Di tangan perempuan yang tinggal di Yogyakarta ini, pelatihan komputer yang sudah dianggap barang basi disulap menjadi bisnis sosial yang banyak dicari orang. Kini lembaga pendidikan komputer milik ibu rumah tangga berusia 39 tahun ini sudah menelurkan lebih dari 11 ribu murid, dari siswa TK, ibu rumah tangga, guru, sampai tentara.
Bagaimana bisa terpikir punya usaha Smart Colleague?
Sebelumnya, saya sudah menggeluti bisnis konveksi membuat seragam TK sejak belasan tahun silam. Bahkan, sejak SD saya, sulung dari enam bersaudara, sudah mulai berbisnis, membuat sendiri kering singkong pedas untuk dititipkan ke koperasi sekolah. Perekonomian orangtua kami dulu sangat terbatas, tapi ibu secara tak langsung mengajari saya untuk selalu berpikir kreatif dan efisien. Lulus kuliah, saya sempat bekerja kantoran di Jakarta pada 1998, tapi tak sampai setahun karena tidak betah. Setelah pulang ke Yogyakarta lagi, saya membesarkan usaha konveksi dan warung yang baru saya mulai. Setelah menikah dengan suami, Himawan Edi Putranto Dibyo Seputro (49), sebetulnya saya ingin membuat sekolah TK berbasis agama, teknologi, dan pendidikan karakter.
Lalu?
Suami mengingatkan, dengan membuat TK, hanya sedikit anak yang bisa saya jangkau. Saya lalu tertarik mengadakan pelatihan komputer untuk murid TK. Ketika saya tawarkan hal itu ke sebuah TK, langsung disambut positif. Padahal, waktu itu saya belum punya komputernya. Begitu disetujui, pada 2010 saya langsung beli 25 buah laptop ukuran 10 inci. Oleh karena belinya di toko milik teman, saya boleh membayar Rp10 juta dulu, sisanya dicicil. Ketika saya tawarkan pelatihan itu ke TK-TK lain, mereka setuju. Saya lalu merekrut pengajar lebih banyak. Jadwal pelatihan pun jadi padat.
Apa saja materi pelatihannya?
Materi pelajaran TK kami buat dalam bentuk CD edugame. Nama programnya 3 in 1, karena belajar satu dapat tiga pelajaran sekaligus, yaitu belajar materi, komputer, dan Bahasa Inggris. Misalnya, untuk pelajaran mewarnai. Bahasa pengantarnya pun kami selipkan Bahasa Inggris, agar sedini mungkin mereka mengenal Bahasa Inggris. Sementara isi materi pelatihan dan bahasa pengantar, tergantung permintaan sekolah. Salah satu pelajaran penting dalam pelatihan adalah tertib mengoperasikan komputer, karena banyak juga kami temui orang dewasa yang tidak tertib terhadap alat. Nah, jika semua sudah diajarkan lewat komputer, peran guru adalah memeluk, menyayangi, dan memuji murid. Pendeknya, memanusiakan manusia, termasuk berempati dan mengarahkan murid, karena komputer tak bisa melakukan hal itu.
Bagaimana akhirnya melatih orang dewasa juga?
Mungkin kita sudah biasa bergaul dengan internet dan Bahasa Inggris. Namun ketika menengok ke orang-orang di sekitar, ternyata masih banyak yang belum melek gadget, terutama orang-orang berusia di atas 45 tahun. Ketika saya pertama kali masuk ke TK di daerah perbatasan Yogyakarta untuk menawarkan program pelatihan komputer bagi siswa di sana, gurunya bilang, jangankan muridnya, gurunya saja belum pernah pegang komputer. Akhirnya, saya tawarkan untuk mengajari para guru juga. Yang penting, jumlah minimal pesertanya 25 orang, agar biaya pelatihannya menjadi tidak mahal. Mereka belajar di pendopo secara lesehan dengan menggunakan kursi TK yang dibalikkan. Melihat semangat belajar mereka, saya merinding dan terharu. Sampai sekarang, sudah 37 kelompok Ikatan Guru TK (IGTK) di Yogyakarta yang sudah kami latih. Berawal dari IGTK pertama itu, permintaan mengajar untuk orang dewasa jadi berkembang.
Bedakah materi pelatihan untuk orang dewasa?
Untuk dewasa, materinya sesuai kebutuhan, lalu kami mencarikan gurunya. Biayanya juga jadi berbeda, karena gurunya dari luar. Memang, 80-90 persen materi pelatihan yang
diminta adalah komputer dasar, tapi ada pula yang minta komputer akuntansi dan lain-lain. Kami juga diminta untuk mengajari para pengusaha kecil binaan Bank Indonesia (BI) Yogyakarta. Oh ya, salah satu pelajaran penting dalam pelatihan adalah tertib mengoperasikan komputer, karena sering kami temui orang dewasa yang tidak tertib terhadap alat.
Bagaimana cara mengajari para peserta anak dan orang dewasa?
KOMENTAR