. Transfusi darah pun berjalan lancar, tanpa aku banyak mengeluarkan biaya.
Dokter Indra, ahli penyakit saraf yang menangani Magda mengatakan, Magda mengalami cedera kepala berat. Hasil scanning mengungkapkan, tak ada perdarahan di otaknya. Namun Magda mengalami yang dalam bahasa kedokterannya disebut Dypus Axonal Injery, yaitu sel-sel saraf sudah cedera semua. Kondisi Magda disebutnya sadar, tapi tidak responsif. Organ tubuhnya melemah dan tak bisa mengenali lingkungannya.
Magda juga sudah menjalani operasi pemasangan pen di kaki kanannya yang patah. Operasi yang dilakukan berjalan lancar. Untuk menuju kesembuhan, memang sulit sekali. Andai bisa sembuh, semua karena Kuasa Tuhan. Tapi aku percaya betul pada mukjizat-Nya. Bukankah tak ada yang mustahil bagi Tuhan?
Aku pun mengalami berbagai keajaiban. Yang terutama tentu saja soal biaya. Namun berkat bantuan kerabat dan sahabat, semua biaya bisa diatasi. Pimpinan dan tim medis pun membantuku mengurus Jamkesmas. Sampai saat ini, semua biaya bisa diatasi. Memang, ada obat dan beberapa kebutuhan yang butuh biaya cukup besar, yang tak bisa diganti dengan Jamkesmas. Misalnya susu, vitamin, dan makanan yang cukup gizi.
Magda memang perlu asupan gizi tinggi. Untuk biaya-biaya lain itu, aku mendapat bantuan dari gereja. Aku percaya, banyak umat Tuhan yang membantu kesembuhan Magda. Terbukti, Tuhan tak pernah tidur. Sampai sekarang, Tuhan sendiri yang mencukupi kebutuhanku melalui banyak cara.
Buat aneka kerajinan
Aku merasakan, kondisi Magda meski pelan, menunjukkan perkembangan baik. Setelah 1,5 bulan di RS Vita Insani, Magda selanjutnya dirawat di RSUD Djasemen Saragih. Setelah tiga bulan, Magda berhasil melewati masa kritis. Ia sudah tak lagi di ICU. Namun saat itu kondisinya, maaf, seperti mayat hidup. Tak ada gerakan, tak bisa apa-apa. Beratnya pun terus menurun, sampai tinggal tulang saja.
KOMENTAR