Wajah langit di atas Kaliurang Minggu (3/7) lalu tak seperti beberapa hari sebelumnya, yang tampak muram dan kelabu. Hari itu langit memang tak terlihat sedang tersenyum cerah. Kendati demikian, sang giri bernama Merapi dan Merbabu, menampakkan wujudnya di antara bukit-bukit kecil yang mulai menghijau.
Di lereng bawah bukit-bukit kecil itulah, serombongan prajurit dan satu bregodo (regu) abdi dalem datang membawa aneka sesaji dan perangkat labuhan alit, menjalani tradisi yang sudah ada sejak ratusan tahun sebelumnya. Bila tahun lalu upacara labuhan Merapi masih dipimpin mendiang Mbah Maridjan, kali ini, pasca erupsi Merapi Oktober 2010, upacara labuhan dipimpin Mas Lurah Suraksosihono (44). Pak Asih, sapaannya, tak lain adalah putra ke-3 Mbah Maridjan (Mas Penewu Suraksohargo).
''Alhamdulillah, semua berjalan lancar.'' Kalimat itulah yang pertama kali terlontar dari mulut juru kunci Gunung Merapi yang baru, seusai memimpin labuhan alit yang berlangsung setahun sekali. Ini pengalaman pertama Asih sebagai juru kunci Merapi. Jabatan dan status sebagai juru kunci Merapi disandangnya secara resmi sejak ditetapkan Sultan HB X sejak Senin 4 April 2011. Pengangkatan Asih dilakukan melalui upacara pelantikan di Bangsal Kasatriyan Keraton Ngayogyakarta. Pelantikan juru kunci Merapi itu dilakukan bersamaan dengan pelantikan 229 abdi dalem yang dilakukan oleh Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, dipimpin GBPH Joyokusumo.
Sebagai anak Mbah Maridjan, sebenarnya Asih sudah terbiasa membantu ayahnya menyampaikan labuhan Merapi. Adakah ia juga melakukan laku batin seperti halnya mitos yang dipercaya masyarakat selama ini? ''Sebagai orang yang beragama, persiapan batin saya secara khusus, ya, minta ridha Allah, semoga prosesi labuhan utusan dari keraton lancar dan baik. Semua pengikutnya selamat. Selebihnya, ya, biasa saja,'' terangnya.
Ketika usia mendiang Mbah Maridjan merambat semakin sepuh, sebenarnya Asih sudah terbiasa menjadi "penerjemah'' komunikasi antara ayahnya dengan keraton. Atau dengan para pendaki dan tamu yang terus datang bersilaturahmi. Karena itu, ia sudah paham betul apa saja tugas juru kunci Merapi.
Yang utama, tegas Asih, adalah menyampaikan dan memimpin upacara labuhan setiap tahun. Baik labuhan kecil, maupun labuhan besar setiap delapan tahun sekali. ''Selebihnya, membantu upacara Gerebeg Maulud dan Gerebeg Syawal di keraton. Di luar itu, tergantung keraton. Kapan saja diperlukan, saya harus datang.''
Sementara secara kemasyarakatan, tugas utama juru kunci Merapi adalah bersama-sama menjaga kondisi. ''Melihat kondisi Merapi secara pengamatan secara lokal. Kami, kan, tidak punya alat. Misalnya Merapi batuk-batuk, kita perlu waspada dan memperingatkan kepada warga. Menasihati agar warga hati-hati.''
Yang kedua, menjaga lingkungan, kelestarian alam. Artinya kita tidak boleh merusak hutan. Karena di sana adalah hutan lindung. ''Kalau ada pohon yang rusak dan kering, ya, kita wajib menanam menurut kemampuan. Saya juga dituntut untuk selalu berkomunikasi dengan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK). Jadi kalau hanya mengandalkan firasat, di masa sekarang sudah tak cocok lagi. Saya pun tidak melakukan laku batin, kecuali memohon perlindungan Allah."
Keraton, lanjut Asih, berpesan kepada dirinya agar tidak hanya mengandalkan mimpi atau firasat ketika Merapi mulai "batuk-batuk". Melainkan harus berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Sleman, BPPTK, Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi. "Ikuti Pemerintah yang ada. Begitu pesan keraton. Jadi saya harus selalu berkomunikasi dengan BBBTK. Istilahnya, kerja bersama, ya. Sejauh ini komunikasi saya lancar. BPPTK juga berpesan, pokoknya selalu berkomunikasi.''
Asih memaknai tugas memimpin labuhan sebagai cara untuk minta keselamatan agar wilayah lereng Merapi dan masyarakat Jogja pada umumnya diberi keselamatan oleh Allah. Sedangkan ia memaknai kepercayaan terhadap dirinya karena terpilihnya menjadi juru kunci, sebagai tugas suka rela dan ikhlas. ''Tidak ada yang menyuruh. Jadi tugas dari keraton ini sebagai amanah. Saya cukup ikhlas dan senang ditunjuk sebagai penerus mendiang Mbah Maridjan.''
Mbah Maridjan lah yang pertama kali menanyakan kesediaannya menjadi abdi dalem keraton. Setelah Asih menyatakan kesediaannya, ia didaftarkan ke keraton. Ia mendapat pangkat awal dengan sebutan Mas Bekel Anom Suraksosihono. ''Kewajiban saya sebagai abdi dalem hanya sowan setahun dua kali pada upacara Gerebeg Maulud dan Syawal. Selebihnya, membantu Bapak menyampaikan labuhan.''
Karena itu, ia hapal tata-cara menyampaikan labuhan, termasuk siapa saja yang setiap tahunnya "mendaftarkan diri" memesan kain batik yang dilabuh. ''Perangkat yang dilabuh itu tidak boleh dirayah (diperebutkan). Kalau nasi tumpeng dan bunga memang dibagi-bagikan. Tapi kalau kain, tidak. Yang antre banyak. Saya masih ingat siapa saja yang pesan. Mereka sudah mendaftar beberapa tahun sebelumnya. Saya tidak bisa memberikan daftarnya. Tapi yang mendaftar tahun ini kemungkinan baru bisa mendapatkannya tahun depan atau tahun berikutnya lagi," jelasnya.
Setumpuk kain kegemaran Sultan yang dilabuh itu antara lain bermotif Cangkring dan Kawung yang menjadi buruan kolektor batik. Demikian halnya benda terkecil pun banyak peminatnya. Tiap tahun kain-kain yang dilabuh itu memiliki motif yang sama, dan dibatik secara khusus oleh abdi dalem keraton.
Juru kunci Merapi kali ini amat berbeda dengan Mbah Maridjan. Terutama dalam cara pandang. Asih lebih moderat, realistis, dan melek teknologi. Maklum, dalam kesehariannya ia berstatus karyawan perpustakaan Fakultas MIPA, UII Yogyakarta. Ayah dua putri ini telah bekarja di UII selama 12 tahun.
Ketika NOVA menemuinya di kampus, ia terlihat tengah sibuk mengerjakan tugas kantornya dengan laptop. ''Saya tidak mau diwawancara di kampus. Saya tidak mau bermuka dua. Di kampus, saya bukan juru kunci. Saya masyarakat biasa. Kalau mau wawancara soal Merapi, ya, di rumah,'' terangnya saat ditemui kembali di rumah pengungsiannya.
Asih mengaku cukup merasa senang ketika Rektor UII Prof. Edy Suandi Hamid memberikan izin kepada dirinya untuk menjabat juru kunci Merapi. Asal tahu saja, Asih menyisihkan 9 kandidat lain yang dipanggil keraton untuk mengikuti seleksi.
Rini Sulistyati/ bersambung
KOMENTAR