Selain penemuan mayat Hertati dan Er yang disembunyikan dalam kardus TV dan koper, pekan lalu masyarakat juga dikejutkan oleh penemuan sejumlah mayat tanpa identitas di wilayah Jakarta. Adalah Ida (33) alias Ijo alias Busin, mayat wanita yang ditemukan Sabtu (15/10), di Jembatan Kalimalang, Kampung Pasir Konci Poncol, Kecamatan Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi (Jabar). Wanita berdarah Sunda ini dibunuh suaminya sendiri, Sun (54) yang tertangkap di Subang (Jabar), hanya beberapa hari setelah penemuan mayat.
Menurut AKBP Helmy Santika, SH, SIk, MS, Kasubditum Ditreskrimum PMJ, Sun bisa segera ditangkap karena setelah disebarkan foto-foto korban, diperoleh informasi perihal keberadaannya. Alasan Sun membunuh karena istrinya suka pulang pagi tanpa alasan jelas.
Ida juga doyan marah-marah karena uang yang diberikan Sun selalu kurang. Jumat (14/10), Ida kembali pulang sekitar pukul 03.30 dan minta uang ojek ke suaminya sebesar Rp 50 ribu. "Ke mana saja kamu baru pulang jam segini? Apa kamu punya cowok lagi?" begitu tanya sang suami. Ida malah menjawab dengan nada kurang menyenangkan. "Terserah mau pulang pagi atau mau punya cowok lagi, itu urusan gue. Memang cukup uang Rp 200 ribu?" tantang Ida.
Malas menjawab omongan Ida, Sun pun ke luar rumah. "Tapi si istri mengejar sambil membawa golok. Golok kemudian berhasil direbut Sun, lalu ditebaskan ke pundak kanan dan mengenai leher Ida. Akhirnya, Ida pun tersungkur dan meninggal. Karena tak ingin diketahui orang, mayat Ida dibopong ke Jembatan Kalimalang," kata Helmy.
Mayat lain yang ditemukan secara mengenaskan adalah jenazah pria di lapangan bola Srengseng, Jakarta Barat, Rabu (19/10). Mayat yang habis terbakar ini belakangan dikenali sebagai Sutarto oleh satu keluarga asal Jagakarsa, Depok. Menurut pihak keluarga, ayah tiga anak ini menghilang sejak Senin (17/10).
Beberapa ciri-ciri yang membuat keluarga yakin mayat itu adalah Sutarto antara lain potongan celana korduroi biru dan saputangan batik yang ditemukan membekap mulut korban. Penemuan sepeda motor Honda Supra X B 6905 BPA milik korban juga semakin memperkuat dugaan.
"Meski begitu, kami masih akan melakukan tes DNA. Sampai Jumat (21/10) siang ini belum ada keluarga lain yang datang untuk coba mengenali jenazah pria itu," ungkap Kanit Reskrim Polsek Kembangan, AKP Herjon Silaban.
Setelah penemuan jenazah, rumah duka keluarga Sutarto tampak sudah menggelar tahlil. Menurut Yani, tetangga Sutarto, sudah 3 hari belakangan ini tahlil digelar dirumah duka. "Banyak yang kaget dan enggak percaya dengan kejadian ini. Soalnya, selama tinggal dikawasan ini selama dua tahun, kami mengenal Pak Sutarto dengan baik. Beliau ramah dengan warga, enggak kebayang kejadian seperti itu menimpanya," tuturnya.
Seusai tahlil, menantu Sutarto, Andika mengatakan enggan memberikan banyak komentar seputar kasus ini, dengan alasan takut mengganggu proses penyidikan. "Biarkan polisi melakukan tugasnya. Nanti saja (wawancara, Red.) setelah semuanya terungkap dan pelaku ditangkap," imbuhnya.
Kriminolog UI Eko Hariyanto yang melakukan penelitian tentang pelaku pembunuhan mengatakan, pembunuhan adalah jenis kejahatan yang menyedot perhatian masyarakat. "Dari beberapa kasus, kebanyakan karena faktor interaksi antara pelaku, korban, dan orang sekitarnya. Pembunuhan biasanya terjadi pada orang yang saling mengenal," kata Eko yang sudah mewawancarai puluhan pelaku pembunuhan.
Kasus pembunuhan, lanjut Eko, selalu diawali dengan interaksi. Baik interaksi yang intens maupun yang sekilas info. Contoh sekilas, "Sebelumnya antara pelaku dan korban tidak saling kenal. Mereka bertemu dan interaksinya adalah kesalahpahaman. Misalnya saja serempetan sepeda motor, kemudian terjadi saling hina dan memaki, kemarahan memuncak, dan berujung pada pembunuhan," papar Eko.
Namun, yang paling banyak terjadi justru karena interaksi antara pelaku dan korban sudah terjalin lama. Misalnya saja terjadi pada sepasang kekasih, konteks keluarga, sahabat, atau hubungan tetangga. "Ternyata semakin sering interaksi, konflik pun makin menjadi. Yang paling sering terjadi adalah karena sakit hati atau tersinggung karena tindakan korban. Pembunuhan juga tidak mungkin terjadi begitu saja. Tapi, akumulatif dan meledak."
Setelah pembunuhan terjadi, pada umumnya pelaku kebingungan untuk menghilangkan jejak. Di masa lalu, pelaku akan mengubur atau menyembunyikan korban. Tentu lebih repot. Namun, belakangan banyak juga yang membuang korban di tengah jalan dengan kardus, memasukkan ke koper, bahkan memutilasi korbannya. Membuang korban di jalan inilah yang beberapa hari lalu terjadi di Jakarta.
"Sebenarnya ini hanya salah satu modus yang beberapa tahun terakhir ini menjadi tren. Tren terjadi karena faktor peniruan. Sebelumnya, pelaku pernah mengetahui soal ini. Pelaku melakukannya untuk mempermudah membuang korban dan menghilangkan jejak," kata Eko seraya mengatakan, untuk konteks Jakarta pelaku kebanyakan berasal dari masyarakat menengah ke bawah. "Ada, sih, yang pelakunya kalangan atas, tapi jumlahnya sedikit."
Eko melanjutkan, karena menyedot perhatian, masyarakat menuntut polisi cepat mengungkap kasus ini. Keberhasilan polisi sendiri sering terjadi karena informasi yang didapat dari masyarakat. "Nah, untuk mengidentifikasi korban, polisi sering minta bantuan masyarakat. Terutama untuk korban yang sama sekali tidak punya tanda pengenal."
Nove, Edwin, Henry
KOMENTAR