Hobinya menulis, makan, masak, dan traveling. Pernah makan sushi sampai ratusan ribu, tapi favoritnya ravioli, masakan Italia. Dari kecil dia memang sering lihat saya masak, jadi terbiasa. Sejak sekolah menengah, Ani sudah bisa menyetir mobil. Untuk aktivitas kuliah dan kerja kalau sedang capek, dia naik angkutan umum atau taksi. Ani juga punya SIM. Sering antar saya ke luar kota saat ada acara keluarga.
Biarpun kariernya tinggi, Ani masih mau mengerjakan pekerjaan rumah seperti ngepel, menyikat kamar mandi, bersihin mushala. Anaknya memang resik. Kemarin Ani minta dibawakan ember, pel, dan karbol untuk membersihkan kamar mandi di sel Polda. Tapi dilarang oleh Polisi karena keadaannya masih labil. Takutnya malah dipakai untuk yang tidak-tidak.
Kapan Ani memulai kariernya?
Setelah lulus kuliah Ani ikut orang kerja di salah satu production house (PH). Meski gajinya kecil, Ani bilang enggak apa-apa. Dia mau belajar banyak hal baru. Awalnya jadi scriptwriter dulu untuk beberapa sinetron. Ani memang senang menulis. Tapi karena idealis, dia kemudian pindah kerja, jadi asisten sutradara sampai akhirnya jadi produser.
Banyak iklan yang sudah dia buat bersama timnya. Seperti iklan minuman, deodoran roll-on, kosmetik, produk susu, dan pembersih rumah. Pokoknya, sudah banyak iklan yang dia buat. Tiap ada iklan baru, dia minta saya tonton dan kasih pendapat.
Di kalangan rekan kerja, Ani memang humoris, tapi juga tegas dan disegani. Kalau sudah urusan pekerjaan, dia benar-benar teliti dan disiplin seperti ayahnya. Di sisi lain, Ani senang menolong. Suka royal mentraktir keluarga dan teman-teman. Untuk katering kru syuting, dia suka minta saya yang masak. Dia juga pernah modali orang untuk jual es kopyor pas bulan puasa. Saya enggak sangka anak sebaik itu, kena musibah begini. (Air mata Yurnelli kembali menetes. Ia terisak. Selama beberapa saat Yurnelli menutup wajahnya dengan kerudungnya.)
Tak pernah menyangka akan begini, ya?
Dengan bekal agama sejak kecil, saya yakin ia tak mungkin neko-neko. Apalagi setelah ayahnya meninggal, saya bilang ke Ani, "Mbak, kamu jangan sampai macam-macam, ya. Bunda takut karena Ayah, kan, sudah enggak ada." Ani menjawab, "Ya, Bunda, Ani hanya kerja, insya Allah enggak macam-macam. Toh, setiap pulang juga Ani enggak aneh-aneh, kan?"
Secara fisik dan perbuatan ia memang tak berubah. Tidak seperti pemakai narkoba atau peminum miras. Saya juga tak pernah lihat mata dia merah atau aneh. Makanya saya enggak kebayang anak saya dituduh seperti sekarang ini. (Suara Yurnelli menjadi lirih.)
Apakah Ani berubah sejak bekerja?
Gaya hidupnya iya, tapi pribadinya tetap periang, humoris, supel, senang menolong. Dia jadi suka beli baju bermerek. Alasannya karena bertemu klien jadi penampilan harus sesuai. Meski postur tubuhnya besar, anak itu rapi dan modis.
Ani memang sering cerita sama saya tentang pekerjaan, teman-temannya, tapi kalau urusan pribadi dia jarang cerita. Mungkin disimpan sendiri supaya enggak ngerepotin orang lain. Lagipula, anaknya easy going. Pernah dia bilang, pekerjaannya enak, uangnya banyak, tapi risikonya juga berat. Kadang harus syuting ulang, kalau ada yang enggak beres, diulang semua. Pusing. Tapi, ya, dia jalani saja dengan enjoy. Saya dukung apa yang dia sukai. Lagipula, Ani punya keinginan yang selalu diutarakan sama saya. Katanya, dia ingin sukses seperti orang lain. Ani selalu minta doa tiap ada pekerjaan baru. Dia juga bilang mau meng-umrahkan saya. (Lagi-lagi Yurnelli menangis.)
Apa yang paling Ibu rindukan dari Ani?
Saya kangen. Biasa tiap hari ketemu, sekarang dalam seminggu baru sekali bisa ketemu. Ani suka mencium dan manja sama saya. Kalau di keluarga, kami suka meledek dia "Pesek", panggilan sayang untuk bentuk hidungnya. Dia juga suka masak di rumah lalu saya yang tes rasanya enak atau enggak.
