Tumbuh dan besar dalam keluarga berdarah seni telah membuat wanita kelahiran Bandung, 24 Desember 1963 ini tak bisa lepas dari dunia seni. "Sejak kecil saya sudah sering diajak melukis bersama Bapak. Saya juga sering dijadikan model oleh Bapak. Kalau Bapak ada kesempatan ke luar negeri untuk mengapresiasi lukisan di sana, juga sering mengajak saya. Ibu R. Hj. Djuariah Iskandar, juga seorang pelukis, makanya kakak-kakak, saya, dan adik jadi suka melukis. Tapi yang akhirnya menekuni dunia ini hanya saya," ujarnya saat ditemui di Galeri Batik Abstrak miliknya di kawasan Sarijadi, Bandung.
Tak heran jika kemudian ibu tiga anak ini mendirikan galeri seni pribadi pada Juli 1998. "Saya tidak hanya melukis, tapi juga membuat puisi dan menulis cerpen. Semua kegiatan seni tadi saya fokuskan semua di galeri," kata Tetet yang juga berprofesi sebagai dosen.
Merasa ingin semakin memopulerkan dunia seni, Tetet lantas mendirikan sanggar seni dengan membuat pusat kegiatan belajar bagi masyarakat awam yang kurang beruntung. "Pusat kegiatan seni ini memang saya tujukan untuk anak-anak yang tidak mampu dan anak-anak jalanan, agar mereka bisa produktif walaupun dalam keadaan kurang beruntung," ujarnya.
Keinginan Tetet membekali ilmu dan keterampilan kepada anak-anak kurang beruntung ini memang sangat diseriusinya. Hingga tahun 2014 ini, sudah ada 12 angkatan anak-anak sanggar seni yang dibinanya.
Kegiatan ini pun menjadi fokus utama Tetet agar tetap bisa berkontribusi kepada masyarakat. "Dengan apa mereka bisa memiliki mata pencaharian, tentunya dengan modal keterampilan. Maka, saya berikan kursus gratis kepada anak-anak kurang beruntung tadi di sanggar yang saya miliki ini," tuturnya.
Berani Berinovasi
Seiring waktu, galeri Tetet tak hanya didatangi oleh anak-anak kurang beruntung atau anak-anak jalanan saja, melainkan banyak juga kalangan masyarakat lain yang khusus datang ke galerinya untuk mempelajari seni yang diajarkan Tetet.
Melihat apresiasi ini, akhirnya terbersit dalam pikiran Tetet untuk mengenalkan karyanya lebih luas lagi sehingga bisa dinikmati lebih banyak orang lagi. "Awalnya saya hanya berpikir, bagaimana caranya agar karya-karya saya bisa dinikmati oleh semua orang. Saya ingin karya-karya saya juga bisa dinikmati oleh siapa pun, dari kalangan mana pun. Ketika saya membuat puisi, kemudian saya terjemahkan dalam lukisan, saya lalu terpikir untuk menuangkannya juga ke dalam selembar kain. Kemudian, kain tadi saya rancang menjadi baju," tuturnya mengawali kisahnya membuat Batik Abstrak.
Tepat di tahun 2007, Tetet mulai bereksperimen dan melakukan inovasi dengan mengaplikasikan karya puisinya ke dalam bentuk lukisan dan menuangkannya kembali ke atas sehelai kain. "Di awal percobaan, saya mencoba membuat dua helai kain yang saya lukis. Kemudian saya potong kain itu menjadi baju. Ketika saya pakai, kok, banyak yang tanya, lalu minta dibuatkan juga. Akhirnya, saya bikin lagi tujuh helai kain. Dan, hingga hari ini sudah lebih dari 300-an helai kain saya produksi yang berhiaskan motif lukisan saya, yang kemudian saya sebut Batik Abstrak," jelas Tetet seraya mengaku, semasa remaja sempat bercita-cita menjadi penyanyi.
Menurut Tetet, apa yang dilakukannya dalam memproduksi kain Batik Abstrak, diawali berkat promosi dari mulut ke mulut. Tak ayal, pamor Batik Abstrak semakin naik. Seiring waktu semakin populer Batik Abstrak, semakin banyak pula orang yang berusaha mencari tahu mengenai Batik Abstrak dengan mendatang galeri milik Tetet.
"Saya tidak pernah berpromosi, orang banyak datang ke mari tahunya dari mulut ke mulut. Akhirnya, tak hanya orang Bandung saja yang datang ke sini, orang-orang dari luar kota dan luar negeri pun banyak datang ke sini. Mereka ingin tahu dan melihat langsung cara pembuatan Batik Abstrak seperti apa. Banyak juga yang bertanya apa makna setiap motif yang saya jadikan Batik Abstrak dalam sehelai kain. Tiap motif memang memiliki filosofinya masing-masing," ujar Tetet.
KOMENTAR