Sebelum bermukim di Larangan Indah, Suwantji tinggal di rumah keluarga di Kebayoran. "Rupanya dia merasa tidak enak dengan saudara-saudara yang lain," kata Liberti. "Bahkan sudah berniat tinggal di panti jompo agar tidak merepotkan keluarga. Ia sudah menyiapkan panci kecil, kompor, dan lain-lain. Sepertinya ia sudah siap tinggal di panti jompo."
Niat itu, kata Liberti, dihalangi keluarga. "Saya bilang, kayak enggak punya keluarga saja. Makanya, ketika ada tanah di dekat sini, saya tawarkan tinggal di sini. Kebetulan ada saudara yang arsitek lalu dibangunlah rumah ini," ujar Liberti.
Kebiasaan lain Suwantji adalah ke mana-mana selalu menggunakan angkutan umum. Itu dilakukan hingga akhir hayatnya. "Saya sudah berkali-kali bilang, kenapa enggak naik taksi saja. Jawabannya, selisih ongkos naik taksi bisa disedekahkan ke orang lain. Saya sampai bilang, 'Ah, Bude itu selalu 'menzalimi' diri sendiri'. Tapi ya, itulah Bude, tak pernah memikirkan diri sendiri."
Pernah juga saat akan mengajar di UI, Suwantji mengalami kecelakaan. "Waktu turun dari bus kota, tiba-tiba ditabrak bajaj. Akibatnya, ada darah yang menggumpal di kepalanya dan harus dioperasi. Makanya ada bekas luka di kepalanya."
Sebenarnya, lanjut Liberti, bukan ia dan saudaranya tak peduli dengan Suwantji. "Kami punya mobil, bahkan ada sopir. Tapi ia selalu menolak diantar pakai mobil. Kalau toh mau diantar, tidak sampai tujuan. Pokoknya, benar-benar tidak mau merepotkan saudara."
Sukrisna / bersambung
KOMENTAR