Walaupun telah mengetahui kabar tersebut dari media massa, Aceng mengatakan belum bisa menyatakan sikapnya karena belum menerima surat resmi mengenai keputusan Mahkamah Agung tersebut.
"Saya menghormati keputusan MA, mudah-mudahan jadi keputusan terbaik. Saya nanti akan pikirkan upaya hukum ke depannya dengan lawyer. Sampai sekarang masih tunggu kabar yang resmi dulu," ujar Aceng saat ditemui di Kantor Bupati Garut, Rabu (23/1).
Aceng menuturkan masih fokus menjalankan tugasnya sebagai Bupati Garut sehingga tidak terlalu memerhatikan proses persidangan di Mahkamah Agung.
Menurut Aceng, dirinya akan tetap bertugas sampai masa jabatannya selesai. Namun, Aceng mengatakan tidak dapat melayani warga Kabupaten Garut secara maksimal sampai Sabtu (26/1). Sebab, dirinya harus memenuhi proses pemeriksaan khusus yang dilakukan oleh Kementrian Dalam Negeri.
Dijelaskan pemeriksaan khusus tersebut ihwal dugaan penyalahgunaan wewenang selama dirinya menjabat sebagai Bupati Garut.
Selain pemeriksaan oleh Kementerian Dalam Negeri, dirinya pun tengah diperiksa Polda Jabar. Pemeriksaan tersebut, ucapnya, mengenai pelaporan Komisi Nasional Perlindungan Anak karena Aceng dinilai telah menikahi anak dibawah umur, yakniFani Oktora (18), serta kasus pelaporan pihak keluarga Fani atas tuduhan penipuan.
"Saya bingung, permasalahan antara saya dan Fani dan keluarganya sudah diselesaikan secara islah. Tapi ternyata keluarganya melaporkan saya atas tuduhan penipuan. Katanya saya belum memberikan uang umrah, padahal sudah saya berikan," kata Aceng.
Sebelumnya, Mahkamah Agung menerima berkas pengajuan memakzulkan Aceng dari DPRD Kabupaten Garut atas dugaan pelanggaran UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ke MA, akhir tahun lalu.
Kasus ini muncul setelah Aceng menikahi Fanny Oktora dan menceraikannya empat hari kemudian. Perbuatan Aceng ini mendapat reaksi keras dari sejumlah warga sampai menimbulkan gelombang aksi unjuk rasa besar-besaran di Kabupaten Garut.
Jaga Keamanan
Aceng membantah pihaknya pernah membuat pernyataan bahwa para pendukung atau simpatisannya akan membuat keributan dengan mendatangi Kantor DPRD Kabupaten Garut jika dirinya dilengserkan dari jabatannya.
"Saya tidak pernah mendidik masyarakat berdemokrasi di luar koridor. Secara pribadi tidak pernah membuat ancaman itu. Kalaupun ada kekecewaan berupa spontanitas dari massa pendukung dan jadinya emosional sesaat, itu wajar karena ada perasaan dari masing-masing," kata Aceng.
Aceng mengatakan warga Kabupaten Garut harus tetap tenang dan menjaga kondusifitas. Warga diimbau untuk tidak reaktif dalam menerima kenyataan ihwal keputusan Mahkamah Agung tersebut. Dengan demikian, ucapnya, pemerintahan Kabupaten Garut dapat berjalan dengan kondusif.
Kapolres Garut, AKBP Umar Surya Fana, mengatakan orang yang membuat statement Garut akan rusuh jika Aceng mundur tidak pernah mengetahui kondisi masyarakat Garut. Menurut Umar, masyarakat Garut selalu menjaga kondusivitas daerahnya dan akan bereaksi jika daerahnya rusuh.
"Garut itu sumbernya menak-menak Jawa Barat. Sopan santun warga Garut itu luar biasa. Warga Garut tidak akan membuat kekacauan apalagi di daerahnya sendiri," kata Umar.
Jika kerusuhan benar-benar terjadi, ucapnya, kemungkinan terbesar pelakunya adalah warga luar Garut. Sebagai aparat, ucapnya, akan menggunakan statement tersebut sebagai alat bukti apabila kerusuhan benar-benar terjadi.
"Hasutan publik itu masuk pidana. Kalau terjadi, akan ditindak secara hukum. Kami imbau masyarakat untuk tetap tenang dan berpikiran jernih," katanya.
Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut terkait pemberhentian Aceng HM Fikri sebagai Bupati Garut. MA menyatakan pendapat DPRD Kabupaten Garut bahwa dugaan pelanggaran etika dan peraturan perundang-undangan oleh Aceng berdasar hukum.
"Mengabulkan permohonan DPRD Kabupaten Garut Nomor 172/139/DPRD tanggal 26 Desember 2012," ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur mengungkapkan hal tersebut dalam jumpa pers di Gedung MA, Jakarta, kemarin.
Putusan itu dijatuhkan pada Selasa (22/1) oleh majelis hakim yang diketuai oleh Paulus Efendie Lotulung dengan hakim anggota Yulius dan Mohammad Supadi.
Dalam pertimbangannya, majelis menilai, dalam kasus perkawinan, posisi Aceng sebagai Bupati Garut tidak dapat dipisahkan (dikotomi) antara sebagai pribadi di satu pihak dan bupati di pihak lain. Dalam perkawinan, jabatan tersebut tetap melekat dalam diri yang bersangkutan. Oleh karena itu, perilaku jabatan tetap harus dijaga sesuai dengan sumpah jabatan.
"Ini putusan final. Pihak pemohon dan termohon dapat mengajukan keberatan dalam perkara lain, itu sah-sah saja. Tapi, yang jelas, pada perkara ini tak boleh lagi," kata Ridwan.
Ridwan menambahkan, MA akan segera mengirimkan putusan tersebut kepada pemohon, yaitu DPRD Kabupaten Garut, dan termohon, Aceng Fikri.
.
.
Tribun Jabar
KOMENTAR