Tak ada yang menduga hidup Suwantji Sisworahardjo (73) berakhir tragis. Dosen yang amat disegani ini justru tewas di tangan Ut (45), keponakannya yang selama ini banyak dibantunya.
Sabtu (14/4) itu, Liberti, adik Suwantji, berkali-kali menghubungi telepon seluler kakaknya. "Tapi tak ada diangkat," kata ibu dua anak yang tinggal satu kompleks dengan Suwantji. Kakak-adik ini sebenarnya janjian bertemu hari itu di tempat pernikahan tetangganya. "Hari Sabtu itu juga, Bude Wantji rencananya akan datang ke arisan keluarga di Kebayoran," jelas Liberti yang menyesal tak segera mengecek ke rumah kakaknya. "Mungkin karena suami saya saat itu juga sedang sakit," papar wanita berjilbab ini.
Tak Mau Bikin Susah
Karena hari semakin siang, Liberti memutuskan berangkat sendiri. "Saya berharap ketemu Bude di sana tapi ternyata tidak." Ketika Liberti kembali mengecek ke saudaranya, "Katanya Bude juga tak hadir di tempat arisan. Padahal tuan rumah sudah menyiapkan makanan khusus untuk Bude Wantji. Sampai arisan bubar pun, makanan itu tidak ada yang berani menyentuh," kisah Liberti.
Baru esoknya paginya, Minggu (15/4), Liberti mendatangi kediaman sang kakak. Rasa curiga muncul saat melihat pintu pagar tidak terkunci. "Ini bukan Bude. Ia sangat tertib. Pintu pagar pasti selalu terkunci. Saya makin curiga melihat pintu rumah juga terbuka dan ketika dipanggil-panggil tak ada jawaban."
Langkah Liberti terhenti di ruang tamu. Perasaannya semakin tak keruan. "Dalam hati saya sudah menduga, pasti ada apa-apa. Makanya saya panggil tetangga dan anak-anak." Benar, ketika pintu kamar dibuka lebar, terlihat tubuh Suwantji tergeletak tak bernyawa di kamar yang acak-acakan. "Sampai dimakamkan, saya tak tega melihat jenazah Bude Wantji."
Toh, belakangan Liberti merasa, ada "untungnya" ia baru ke rumah sang bude Minggu pagi. "Kalau saya datang Sabtu, pesta di rumah tetangga pasti langsung bubar! Sepertinya Bude rela ditemukan belakangan asal tidak menyusahkan orang lain. Itu benar-benar sifat Bude yang tidak mau menyusahkan orang lain."
Sehari-hari, Suwantji tinggal sendirian di rumah bergaya minimalis di bilangan Larangan Indah, Tangerang. Salah satu pendiri jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UI ini mengerjakan pekerjaan rumah sendiri. Dari mulai menyapu, mengepel, sampai mencuci.
Perempuan yang banyak berkecimpung di kegiatan sosial ini juga sangat tertib dan hemat. Menurut Sinta, anak sulung Liberti yang pernah menjadi siswa Suwantji di UI, budenya bukan hanya tertib tetapi juga sangat peduli kepada orang lain dan lingkungan. "Contoh kecilnya, sebelum dibuang, sampah sudah dipilah-pilah. Sampah plastik dan organik dipisah-pisah. Jadi, pemulung tidak perlu mengorek-ngorek bak sampah."
Ia pun dikenal hemat. Tak pernah sekali pun Suwantji menyalakan lampu banyak di waktu yang sama. "Kalau ada Bude, rumah hanya temaram. Bude juga selalu mematikan lampu saat adzan subuhberkumandang."
Sebelum bermukim di Larangan Indah, Suwantji tinggal di rumah keluarga di Kebayoran. "Rupanya dia merasa tidak enak dengan saudara-saudara yang lain," kata Liberti. "Bahkan sudah berniat tinggal di panti jompo agar tidak merepotkan keluarga. Ia sudah menyiapkan panci kecil, kompor, dan lain-lain. Sepertinya ia sudah siap tinggal di panti jompo."
Niat itu, kata Liberti, dihalangi keluarga. "Saya bilang, kayak enggak punya keluarga saja. Makanya, ketika ada tanah di dekat sini, saya tawarkan tinggal di sini. Kebetulan ada saudara yang arsitek lalu dibangunlah rumah ini," ujar Liberti.
Kebiasaan lain Suwantji adalah ke mana-mana selalu menggunakan angkutan umum. Itu dilakukan hingga akhir hayatnya. "Saya sudah berkali-kali bilang, kenapa enggak naik taksi saja. Jawabannya, selisih ongkos naik taksi bisa disedekahkan ke orang lain. Saya sampai bilang, 'Ah, Bude itu selalu 'menzalimi' diri sendiri'. Tapi ya, itulah Bude, tak pernah memikirkan diri sendiri."
Pernah juga saat akan mengajar di UI, Suwantji mengalami kecelakaan. "Waktu turun dari bus kota, tiba-tiba ditabrak bajaj. Akibatnya, ada darah yang menggumpal di kepalanya dan harus dioperasi. Makanya ada bekas luka di kepalanya."
Sebenarnya, lanjut Liberti, bukan ia dan saudaranya tak peduli dengan Suwantji. "Kami punya mobil, bahkan ada sopir. Tapi ia selalu menolak diantar pakai mobil. Kalau toh mau diantar, tidak sampai tujuan. Pokoknya, benar-benar tidak mau merepotkan saudara."
Sukrisna / bersambung
Berita yang lebih lengkap dan dalam ada di Tabloid NOVA. Belinya enggak repot, kok.
Sahabat NOVA bisa pilih langganan di Grid Store, atau baca versi elektroniknya (e-magz) di Gramedia.com, MyEdisi, atau Majalah.id.
KOMENTAR