Diakui Tri, perlu inovasi agar tak selalu ditiru orang. "Meski banyak yang meniru, tapi saya tidak khawatir karena di pasar lama-lama terjadi seleksi sendiri. Terserah konsumen mau beli yang berkualitas bagus atau biasa saja. Meski banyak pesaing, alhamdulillah pendapatan terus meningkat," papar Tri yang mengaku sempat down saat produknya ditiru. "Saya justru tahu dari pelanggan. Karena waktu beli, kok, beda. Rupanya, peniru memasang foto produk Athaya, tapi yang dijual bukan produk Athaya. Itu, kan, sama saja dengan penipuan."
Menurut Tri, inovasi perlu dilakukan karena konsumen suka bosan. Kini, Tri membuat mukena bergambar sama dengan sajadah dan celana sarung. "Tadinya saya sempat bikin sarung. Tapi, saya pikir anak-anak susah pakai sarung, gampang copot. Jadi, saya buat celana katun kotak-kotak, setelah salat bisa langsung bisa dipakai."
Menurut Tri, pesanan makin menggunung beberapa bulan sebelum puasa dan tahun baru. "Tapi saya tidak ngoyo atau memaksa pegawai lembur, toh rezeki akan mengalir sendiri," papar Tri yang menyaratkan agen harus membeli minimal 12 buah. "Selanjutnya terserah mereka, saya tak menargetkan harus belanja berapa."
Solihatin (38) sejak 1990 sudah bekerja di perusahaan garmen khusus bordir selama 10 tahun. Seusai menikah, Sol, begitu ibu dua anak ini biasa disapa, diminta suami berhenti kerja dan membuka usaha jahit sendiri. "Saya kebagian tugas membordir, sementara suami menjahit. Bekal ilmu membordir selama bekerja saya manfaatkan."
Sayang, ujian datang saat sang suami meninggal dunia setelah delapan tahun menikah. Padahal, dua anaknya masih kecil dan butuh biaya sekolah. "Saya sempat putus asa dan pengin jadi TKW, tapi siapa yang menjaga anak-anak? Ibu saya juga usianya sudah 80 tahun. Akhirnya, saya mencoba meneruskan usaha suami."
Sang suami, dulu membuat baju koko dan jubah. "Tapi saya ketipu. Tiap kali ada pembeli, tak langsung bayar. Mungkin karena perempuan, akhirnya saya diakali orang. Lama-lama barang habis, tapi uangnya tidak ada. Bangkrutlah saya." Akhir 2010, Sol bertemu Lembaga Keuangan Mikro dan meminjam uang buat modal sebanyak Rp 1 juta. "Saya manfaatkan modal itu untuk meneruskan usaha bordir. Untungnya, saya masih punya mesin bordir peninggalan suami, tinggal beli bahan saja."
Dari modal itu, Sol bisa membuat 14 mukena dengan bahan dan motif yang lebih bagus. "Dulu saya belum bisa memadukan warna dan desain, lalu belajar mulai dari memilih bahan, menggambar motif, dan memadukan warna."
Usaha Sol makin dikenal saat bertemu UKM Center mitra PT HM Sampoerna. Peningkatan pun mulai dirasakan Sol. Jika dulu mukenanya hanya dijual Rp 70 ribu karena bahannya murah, kini mukena bordir Sol bisa dihargai Rp 125 - 250 ribu, tergantung motif bordirnya. "Harga mukena yang lama saja sudah dianggap mahal buat di kampung. Tapi, sekarang lebih luas pembelinya karena sudah masuk ke UKM Center."
Bahkan Sol dibantu empat orang tetangganya, hingga bisa meraup keuntungan sampai 200 persen. "Dalam sebulan bisa laku sampai 30 mukena. Kadang-kadang malah tak bisa memenuhi keinginan pemesan karena banyaknya order."
Ide motif diperoleh Sol dari mana saja atau konsumen yang memberi masukan. Ciri khas mukena bordir buatan Sol adalah bunganya kecil-kecil, tak seperti kebanyakan dijual. "Dulu, mukenanya cuma dibungkus plastik, tapi sekarang sudah ada tasnya, dilengkapi sajadah bordir. Bordirnya pun rata dan penuh, sama dengan mukenanya," kata Sol yang selanjutnya ingin membuat busana muslim dan baju koko.
Hanya saja, Sol masih mengalami kendala soal modal. "Tapi saya tidak pernah putus asa, harus ada kemauan. Saya percaya, di mana ada kemauan di situ ada jalan." Terhadap pegawai pun, Sol enggan menyalahkan jika jahitan kurang bagus. "Saya sendiri yang merapikan. Biasanya dikerjakan malam hari kalau anak-anak sudah tidur. Enggak enak kalau harus menegur."
Keuntungan yang diperoleh Sol pun cukup untuk memenuhi kebutuhan anak-anak. "Saya juga bisa kredit motor. Pokoknya, saya ingin membahagiakan keluarga meski kerja sendiri. Anak-anak jangan sampai terlantar," tegas Sol.
Noverita, Gandhi / bersambung
KOMENTAR