Kalau mereka terlihat melamun, segera saya candai. Pokoknya, di depan mereka, saya berusaha tegar, meski saya sendiri gamang. Dulu, sedikit-sedikit lapor ke suami, misalnya kalau mereka enggak mau makan. Sekarang saya mengadu kepada siapa? Jangan tanya perasaan saya. Akan seperti apa keluarga kami nanti, biarlah mengalir apa adanya... (Esi meneteskan air mata).
Tanggal 30 Oktober silam seharusnya kami merayakan hari ulangtahun Bapak yang ke-50. Kami sama-sama pergi ke makam dan berdoa untuknya. Saya janji akan terus menuntut hak kami. Semoga dia tenang di sana.
Apa harapan untuk proses pengadilan yang kini sedang berjalan?
Saya pasrah. Di sini hakim dan jaksa ditantang untuk benar-benar bersikap adil dan bijaksana. Mereka harus bekerja keras untuk melihat bukti-bukti yang tidak bisa direkayasa. Kami sudah mengadu ke presiden, DPR, dan Komnas HAM. Memang orang-orang bilang, Citibank punya uang yang unlimited. Tapi Allah, kan, tidak pernah tidur. Semoga saja kasus ini selesai dengan baik.
A nis Marsela (22), istri Arief Lukman, salah satu terdakwa kasus penganiayaan terhadap Irzen Octa, tetap yakin, suaminya tidak melakukan penganiayaan seperti yang dituduhkan. Saat ditemui di rumah keluarganya di Kampung Gadog Tengah, Bogor, Anis yang sedang hamil tua mengaku tak percaya sang suami mampu melakukan penganiayaan itu. "Dia pernah bilang kepada saya, demi Allah dia tidak pernah melakukan kekerasan kepada Pak Irzen. Saya percaya. Suami saya bukan pembunuh," ujarnya.
Di hari kejadian itu, cerita Anis, Arief sempat meneleponnya dengan suara berat. "Dia bilang ada masalah serius di kantornya. Malamnya, saya bersama mertua menemani Aa' di Polres Jakarta Selatan," tutur Anis yang belum genap dua tahun dinikahi Arief. "Aa' selalu memanjakan saya. Temannya banyak dan mereka semua cerita, sejak di sekolah Aa' tak pernah berkelahi. Jadi, saya yakin betul dia bukan pembunuh." Lulus kuliah, Arief diterima bekerja di PT Fanimas Syara Prima, yang kemudian memasok tenaganya sebagai pekerja outsourcing sebagai debt collector di Citibank.
Kini, Anis hanya bisa berdoa dan berharap agar pengadilan memutuskan perkara ini seadil-adilnya. Terlebih, hari kelahiran bayi mereka kini sudah semakin dekat. Anis yang saat ini tidak bekerja memang menggantungkan hidupnya dari Arief semata. "Saya masih belum bisa membayangkan bagaimana hari-hari saya ke depan. Bagaimana nasib kami berdua bila Aa' tidak segera bebas?"
Banyak Bukti Dihilangkan
Senin (31/10), kuasa hukum kelima terdakwa, M. Lutfie Hakim melayangkan gugatan ke ahli forensik Mun'im Idris. "Hasil otopsi kedua yang dilakukan Mun'im banyak cacat dan rekayasa," kata Lutfie yang bersikukuh bahwa kelima kliennya tidak melakukan penganiayaan terhadap Irzen.
Terlebih, lanjutnya, otopsi kedua ini dilakukan bukan atas permintaan penyidik, namun keluarga dan pengacara korban. "Otopsi pro OC Kaligis, karena dia yang memintanya. Apalagi dilakukannya 22 hari setelah kematian, sementara dalam waktu 3 sampai 7 hari saja, jaringan otak dan batang otak sudah membubur."
Ia lebih memilih pengadilan menggunakan hasil otopsi yang pertama, yang dilakukan oleh ahli forensik Ade Firmansyah empat jam setelah waktu kematian. Hasil otopsi pertama itu menunjukkan, "Irzen Octa tidak mengalami penganiayaan."
Di persidangan Senin (1/11) lalu, Lutfi juga meluruskan fakta-fakta yang selama ini salah. "Tidak benar ada bercak darah di gorden ruangan itu. Selain itu, bukti-bukti juga banyak dihilangkan seperti pakaian, baju, celana panjang dan ikat pinggang."
Hasuna Daylailatu, Swita A Hapsari
KOMENTAR