Inovasi Buah Markisa
Ingin hidup lebih sehat dan alami, banyak caranya. Salah satunya dengan banyak mengonsumsi puree markisa. Puree adalah saripati buah markisa. Lantaran tingkat kekentalannya, wujudnya jadi mirip bubur. Namun jangan membayangkan menyeruput bubur markisa dalam porsi mangkuk atau piring. Puree dikemas dalam botol kaca yang sudah disterilkan.
Bagi yang sedang diet, bisa mencoba minum dua sendok makan puree dengan campuran segelas air matang. Bila ingin lebih manis, tambahkan dua sendok teh gula putih. "Istri saya sudah membuktikan. Dulu bobotnya 70 kilo, setelah rajin mengonsumsi puree atau bubur buah markisa, kini bootnya 58 kilo. Kulitnya juga halus, jerawat tak tumbuh," ungkap Tomi Utomo, pengusaha agro industri sekaligus produsen puree markisa.
Anehnya, buah markisah yang rasanya masam itu, lanjut Tomi, juga bisa menurunkan tingkat asam lambungnya. Semula, kata Tomi, dirinya sering terkena asam lambung meninggi. Namun setelah mengonsumsi dua sendok puree yang diencerkan dengan segelas air putih secara terus menerus, "Lambung saya malah sehat dan jarang sakit," tegasnya.
Tomi memaparkan, puree bebeda dengan pulpy yang lebih encer. Sebagai gambaran, 3-4 kg markisa bisa disarikan menjadi sebotol puree (sekitar 650 ml). Oleh Tomi dijual per botol seharga Rp 28 ribu. "Bila dikehendaki jadi minuman jus, harus diencerkan dengan air dan gula. Perbandingannya, dua sendok puree dengan sesendok makan gula putih untuk tiap gelasnya. Biasanya 650 ml puree bisa menjadi 32 gelas jus dengan rasa asam normal," terang Tomi.
Tomi mendapatkan markisa dari perkebunan sendiri. Sejak 2007 Tomi membudidayakannya. Menurut ayah empat anak ini, untuk menghasilkan 40 ton markisa per bulan, ia harus bermitra dengan sekitar 7 ribu petani markisa yang dibinanya di berbagai kota di Jawa Tengah. Ada yang di Tegal, Pekalongan, Batang, Temanggung, Salatiga, dan Banjarnegara. Oleh karena permintaan puree terus meningkat, ke depan ia menargetkan ada penambahan 20 ton markisa per hari.
"Saat ini saya baru bisa memproduksi 100 kuintal puree per hari. Per minggunya dibutuhkan minimal 3 ton untuk memenuhi permintaan buyers dari Makasar, Medan, Jakarta, dan Surabaya. Maka, saya membangun pabrik pengolah puree di Pekalongan agar bila target tercapai, pengolahan bisa cepat."
Ada dua jenis markisa yang ditanam Tomi, yakni jenis yang hidup di dataran tinggi dan di dataran rendah. Buah yang tumbuh di dataran tinggi kulitnya berwarna keunguan dengan rasa sedikit manis. Sementara yang tumbuh di dataran rendah berkulit kuning dan oranye berasa asam. "Buah markisa ini anti-oksidannya tinggi, karena itu anti-kanker dan depresi. Kandungan vitamin C-nya juga tinggi," terangnya.
Berhubung kebutuhan puree semakin banyak, Tomi membuka peluang bagi kelompok-kelompok petani yang mau menanam markisa. "Tanaman ini tak perlu ditanam di lahan pertanian pangan. Cukup tumpangsari saja dengan tanaman keras. Usia tanamnya 9 bulan, sudah berbunga. Nah, menginjak bulan ke 10 atau 11, pas musim kemarau, akan mulai berbuah hingga berbuah tiada henti. Jika ada yang tertarik bertanam, bisa membentuk satu kelompok per satu wilayah agar pengambilan hasil panennya efisien dan ekonomis biaya angkutnya. Bibitnya bisa gratis dari saya. Pupuk cairnya pun bisa beli dari saya. Murah, karena pupuknya saya buat sendiri dari limbah buah markisa," papar alumnus UNDIP itu.
