Per orang Rp6.500 per sesi. Satu sesi lamanya satu jam, seminggu sekali pertemuannya dengan minimal 25 peserta yang didampingi tiga guru. Memang murah, karena saya ingin pelatihan ini terjangkau bagi semua orang. Saya menganggap ini adalah bisnis yang berwawasan sosial dan kegiatan sosial yang bisa mendanai dirinya sendiri. Minimal bisa untuk menggaji karyawan dengan layak.
Apa suka-duka mengajar mereka?
Rasanya tak percaya, jumlah murid kami sudah mencapai 11 ribu orang. Ternyata pelatihan ini begitu besar manfaatnya buat orang lain. Melihat guru TK senang atau memberi masukan atas pelatihannya, saya bahagia. Berarti mereka merespons dengan baik materinya. Tiap pulang mengajar, para pengajar sering dibawakan buah-buahan oleh peserta. Orang yang sudah berusia 70 tahun, juga ada yang jadi murid. Ketika sudah bisa, mereka jauh lebih excited dibanding yang muda. Murid TK yang ada di pedesaan pun sangat ekspresif. Oh ya, paling susah menarik komputer dari tangan anak-anak setelah pelatihan selesai. Dukanya, oleh karena ini berhubungan dan melayani orang banyak, mengoordinasikannya tidak mudah.
Apa tantangan dan kesulitannya?
Kami jadi tertantang untuk terus berinovasi. Sebab, awalnya kami tidak punya silabus. Metode kami, kan, baru semua, tidak mencontoh dari orang lain, jadi rentan dikomplain. Kami juga berdiskusi dengan pihak sekolah atau peserta untuk terus memperbaiki kualitas pelatihan. Kesulitannya, terkadang susah mendapatkan satu spesifikasi komputer yang sama dalam jumlah besar sekaligus. Spesifikasi komputernya saya minta yang terendah dan harganya termurah. Yang penting, setiap komputer program Office-nya resmi. Saya beli stiker aslinya seharga Rp400 ribu per buah.
Ada berapa jumlah komputer untuk mengajar saat ini?
Ada 200 buah, yang saya bagi jadi delapan kelompok, masing-masing 25 buah. Tiap kelompok ditargetkan untuk mengajar 100 anak per hari, dan sudah penuh jadwalnya dari Senin sampai Sabtu. Belum lagi kelas untuk dewasa, biasanya siang, sore, atau malam. Baik untuk anak maupun dewasa, kontrak pelatihannya berlangsung setengah atau satu tahun, tergantung keinginan. Ada
juga yang insidentil, misalnya intensif selama liburan atau permintaan khusus dari instansi maupun privat.
Omong-omong, mengapa teknologi informasi yang dipilih untuk anak TK dan dewasa?
Kita harus membekali anak dengan teknologi untuk hidup di masa mendatang. Untuk orang dewasa, minimal agar mengenal dan nyambung saat diajak bicara soal teknologi informasi. Sebab, anak-anaknya biasanya sudah akrab bahkan jago komputer dan internet. Namun banyak juga kami temukan orangtuanya sama sekali buta hal itu. Padahal, teknologi informasi punya sisi positif dan negatif. Nah, jika ibu-ibunya tak kenal teknologi informasi, Facebook, Twitter, internet, serta tak tahu positif-negatifnya, bagaimana bisa mengarahkan dan menjaga anak-anaknya? Lagi pula, mereka juga bisa memanfaatkannya, misalnya untuk mengembangkan usaha. Selain itu, kini sudah jarang ada lembaga kursus komputer. Yang mau belajar malu datang, yang mengajar menganggap masanya sudah lewat. Namun ketika kami olah lagi "barang basi" ini dengan pendekatan dan cara berbeda, mereka antusias. Ibaratnya, lagu lama kami aransemen baru. Kami senang bisa berbuat sesuatu yang bermanfaat, memberdayakan lingkungan, dan mendidik masyarakat.
Bagaimana bila ada yang tertarik menduplikasi lembaga kursus ini?
Beberapa kali, sebetulnya instansi pemerintah dari berbagai kota, bahkan dari luar Jawa, datang dan mempelajari sistem kami untuk diduplikasi. Sampai saat ini, saya belum bekerja sama dengan pihak lain, meski sudah banyak yang minta. Walaupun sudah punya izin lembaga kursus, saya masih berpikir ulang karena ini tidak gampang. Terutama dalam menjaga komitmen. Sulit karena jumlah pengajarnya banyak dan pelatihannya berkali-kali dalam sehari. Saya pun merasa masih belum maksimal menyajikan pelatihan dan sistemnya. Lagipula, iklim belajar di setiap tempat, kan, belum tentu sama seperti di Yogya. Di tahun ajaran depan, kami akan buka cabang di Magelang. Sekarang, saya sedang ikut pelatihan Program Wirausaha Baru yang diberikan Bank Indonesia selama setahun, karena saya terpilih jadi salah satu dari 20 usaha binaannya.
Sebagai ibu rumah tangga yang sukses berbisnis dan diapresiasi banyak orang, bagaimana rasanya?
Secara pribadi, saya merasa apa yang saya lakukan ini hanya mengalir saja dan untuk mendapat rida suami dan Allah. Bahwa ternyata orang lain mengapresiasi, saya anggap sebagai bonusnya. Saya hanya ingin menginspirasi, apa yang saya lakukan ini juga bisa dilakukan oleh ibu-ibu yang lain.
HASUNA DAYLAILATU
KOMENTAR