"Dia itu manusia yang luar biasa. Arina gigih dan tidak mengenal putus asa," puji Faqih yang gelar doktornya ia raih dari Inggris. Faqih mengaku mengenal Arina sejak sekitar 5 tahun lalu. Ketika itu, ia meminta Arina untuk mendampingi 11 mahasiswa dari Newcatle Unviersity Inggris melakukan penelitian di Surabaya. "Salah satu kelebihannya, kemampuan Bahasa Inggrisnya bagus," kata Faqih.
Yang kagum pada kegigihan Arina bukan hanya Faqih, tapi juga Petter Gillet, dosen Newcatle University, yang ikut mengantar 11 mahasiswa nya melakukan penelitian di Indonesia, dan saat ini juga menjadi salah satu pembimbing S3 Arina selain Faqih. "Petter sering berkomunikasi dengan saya, dan dalam komentarnya dia sering memuji Arina yang memiliki keseriusan dalam belajar," puji Faqih.
Demikian pula dengan Isnawati. Kepada NOVA ia berkali-kali mengagumi semangat Arina. "Dia itu bukan besi lagi, tapi baja hitam. Dia memiliki semangat yang kuat, dan tahan banting dalam menghadapi persoalan hidup," puji ibu dua anak yang juga penyandang cacat itu. Bahkan menurut kacamata Isna, Arina bukanlah seorang wanita yang cacat, melainkan sebaliknya, ia adalah sosok yang sempurna. "Wajahnya menarik, cerdas, berpendidikan tinggi, tapi rendah hati," papar Isna.
Ia masih ingat sekali pertemuannya sekitar lima tahun silam dengan Arina. Ia sering bertemu Arina ketika sedang mendampingi mahasiswa dari Inggris. Karena ia melihat Arina ke sana ke mari selalu diantar keluaraganya, kemudian ia menawari untuk menggunakan sepeda motor roda tiga. Untuk meyakinkan Arina soal motor modifikasi itu, Isna bahkan sampai mengajak Arina duduk di jok belakang motor miliknya, lalu mengajaknya berkeliling. "Karena merasa nyaman, Arina akhirnya menerima saran saya untuk memakai motornya sendiri."
Gandhi Wasono M
KOMENTAR