Setelah kematian Willy, pihak keluarga menutup mulut rapat-rapat. Rumahnya di bilangan Setiabudi, Bandung, yang dikelilingi pagar tinggi tampak sepi. "Saya hanya menyampaikan pesan Ibu, dia mohon dimengerti kondisinya," ujar Ferry, penjaga rumah. "Ibu tidak bisa diganggu karena masih berduka, walau sudah mengikhlaskan. Ibu tidak bersedia berkomentar apa pun dan menganggap musibah ini sudah terjadi, semoga tidak menimpa keluarga lain."
Kepada warga sekitar, kematian Willy juga seakan dirahasiakan. "Saya malah tidak tahu ada yang meninggal, hanya dibilang ada yang sakit. Itu saja," ucap seorang pemilik warung di muka rumah itu.
Aksi tutup mulut juga ditegaskan dr. E. S. Limandibrata, kakek Willy yang dikenal sebagai dokter ahli penyakit dalam. Ketika dihubungi lewat telepon, ia hanya berucap, "Soal itu adalah urusan keluarga. Kami anggap semua sudah selesai, tidak ada investigasi segala macam. Kami pihak keluarga menganggap ini musibah, sudah selesai. Mohon jangan campuri urusan keluarga. Tolong pengertiannya," ujarnya lantas menutup telepon.
Sementara itu, Paul juga tak terlihat masuk kerja di PT Logam Bima di Jl Arjuna, Cicendo, Bandung, setelah kematian anaknya. "Harus buat janji dulu dengan Bapak untuk bertemu," tegas seorang petugas sambil lalu.
Kejelasan justru datang dari beberapa teman Willy. Setelah misa pemakaman, beberapa teman Willy memposting ucapan bela sungkawa di jejaring sosial Twitter. Sementara beberapa lainnya membuat twitseries yang berisi kronologis kematian Willy, berdasarkan cerita Cynthia ketika misa. Kronologis ini jugalah yang kemudian dikirimkan secara berantai lewat BBM. Sayang, saat dihubungi untuk dikonfirmasi, para pemilik akun tersebut bungkam. "Maaf, keluarga ingin ini tidak dieskpos," ujar mereka.
Desas-desus yang beredar mungkin jadi alasan keluarga ini menutup diri. Di Bandung, terdengar kabar kematian Willy ini dilakukan oleh orang dekat keluarga. Alasannya sederhana, mereka tak terima Putra Mahkota yang masih muda itu mengambil alih pabrik.
Kisah sang putra mahkota nan tragis ini juga membuat salah seorang kawan lama Willy, Tarsih Ekaputra, syok. Tarsih pernah bekerja bersama Willy dan Handoko Limaho, kawan karib Willy, untuk program bernama Impian 1 Milyar. "Willy adalah managing partner dari Handoko sebagai penggagas program ini. Tahun 2011 itu, Willy masih baru di dunia kerja. Dia bilang ingin belajar banyak," cerita Tarsih.
Willy, dalam ingatannya, adalah pribadi yang banyak cerita dan gampang akrab dengan siapa saja. "Dia juga cerita akan mewarisi perusahaan keluarganya. Bahkan, kalau tidak salah, dia cerita sudah dibuatkan rencana memimpin sebuah pabrik baru lagi. Dia bilang, 'Nanti bantu saya urus publikasi, ya'," ujar Tarsih yang memang bekerja di sebuah perusahaan PR consultant bernama Intuisi Public Relation ini.
Ketika bekerja bersama Willy jugalah Tarsih melihat minat Willy sangat besar di bidang produksi. "Dia selintas bilang belum siap masuk pabrik. Sepertinya passion-nya memang di sini. Dia minta waktu pada ayahnya untuk menjajal bisnis sebelum pegang pabrik, lalu dibolehkan. Jadilah Handoko mengajak Willy terlibat proyek ini."
Meski berasal dari keluarga berada, lanjut Tarsih, Willy tak pilih-pilih teman. "Malah saya yang sering mengingatkan dia untuk hati-hati. Tapi jawaban dia selalu enteng saja, 'Ah, aku enggak ada perasaan jelek, Mas,' begitu selalu katanya."
Selama roadshow ke beberapa kota di acara Impian 1 Milyar, Willy juga kerap bercerita pada Tarsih mengenai kehidupannya. Termasuk kisah cintanya. "Tapi terakhir ketemu dua bulan lalu, dia mengaku jomblo. Willy itu masih anak-anak sekali lah. Masih begitu muda," ujar Tarsih maysgul. Dalam pertemuan terakhir itu, Willy bersama Handoko dan tim Impian 1 Milyar membicarakan kemungkinan periode ketiga yang sedianya berjalan tahun depan. "Dengan adanya kejadian ini, entahlah jadinya seperti apa. Belum kami bicarakan lagi," ujarnya.
Sementara itu, Handoko Limaho, kawan akrab Willy tak menjawab ketika dihubungi melalui surel. Kepada Tarsih, Handoko hanya berpesan, "Saya tidak bisa bicara, Mas. Ini permintaan keluarga Willy."
Renty, Ade Ryani, Ajeng, Krisna / bersambung
KOMENTAR