Pietra lantas berbagi rahasia agar siap menjadi entrepreneur sejati. "Harus siap mikir 24 jam. Ha ha ha. Mengurus bisnis, harus siap fokus dan memberikan effort lebih. Jika hanya menginginkan usaha sambilan, ya, uangnya juga pasti sambilan."
Mendirikan usaha restoran sekarang ini rupanya tak cukup mengandalkan masakan enak saja. Setidaknya, itu menurut Helena Waty (37) dari Picture in Design (PID). "Zaman dulu mungkin banyak restoran survive hanya mengandalkan rasa masakan. Tapi dengan menjamurnya restoran seperti sekarang ini, strategi marketing dan branding yang bagus menjadi kunci," ujar Helena. Nah, di sinilah PID berperan.
Bersama tim yang berjumlah 14 orang, PID berlaku sebagai one stop solution bagi pengusaha restoran yang ingin berpromosi. Untuk pembuatan logo, buku menu, flyer, dan poster, PID menyediakan food photographer dan graphic designer profesional. Untuk menjaga kualitas cetak, PID pun memiliki alat cetak khusus. "Tapi kami juga sangat fleksibel," tutur Helena.
Artinya, "Setiap bertemu klien saya selalu bertanya, mereka butuh apa? Apakah sekadar konsep atau seluruh strategi marketing mau kami tangani? Harganya pun pasti berbeda," lanjut ibu dua anak ini. Tak jarang, Helena menjadi tempat berbagi pengalaman pada pemilik restoran yang baru menangani bisnis ini. "Selain menu yang harus memiliki ciri khas, sebuah restoran juga harus punya desain buku menu dan logo yang bagus," kata Helena.
Hal ini, lanjut Helena, berpengaruh terhadap imej yang hendak dibangun oleh restoran tersebut. "Konsumen di Indonesia inginnya pergi ke restoran yang makanannya enak, harganya murah, dan tempatnya tampak bergengsi. Yang terakhir ini bisa dilakukan dengan pengadaan buku menu dan desain flyer yang bagus. Apalagi jika targetnya memang anak muda."
Dari kliennya yang kini sudah berjumlah 130-an restoran, Helena pernah mengadakan survei kecil-kecilan. "Ternyata menu yang dilengkapi foto, penjualannya lebih tinggi. Maka, saya selalu sarankan ke klien untuk memberi foto pada menu yang memiliki margin keuntungan paling tinggi."
Untuk menciptakan buku menu dan foto makanan yang menarik selera pembeli, Helena tak segan mengajak timnya terlebih dulu makan di restoran itu. "Biar lebih dapat feel-nya," tukas wanita yang menangani berbagai restoran, mulai dari kelas middle-low hingga middle-up. "Untuk yang middle-low, kami punya paket ekonomis. Misalnya, penggunaan materi buku menu yang lebih murah. Meski murah, tapi desain tetap bagus." Untuk restoran middle-up, Helena biasanya meminta Albert Kurniawan, food photographer cukup ternama di Jakarta sekaligus suaminya, untuk mengambil foto.
Harga yang harus dibayarkan kepada PID, kata Helena, sangat bergantung pada jenis jasa yang diminta klien. Perhitungan kasarnya, untuk mendapatkan 20-an buku menu, kliennya harus menyiapkan sekitar Rp 15-20 juta untuk kelas middle-low dan Rp 40 jutaan untuk middle-up. Mahalkah? "Tergantung sudut pandangnya. Saya selalu bilang ke klien, lihatlah marketing sebagai investasi, bukan cost. Jika dilihat sebagai investasi, harga itu tak terasa mahal," tukas wanita yang pernah bekerja sebagai sekretaris.
PID berdiri pada tahun 2004, setelah Helena keluar dari pekerjaannya. Cukup lama menganggur, "Saya bosan di rumah saja. Karena Albert sebelumnya sudah berkecimpung di dunia kuliner, kami berpikir kenapa tidak mendirikan lembaga konsultan untuk restoran." Di PID, Helena banyak berperan sebagai ujung tombak. Ia yang menemui klien dan mengegolkan deal.
"Awalnya canggung karena saya banyak bertemu pengusaha restoran yang sudah sukses. Ada rasa tak percaya diri juga," ujar Helena yang lantas mengikuti berbagai seminar marketing dan public speaking untuk memupuk rasa percaya diri. Hasilnya, PID kini menjadi sumber mata pencaharian utama bagi Helena, sang suami, dan 14 orang anggota timnya.
Terlebih, bisnis restoran yang tak pernah mati memang masih menarik bagi para entrepreneur. Selain di Jakarta, Helena mengaku sudah mulai menerima klien dari luar Jawa, seperti Samarinda dan Pontianak. "Setelah kami meluncurkan website www.pidpid.com, jangkauan kami memang meluas," kata wanita yang berencana mengembangkan PID menjadi konsultan yang menangani branding produk, "Jadi tak hanya restoran saja."
Astudestra Ajengrastri
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR