Yang menentang banyak. Yang mengajak berdiskusi dan berdebat juga banyak. Tapi saya bertanya, latar belakang mereka mengajak berdebat itu apa? Malah seorang dokter kandungan paling "top markotop" pernah mengajak saya berdebat di hotel, hampir dua jam. Tapi kami tak menemukan kata sepakat.
Yang saya lakukan adalah community health. Lantas, kenapa tidak boleh disebarluaskan? Kenapa kalau ingin merawat organ intim harus melalui dokter si A atau B? Enggaklah. Ini haknya masyarakat untuk tahu dan mereka bisa melakukannya sendiri.
Bukankah dokter juga punya klinik sendiri untuk deteksi kanker?
Nah, kalau gerakan moral Bidadari ini ingin cepat berhasil, dibutuhkan institusi yang hebat dan andal. Misalnya, ada rumah sakit hebat tapi bisa jadi hanya hebat dalam pelayanannya saja, tidak hebat dalam memberikan edukasi ke masyarakat. Nah, saya ingin dua-duanya dibangun.
Salah satu statement saya yang membuat dokter lain gerah adalah kenapa masih banyak penderita kanker serviks dan kanker payudara tidak terdeteksi. Ini disebabkan karena pemeriksaan pap smear yang tidak akurat. Pap smear secara konvensional akurasinya hanya sekitar 40-68 persen. Dengan akurasi semacam ini berarti orang yang diperiksa pap smear secara kovensional dinyatakan normal, padahal bisa jadi belum tentu normal.
Empat tahun lalu belum ada institusi yang mau menghabiskan modalnya untuk investasi pap smear liquid base. Makanya, sejak 4 tahun lalu kami dorong untuk diadakan pemeriksaan kanker dengan menggunakan liquid base yang akurasinya jauh lebih tinggi dibandingkan pap smear konvensional. Tapi harganya mahal. Itu tugas pemerintah untuk menyediakan dana agar orang kurang mampu bisa mengakses liquid base. Tapi harus hati-hati juga karena ada juga yang rada-rada "nakal" bilang pakai liquid base tapi ternyata pakai yang kovensional, padahal harganya sudah dimahalin. Saya enggak habis pikir dengan yang begitu.
Oh ya, selain dokter, Anda juga sastrawan?
Saya ini pendekar, bertarung dengan baik di zaman saya muda. Saya sering duel di mana-mana sehingga saya dijuluki pendekar, ha ha ha... Saya kecil suka main bola. Di sela-sela itu saya juga diikutkan les musik gitar dan piano oleh orangtua. Nah, tiba-tiba saat mahasiswa saya mulai tertarik pada alat musik drum. Bahkan pernah meraih sebagai best drummer, lho.
Tak terasa pengalaman saya itu semuanya sudah saya tulis. Yang saya tuliskan adalah semua apa yang saya rasakan. Bukan menuliskan peristiwanya. Tetapi saat itu saya belum mengerti apa itu puisi atau sastra. Guru di sekolah sebenarnya pernah mengajari saya soal sastra, tapi saya lewatkan saja. Ha ha ha...
Pada saat saya membuat www. bidadari.com, saya kepepet harus menulis. Karena dalam situs itu ada tiga topik besar yang selalu saya tulis yaitu soal kanker serviks, kanker payudara, dan kanker secara umum. Saya menghabiskan ribuan malam untuk menulis yang berkaitan dengan kesehatan. Maka di saat saya mengalami kejenuhan, saya menuliskan juga yang berkaitan dengan perasaan.
Kemudian 2,5 tahun lalu, saya bertemu pengarang kondang asal Surabaya, mendiang Lan Fang. Beliau bilang, zaman sekarang sudah tak ada lagi dokter-dokter yang mau menulis. Lalu saya bilang, ya, boleh lah saya menulis. Menurut Lan Fang ketika itu, sastra sebenarnya memberikan pedoman atau ajaran kepada masyarakat. Seorang sastrawan tidak bisa disepelekan. Karena sastrawan juga seorang pengajar. Dan masih kata Lan Fang, saya sebenarnya cocok jadi sastrawan karena saya juga dokter yang mengajari orang untuk mencegah kanker. Kata Lan Fang lagi, tulisan saya cuma butuh sentuhan atau diperhalus lagi bahasanya dengan bahasa perasaan, sehingga menjadi bahasa sastra.
Lalu saya juga mengobrol dengan para kiai. Saya tanya mereka, apakah zaman dulu ada sastrawan? Beliau-beliau sambil senyum-senyum berkata dan semua sepakat bahwa Islam mengembangkan ajarannya melalui sastra. Di zaman dulu mereka disebut sebagai penyair. Kisah Muhammad SAW, misalnya, diceritakan ke mana-mana oleh para penyair. Jadi di zaman dulu penyair juga ditokohkan. Saya kemudian berpikir, kalau saya bisa jadi pendekar atau pemain bola, atau the best drummer, lantas apa susahnya jadi sastrawan?
Apa yang dilakukan untuk membuktikan jika Anda juga bisa membuat karya sastra?
Beberapa teman menyarankan saya untuk mulai menulis saja. Kata mereka, bisa dimulai dengan membuat otobiografi. Saya lalu memutuskan menulis buku yang di dalamnya terdapat tiga tema berbeda. Saya sebut ini sebagai buku 3 in 1. Pertama, dalam buku saya menulis otobiografi. Agar anak-anak saya bisa baca dan tahu apa yang dilakukan bapaknya dari lahir hingga mati.
Kedua, saya juga menulis tentang masalah kesehatan populer yang menjadi makanan sehari-hari saya. Dan ketiga, novel. Di novel ini saya berpikir begini, mereka menilai saya sebagai orang yang keras dan kasar. Saya memang seorang petarung. Tapi kemudian saya ingin membuktikan, saya bisa menulis novel yang bisa membuat orang nangis secara ikhlas. Novel ini bercerita tentang seorang ibu karier yang mengidap kanker. Namun ia tetap berusaha memosisikan diri sebagai ibu dan istri. Dalam kondisi ini, biasanya semua anggota keluarga menjadi kalut.
Dari mana ide membuat novel Mom Please Don't Die?
Saya sering bertemu orang-orang sakit. Selain si sakit, orang-orang di sekitarnya pun ikut menderita. Misalnya ada keluarga si sakit berkata, "Kalau bisa Mama diselamatkan, ya, Dok. Mama jangan mati sekarang karena saya masih belum siap." Ini dikatakan oleh semua orang. Baik tua maupun muda yang mengetahui ibunya terkena kanker. Doa mereka sama, "Mom, please don't die". Ini yang sekarang saya kawal terus.
Anda pemegang rekor Muri untuk Talkshow Estafet Terbanyak di 23 Radio dan Presentasi Kampanye Peduli Kanker Serviks dan Kanker Payudara dengan 131 Pembicara pada 2009. Sebenarnya apa tujuan membuat rekor itu?
Ha ha ha... Saya tak punya duit. Kalau saya ingin menyebarkan brosur kampanye untuk tiga juta warga Surabaya soal cara pencegahan kanker, saya jelas tak mampu. Kemudian saya berpikir bagaimana caranya agar bisa menyampaikan pesan ini. Akhirnya saya menemukan cara bahwa informasi penting ini bisa disampaikan melalui media masaa. Tapi saya juga berpikir lagi, berita seperti apa yang menarik untuk media? Nah, kemudian saya memutuskan membuat rekor MURI saja. Kan, media biasanya tertarik dengan berita pemecahan rekor. Asal tahu saja, untuk membuat kampanye itu saya tidak mengeluarkan dana sama sekali.
Amir Tejo
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR