Rumah Kue Hana MADE BY ORDER
Sejak di bangku SMP, Hana Sunti Rahayu (40) sudah hobi memasak dan membantu tantenya bikin kue. Daripada sekadar iseng, pada 2004 Hana mulai serius menekuni bisnis kue. Rumah Kue Hana (RKH) ia kenalkan lewat media blog di internet. Dari yang tadinya belajar otodidak, Hana pun ikut kursus pembuatan butter cream dasar di Fortuna, Jakarta.
Sambil bekerja di perusahaan biskuit Khong Guan, ia menyanggupi pesanan berbagai jenis kue. Seiring munculnya tren sculpted cake, pada 2007 Hana mencoba berkreasi mengukir kue 3D ini. Tekniknya ia pelajari sendiri dari internet. Hana mengakui peralatan kerjanya terbatas, cukup mahal, bahkan susah dicari. "Harus pintar-pintar mengakali alat untuk membuat figurnya."
Pesanan pertama sculpted cake RKH datang dari atasan Hana. Sang bos memesan kue ulang tahun untuk anaknya yang senang figur mobil di film Cars. Hasil kreasinya membuahkan pujian dari rekan kerja dan sang atasan. "Setelah fotonya diunggah di blog, pesanan mulai banyak berdatangan," ujar Hana.
Namun Hana akan menyanggupi bila pesanan dilakukan 1-2 minggu sebelumnya. Ukuran kuenya bervariasi, sesuai permintaan dan bentuk figur yang diinginkan. Made by order inilah menjadi fondasi utama Hana dalam berbisnis. Selain tokoh kartun favorit anak-anak, ia juga menerima pesanan untuk para usia dewasa.
Soal harga, Hana berani mematok di kisaran Rp 600 ribu hingga Rp 1,5 juta. "Sebelumnya saya amati dulu dimensi dan presisinya. Meski kuenya mini, tapi akan dibuat sama persis dengan bentuk aslinya." Kendati cukup mahal, Hana tak sekadar menjual kue dengan bentuk unik, lho. Selain terasa lezat, adonan kue nyajuga dibuat padat agar mudah dibentuk.
Biasanya, pelanggan minta isi kue berupa lapis surabaya, butter cake, atau brownies kukus. "Tapi, paling best seller adalah lapis surabaya," ujar ibu satu anak ini. Fondant yang menutupi kue lapis ini lalu dipercantik dengan kombinasi bahan lain, seperti edible print, permen, atau ornamen hias yang bisa dan aman dimakan.
Kini dalam sebulan Hana biasa menerima pesanan 2-5 kue. Baik yang satuan maupun paket, seperti baby cake untuk perayaan usia bayi menginjak satu bulan. Selain dari Jabodetabek, Bandung, Surabaya, kuenya juga pernah melanglang buana hingga ke Negeri Jiran. Oleh karena itu, ia siapkan boks buatan sendiri agar kuenya tak rusak saat pengiriman. Jika ternyata kuenya rusak saat tiba di tangan pelanggan, Hana memberikan garansi.
Pesanan yang kian membanjir, membuat Hana memutuskan berhenti kerja setelah 16 tahun berkarier. Untuk menjawab permintaan pelanggan, ia pun membuka kursus membuat sculpted cake di rumahnya, di bilangan Ciracas, Jakarta Timur. Pesertanya berasal dari Situbondo, Makassar, Malaysia, hingga Australia. Dengan durasi belajar 6 jam lengkap dengan segala peralatannya, kursus ini bisa diikuti dengan biaya Rp 600-800 ribu.
Lulus dari sekolah Teknik Informatika Telkom, Sofia Ristanti (31) lalu bekerja sebagai karyawan kantoran di kawasan Bulaksumur, Yogyakarta. Sayangnya, di kantornya terajdi perubahan manajemen, ditambah lagi anak lelakinya, Alvino, yang kala itu masih balita butuh perhatiannya. "Saya pilih resign. Kebetulan sebelum lulus kuliah, saya punya usaha sampingan bikin cake dan sudah punya pelanggan," terang Fifi, sapaannya.
Keterampilannya membuat cake, lanjut Fifi, diperoleh secara otodidak dari banyak membaca buku-buku dan sering mengikuti acara memasak di televisi. "Kebetulan suami suka beli buku dari luar negeri, jadi saya juga sering dibelikan buku-buku pembuatan cake."
Memilih kerja di rumah bagi Fifi dirasa tepat lantaran bisa sambil mengasuh anak. "Saya memulai bisnis sejak 2008, masih pakai blog gratisan. Facebook, kan, baru ada sekitar tahun 2009. Tiap kali praktik bikin cake, saya foto dan saya unggah di blog. Selebihnya, promosi dari mulut ke mulut."
Agar orang lebih percaya akan kemampuannya membuat cake, lanjut Fifi, ia mengambil kursus baking pada beberapa ahli dari Jakarta yang datang ke Yogya. Selesai kursus sehari, langsung dipraktikkan, lalu hasilnya difoto dan diunggah ke blog.
Dari sekadar bikin cake, Fifi kemudian mulai membuat cupcake dengan aneka karakter sebagai topping. Kini setelah sculpted cake ngetren di kota besar, Fifi pun mulai merambahnya. Bila di Jakarta jenis cake ini sudah sampai tahap peng-carving-an, di Yogya, kata Fifi, "Belum sampai ke tahap itu. Kecuali untuk model pesawat atau bus seperti yang pernah saya buat, ya, harus dalam posisi berdiri."
Lambatnya sebagian warga Yogya menggandrungi cake tiga dimensi, menurut Fifi lantaran terkendala soal harga. "Untuk cupcake seharga Rp 15 ribu saja masih dianggap mahal. Cupcake yang pakai topping tiga dimensi harganya Rp 25 ribu, apalagi sculpted cake, arganya lebih mahal," terangnya.
Sebenarnya, Fifi memposisikan bisnisnya untuk kalangan menengah ke atas. Tetapi pada perkembangannya, justru banyak mahasiswa yang berminat pada kuenya. Sehingga ia pun mengambil jalan tengah dengan membuat paket cupcake. "Saya semula hanya menjual cupcake isi 9 dan 12. Tapi mahasiswa bilang, kalau isi 9 tidak sesuai budget mereka. Jadi saya bikin yang isi 6. Harganya mulai Rp 150 ribu.
Per minggu paling tidak Fifi mendapat 4 - 5 pesanan. "Kalau sculpted cake seperti model pesawat, saya jual per paket mulai Rp 1 juta. Karena selain dapat pesawat, juga ada tambahan 20 buah cupcakes."
Ilmu membuat cake ini sekarang mulai dibagikan Fifi lewat kursus. Kebanyakan pesertanya adalah mahasiswa yang tengah menunggu masa wisuda. "Satu kali pertemuan biayanya Rp 350 - 400 ribu," terang perempuan kelahiran Brebes ini.
Ade Ryani, Rini
KOMENTAR