Selain memroduksi puree, Tomi juga membuat sirup markisa yang ia jual lewat jaringan pondok pesantren yang ia dirikan di Salatiga. "Tapi kalau ada masyarakat mau beli langsung dari saya, bisa saja. Asal ongkos kirimnya mau ditanggung sendiri."
Bubur buah kini menjadi lahan bisnis yang menguntungka. Belum banyak yang memproduksi bubur buah alias puree. Pria asal Losari, Cirebon ini salah satu yang berhasil mengembangkan produknya. Bisa jadi masih banyak yang belum akrab dengan bubur buah atau puree. "Ini benar-benar bubur. Buah yang dijadikan bubur, tanpa campuran apa-apa. Biasanya, puree digunakan untuk bahan membuat jus. Juga untuk topping kue, campuran ice cream dan yoghurt," tutur H. Sholeh Kurdi (49), saat ditemui di rumahnya.
Ketika musim mangga tiba, Sholeh membuat puree mangga dengan salah satu unggulan jenis mangga gedong dan arumanis. Untuk tahun ini, Sholeh sudah mendapat pesanan dari pabrik jus untuk menyiapkan puree mangga sebanyak 35 ton. "Pesanan sebanyak ini butuh 70 ton mangga. Saya sudah kerja sama dengan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktani) di Cirebon. Mereka setor mangga ke saya."
Biasanya, ketika panen raya, harga mangga di pasaran jadi lebih murah. Namun Sholeh membeli di Gapoktani dengan harga normal. "Ini menguntungkan petani. Harganya jadi lebih stabil," ujar Sholeh seraya mengatakan, membuat puree mangga merupakan pengembangan usahanya.
Jauh sebelumnya, Sholeh memulai usaha membuat nata de coco sejak 1996. Alumni Teknologi Pangan, Universitas Sudirman ini terinspirasi setelah melihat usaha nata de coco di Cianjur. Ia membayangkan, "Di Cianjur yang hawanya dingin saja laku, apalagi di wilayah Cirebon yang lebih panas," kisah Sholeh yang kemudian menamai nata de coco-nya Coco Moya.
Di tahun 1999-2000, usahanya booming sampai ia bisa menunaikan ibadah haji. Usaha inilah yang membuatnya jadi binaan sebuah departemen yang menawarkan program penelitian pengembangan pengolahan puree mangga. Ia dipilih karena Cirebon termasuk sentra mangga dengan banyak varian. Ia pun difasilitasi medin dan untuk memproduksi puree mangga.
Setelah mengalami trial and error dan sempat merugi, pada 2005 akhirnya ia mampu memproduksi puree mangga dengan kualitas baik. Selanjutnya, Sholeh mendapat kesempatan ikut pameran di Semanggi Expo, Jakarta. Sholeh memberi nama usaha pree mangganya Puresso. Yang membanggakan Sholeh, yang meresmikan dan melaunching Puresso adalah Menteri Pertanian waktu itu, Anton Apriantono. "Pameran ini membawa berkah. Acaranya dihadiri banyak pihak termasuk calon pembeli," papar Sholeh.
Beberapa pabrik jus besar menjadi pembeli seriusnya. Tak tanggung-tanggung, setelah mengetahui kualitas produk Puresso, "Mereka langsung pesan puree mangga dan sirsak. Oh ya, selain mangga, saya memang bikin puree sirsak dan jeruk lemon. Dan berkembang ke berbagai buah, seperti puree jambu biji dan stroberi."
Dengan diversikiasi usaha ini, usaha puree milik Sholeh tak lagi musiman. "Saat musim mangga, pesanan puree mangga memang kencang. Saya mesti menambah karyawan musiman. Ibu-ibu petani di sekitar rumah saya rekrut jadi tenaga pengupas mangga," papar Sholeh yang kini memiliki 12 karyawan tetap.
Selanjutnya Sholeh mengatakan, berkat puree buah, orang tak sulit lagi membikin jus di luar musim buah itu. "Bisa kapan saja. Nah, saya tetap terus mengembangkan usaha. Saya berancang-ancang membuat waralaba. "
Rini Sulistyati, Henry Ismono
KOMENTAR