Ani juga bilang, suatu saat ingin ke Jepang dan jadi backpacker. Banyak keinginannya yang belum tercapai. Saya ingin sekali dengar Ani bilang, "Bunda, aku kangen masakan Bunda. Bikinkan aku sambal, ya." (Isak tangis Yurnelli kembali pecah, seakan menyampaikan kerinduannya pada sang buah hati)
Tapi, sekarang mau diapakan lagi? Kami harus jalani. Ibaratnya, nasi sudah jadi bubur, saya harus rasakan semua ini.
Adakah keinginan Ani sebelum musibah ini terjadi?
Terakhir dia punya rencana buka warung jajanan kuliner malam di Senopati, Jakarta Selatan. Bisnisnya join bareng tiga temannya. Setelah food test sana-sini, rasa masakan yang saya buat dianggap pas. Kata Ani, teman-temannya banyak yang memuji enak. Katanya, Ani dan teman-teman beli putus dari saya.
Ah, sedih saya kalau ingat perkataannya. Ani punya jiwa bisnis seperti ayahnya. Dia juga berencana buka pijat refleksi bareng temannya di Kalimantan. Ani juga sempat bilang ingin kredit mobil. Saya suruh dia tabung penghasilannya agar jangan terlalu royal. Dia suka belikan saya baju, sepatu. Kalau enggak dipakai, dia marah. Ke adik-adiknya juga begitu. (Tersenyum getir, Yurnelli menceritakan sosok Ani)
Ada yang Ibu ingin sampaikan?
Ya, saya ingin sekali masyarakat dapat teliti menilai masalah. Jangan menghakimi hanya dari satu sisi saja. Terutama provokasi di media. Ani juga manusia. Dia sadar bersalah, menyesal, dan ingin menebus kesalahannya.
Mudah-mudahan ada sedikit perasaan iba dari keluarga korban terhadap Ani. Kami tidak lari, tetap kooperatif dalam proses hukum. Di sel dia juga selalu diajak mengobrol biar enggak bengong. Kami tidak mau dia depresi dan melakukan hal buruk. Mudah-mudahan Ani kuat...
Beberapa hari pasca tabrakan, keluarga Afriyani Susanti akhirnya melakukan jumpa pers Rabu (25/1) malam. Agus Hari Susanto (30), kakak tertua Ani, menyampaikan beberapa hal yang dirasanya perlu diluruskan. "Yang pertama, kami sudah terpikir untuk langsung bertemu keluarga korban tetapi situasinya belum kondusif."
Terlebih saat Agus mendampingi proses pemeriksaan Ani dari awal hingga masuk Polda, ia sempat merasakan berada di kerumunan massa yang marah. "Terdengar oleh saya ada yang bilang, 'Ayo kita pukulin aja pelakunya!' Mendengar itu, saya yang sudah hendak menghampiri keluarga korban mundur lagi," ujarnya.
Tak hanya itu, teror untuk Ani dan keluarganya pun langsung menyerbu. Baik di dunia maya maupun nyata. "Dari Twitter dan Facebook hingga SMS dan BlackBerry Messager (BBM). Semua nomor kami diteror. Ada yang bilang, 'Go to hell! Keluarga pembunuh!' dan segala macam. Padahal, kami ini keluarga normal. Kami bukan keluarga yang dikirim Tuhan dari neraka untuk mengambil nyawa orang lain. Kami keluarga baik-baik, sama seperti keluarga Indonesia pada umumnya," tukas Agus menahan air mata.
Selain teror ancaman, Agus juga mengaku banyak menerima teror penipuan. "Banyak yang mengaku keluarga korban dan minta uang. Setelah dikonfirmasi lagi, ternyata bukan." Menghindari semua bentuk teror tersebut, "Keluarga memutuskan untuk menutup semua akun jejaring sosial. Milik Ani juga sudah kami tutup semua. Jadi, kalau sekarang masih beredar akun-akun yang mengatasnamakan Ani atau adik-adiknya, itu akun palsu."
Agus juga menepis tuduhan rumah mereka di Tanjung Priok dijaga orang-orang bayaran untuk menghalau wartawan, "Itu tidak benar. Mereka adalah warga yang merasa kasihan kepada kami. Kami juga tidak menghindari wartawan. Yang saya pikirkan adalah keadaan fisik ibu saya. Beliau tidak kuat. Itu saja," kata Agus. Hingga kini, lanjutnya, keluarganya memang belum kembali ke Tanjung Priok, melainkan tinggal di suatu tempat yang dirahasiakan. "Sampai semua mereda."
Dalam kesempatan yang sama, keluarga juga membacakan surat permintaan maaf yang ditulis langsung oleh Ani dan dibubuhi materai.
Ade Ryani, Astudestra Ajengrastri
KOMENTAR