Ayahnya, Tukidi, seniman dagelan kampung. Sementara ibunya, Sri, guru tari. Karena itu ia tak mendapat hambatan ketika memilih profesi pelawak. "Saya sudah menulis buku humor, lho. Kalau enggak ikut Plat AB, saya juga bisa dapat job sendiri.''
Pelawak bernama asli Fuady ini sengaja memasang huruf 'Yth' di depan nama Fuad, sebagai plesetan ''Yth. Buat...'' seperti halnya seseorang hendak berkirim surat. Sementara kata ''apa susah'' di belakang namanya, untuk memelesetkan lagu ''buat apa susah, susah itu tak ada gunanya'.'
Presenter RBTV sejak tahun 2009 ini sejak kecil memang ingin jadi pelawak karena lawak jarang ditemui. ''Misalnya, per 5 kilometer, kan, paling cuma ada satu atau dua orang yang jadi pelawak,'' canda pria kelahiran Jogja, 24 Pebruari 1987 ini.
Beruntung, cita-citanya menjadi pelawak kesampaian. Tahun 2008 saat masuk Sanggar Plat AB, ia bertemu Setyawan yang diakuinya sebagai sosok yang tidak pelit membagi ilmu. ''Dari beliaulah saya menimba ilmu komedi. Saya juga mengikuti jejak rekan senior saya itu dalam menulis buku humor. Sebentar lagi akan terbit. Judulnya Kompilasi Humor,'' terang Fuad yang baru sempat masuk 16 besar pada acara Sri Mulat Mencari Bakat di salah satu stasiun teve swasta.
Kisah soal tersisihnya ia dari acara itu, menurut presenter acara Leyeh-Leyeh (acara interaktif memilih lagu campursari plus kirim salam) di RBTV itu, ''Ternyata bermain lawakan secara Srimulatan itu sangat berbeda jauh dengan melawak pada umumnya. Anggota Srimulat melawak dengan mencari bahan humor dengan benang merah, full improve dan yang penting enak ditonton. Soal lucu, itu menyusul.''
Iwan to be A Millionaire
Nama panggung yang dipilih Iwan Ferdian Susanto adalah plesetan dari nama sebuah acara televisi, Who Want to be A Millionaire. Iwan sering diajak Setyawan pentas karena ia begitu cepat memelesetkan kata-kata yang baru saja didengarnya.
Sarjana Hukum UII yang kini tengah menempuh program S2 itu masuk Sanggar Plat AB sejak 2006. ''Motivasi saya masuk sanggar, ya, ingin menghibur masyarakat. Tapi saya masuk sanggar justru karena merasa belum lucu. Saya ingin belajar melucu pada Mas Setyawan. Setelah delapan kali pertemuan di diklat sanggar, saya dapat banyak ilmu. Misalnya bagaimana menghadapi kamera. Pada akhirnya saya dapat kesempatan tampil di teve lokal. dan ngemsi di berbagai acara. Misalnya acara peluncuran Pemilukada," terangnya.
Pria kelahiran Jogja, 21 Agustus 1982 ini tinggal di kawasan Pakualaman. Ia mengaku sedikit grogi ketika pertama kali bertemu Setyawan, pelawak seniornya. "Saat di atas panggung, enggak grogi, soalnya sebelum naik panggung sudah sharing dulu. Dari seringnya sharing itu akhirnya saya menemukan bakat bermain plesetan kata-kata. Itu yang kemudian saya tonjolkan."
Jiwa seninya menurun dari kedua orangtuanya. Ayahnya, Ngadino, pemain ketoprak, sementara, ''Ibu saya batagor, ha ha ha... Yang benar ibu saya, Wartini, seorang sinden. Orangtua saya memang ketemunya cinlok, ha ha ha...,"ucapnya diselingi canda plesetan.
Lantas, kenapa Poer mau jadi pelawak? "Habis teman-teman sekolah saya pada jadi polisi. Nah, yang mau jadi penjahat, siapa? Ha ha ha...'' Tentu saja ucapannya itu sekadar lelucon.
Ini cerita seriusnya. Ternyata, lulusan Madrasah Aliyah Negeri di Bantul itu adalah penggemar grup lawak LBH yang dulu sering tampil di Indosiar. ''Tapi saya juga sudah sering pentas di acara 17 Agustusan di kampung. Ada rasa puas ketika bisa tampil dan ditonton orang.''
Akhirnya, Poer bergabung di Sanggar Plat AB, angkatan ke-8. Baru dua bulan masuk diklat, sudah berani terima job. "Pertama kali pentas, sebelum naik panggung saya sempat 10 kali ke toilet. Deg-degan, gitu, lho, kenangnya.
Terlahir dengan nama asli Poerwono Bekti Prasetyo, pria kelahiran Bantul, 18 Mei 1983 ini memilih nama panggung dengan memelesetkan nama aslinya, Poer Segi Panjang. Seperti harapannya, panjang karier dan rezekinya.
Rini Sulistyati
KOMENTAR