Baca berita tanpa iklan. Gabung Nova.id+
Susah Cari Saksi

Kamis (21/2) saya datangi Polres Jakarta Timur untuk melaporkan kejadian ini, sekaligus minta surat untuk melakukan visum. Lalu saya bawa F ke RS Polri, Keramat Jati. Betapa kagetnya saya ketika melihat hasil visum yang menyatakan tak ditemukan tanda luka pada bagian anus F. Jumat (22/2) saya kembali datangi Polres Jakarta Timur untuk menindaklanjuti laporan. Untuk membantu pelaporan ini, saya sempat cari beberapa tetangga yang siap bersaksi. Kebetulan ada yang mengaku melihat F sering main di rumah E.

Ternyata tak mudah mendapatkan orang yang bersedia bersaksi di Polres Jakarta Timur. Seorang saksi menolak karena masih berkerabat E, Pak RT mengaku sibuk, dan seorang saksi lain enggan bersaksi lantaran ada yang melarang. Yang melarang mengaku sebagai polisi bernama Sol, bertugas di RS Polri.

Di hari yang sama, saya minta surat pengantar visum untuk mendapat second opinion di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM). Hasil visum di RSCM ternyata berbeda dengan hasil visum RS Polri. Pihak RSCM menyatakan, anus F memiliki luka akibat benda tumpul. Antara sedih dan bahagia mendengarnya karena akhirnya saya merasa akan segera mendapat keadilan.

Dimaki Tetangga

Usai melakukan visum kedua, saya kembali ke Polres Jakarta Timur. Dari hasil pemeriksaan, pihak Polres memutuskan menangkap E dan S. Jumat (22/2) sore, ketika saya pulang bersama polisi, ternyata E dan S serta keluarganya sudah menunggu saya. Mereka berkerumun di depan rumah sambil memaki-maki saya. Beragam kata-kata kotor keluar dari mulut mereka. Bahkan E berkata, "Kalau saja nembak halal, saya tembak kamu!"

Mendengar caci maki mereka, anehnya saya tak takut. Saya justru makin ingin melawan. Saya bilang, "Yang harusnya marah itu saya, bukan Anda!" Saya berani karena merasa benar. Jadi, buat apa takut? Tanpa mereka ketahui, di belakang saya sudah ada beberapa polisi yang langsung menangkap E dan S. Usai penangkapan, saya dan keluarga masih tinggal di rumah. Tapi kami merasa tak nyaman, karena tetangga sekitar masih punya ikatan kekerabatan dengan E dan S. Akhirnya kami pindah ke rumah kerabat agar lebih tenang. Sempat beberapa kali saya pulang ke rumah mengambil baju, namun mendapat tatapan sinis dari tetangga. Jangankan menegur, melihat saya pun tidak.

Yang saya harapkan cuma satu, mendapatkan keadilan. Beruntung saya sudah dapat jaminan dari kepolisian untuk mengusutnya sampai tuntas. Saya terkadang masih suka menangis tiap melihat F dan memikirkan bagaimana nasibnya kelak. Sebagai ibu, saya merasa gagal. Saat ini saya dan suami belum bisa kembali bekerja, masih fokus menjaga anak-anak. Semoga kami bisa membantu F mengatasi traumanya. Sampai kini F masih suka mengigau saat tidur.

Meski usianya masih 5 tahun, F terhitung sangat pintar. Ketika dilakukan pra-rekonstruksi, F bisa menceritakan yang dialaminya. Bahkan F bisa menunjukan foto Om Melotot dan Om Tinggi. Dari situ, pihak kepolisian yakin pada cerita F.

Saran saya untuk para orangtua, bersikaplah lebih waspada terhadap lingkungan dan orang lain. Bangun komunikasi yang baik agar anak bisa bercerita dengan nyaman apa yang mereka alami. Jika ada yang mengalami hal seperti ini, jangan anggap sebagai aib. Jangan menunggu waktu lama untuk berani melapor polisi.

Suara Hati Bunda Korban Sodomi Saya Merasa Gagal Jadi Ibu
nova.id
Suara Hati Bunda Korban Sodomi Saya Merasa Gagal Jadi Ibu

"Foto: Edwin / NOVA "

Darurat Kejahatan Seksual

Data Komnas PA menyatakan, sejak Januari hingga Februari 2013 telah terjadi 2-3 kejahatan seksual per hari di Jabodetabek. Total, jumlah laporan kekerasan terhadap anak di Jabodetabek mencapai 120 kasus, 83 kasus di antaranya kejahatan seksual.

Menanggapi kasus yang menimpa F, Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengatakan, apa yang dilakukan E dan S tak bisa dinyatakan sebagai penyimpangan seksual. "Itu perlakuan di luar akal sehat manusia yang beradab. Mereka berdua sadar betul, melakukan itu terhadap seorang balita."

Kejahatan seksual, lanjut Arist, sudah menembus batas. "Sudah tak rasional. Itu bentuk manusia saat ini. Pelakunya bisa seorang polisi, guru sekolah, guru spiritual, ayah kandung, ayah tiri, sampai ke penjaga sekolah, dan pedagang keliling. Tak berlebihan jika dari data yang ada bisa dikatakan, negara ini ada dalam keadaan darurat kejahatan seksual. Anak sudah tak lagi dianggap manusia, tapi dianggap sebagai obyek seks dan perdagangan manusia," bebernya.

Kembali ke soal data kekerasan terhadap anak, dari seluruh wilayah Jabodetabek, Jakarta Timur menjadi lokasi dengan tingkat kejahatan seksual tertinggi. "Salah satu penyebabnya, wilayah Jakarta Timur adalah wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak."

Untuk itu, Arist sedang berjuang melakukan beberapa hal demi mengurangi tingkat kekerasan terhadap anak. "Pertama, mengamandemen UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak agar sanksi bagi para pelaku kejahatan seksual minimal 20 tahun penjara dan maksimal hukuman mati. Juga akan ada sanksi sosial dengan menyebar wajah pelaku kejahatan seksual ke publik. Kedua, kami akan bangun sistem perlindungan anak di tingkat RT dan RW. Masyarakat perlu terlibat demi mencegah terjadinya kejahatan terhadap anak," tegasnya.

 Edwin Yusman F.


Halaman Sebelumnya


PROMOTED CONTENT

Berita yang lebih lengkap dan dalam ada di Tabloid NOVA. Belinya enggak repot, kok.

Sahabat NOVA bisa pilih langganan di Grid Store, atau baca versi elektroniknya (e-magz) di Gramedia.com, MyEdisi, atau Majalah.id.

Penulis : nova.id
Editor : nova.id

KOMENTAR

Tag Popular

#wina Widodo

#eeng Wiratmaja

#athina Papadimitriou

#dhini Aminarti Hamil

#enrico Tambunan

#fibroadenoma Mammae

#tabloid Nova Terbaru

#lebaran 2024

#mudik Gratis

#tiket Mudik Gratis