WARUNG BU KRIS Pelopor Ayam Penyet
Penggemar masakan Jawa Timur pasti tak asing dengan Warung Bu Kris (WBK). Sebagai pelopor ayam penyet asal Surabaya, WBK dikenal lewat hidangan serba penyet. Istilah penyet sendiri dipopulerkan sang empunya, Dwi Kristiani, untuk merujuk ayam goreng yang ditindih dan dilumatkan bersama sambal di atas piring cobek kayu. Sambal uleknya dibuat khusus dari resep keluarga dipadu terasi udang istimewa.
Tingkat kepedasannya juga bisa diatur sesuai selera pelanggan, dari level sedang, pedas, ekstra pedas, hingga superpedas. Jika tak terlalu suka sambal terasi, Anda bisa mencoba sambal mangga muda yang pedasnya tak kalah menggigit. Selain ayam kampung penyet yang jadi andalan, ada pula hidangan lain seperti tempe, bakso, tahu, bakwan, telur, empal, iga, ikan gurame, ikan bandeng yang juga dipenyet. JIka ingin yang berkuah, tinggal pilih, ada rawon, sayur asem atau sop ayam.
Menurut Danny (32), salah satu pengelola cabang WBK di Wiyung, Surabaya, awalnya usaha ini berupa warung emperan di pinggiran Jl Manyar. Ketika itu, tahun 1992, masih banyak yang belum bisa menerima istilah ayam penyet. Banyak di antaranya ragu mencoba menu itu. Pelanggan yang datang pun jauh dari harapan. "Sempat terpikir, apa karena kata 'penyet' kurang enak didengar, makanya usaha ini sepi. Orang lain punya usaha, dalam 1-2 tahun sudah menunjukkan hasil. Tapi, kami harus melewati 10 tahun. Proses yang panjang untuk mengenalkan menu penyet sampai akhirnya bisa diterima," terang Danny.
Sejak awal WBK memang tak mau membuka waralaba, "Kalau ada perselisihan, sesama keluarga masih bisa diselesaikan baik-baik. Tapi kalau waralaba, kan, pasti berhubungan sama orang lain, bisa ruwet. Meski pakemnya tradisional, tapi cara kekeluargaan inilah yang melanggengkan usaha kami." Kunci sukses lainnya, WBK selalu mengutamakan pelayanan terhadap pelanggan. Saran dan kritik selalu mereka terima dengan senyum dan evaluasi. Pegawai juga dilatih untuk terampil memasak dan melayani pelanggan. Bahkan, ada yang sudah 10 tahun bekerja di WBK.
"Awalnya, segmen konsumen nya menengah ke bawah. Dengan harga menu mulai Rp 6-33 ribu. Karena imej warung dianggap lebih murah dibanding restoran atau rumah makan. Tapi, syukurlah makin ke sini yang datang makin beragam." Meski berjudul warung, nyatanya menjelang makan siang, deretan mobil selalu memadati lahan parkir setiap cabang WBK.
Banyak pula pemesanan dari kantor atau acara-acara keluarga. "Sudah 20 tahun berlangsung, tapi Oma saya (Bu Kris) masih suka mengontrol kualitas masakan di tiap cabang, meski sudah ada koki yang bertanggung jawab atas rasa tiap menu. Oma punya kunci andalan mengelola usaha ini," pungkas Danny.
Perjuangan Sukarmanto (45) mengembangkan usaha Mi Restu hingga berkembang pesat seperti saat ini patut diacungi jempol. Usaha yang didirikan sejak 1989 itu benar-benar dirintis dari bawah dengan cobaan tak ringan. Tapi, kegigihan usaha yang begitu panjang dan tanpa putus asa itu tidaklah sis-sia. Tengok saja, lokasi jualannya di Jl. Pucang Anom, Surabaya, sejak buka pukul 09.00 hingga 21.00 WIB selalu dipenuhi pembeli.
Bahkan, selain di Jl. Pucang yang memang merupakan cikal bakal usahanya, kini Mi Restu milik pria yang kerap disapa Bang Karman ini sudah memiliki delapan cabang yang tersebar di berbagai supermarket besar di Surabaya. "Sekarang banyak sekali orang yang minta buka usaha dengan sistem waralaba. Tapi jujur saja, saya belum memiliki pengetahuan yang cukup tentang sistem waralaba, sehingga daripada bermasalah di belakang hari, untuk sementara ini saya tolak dulu," kata Karman yang pernah menerima tawaran waralaba dari Makassar, Kalimantan, Pontianak juga Bali.
Pria asal Rengel, Kab. Tuban (Jatim) itu sebelumnya bekerja sebagai pelayan di restoran mi yang cukup ternama di Surabaya. Namun, ia mengaku tak bisa melihat proses pembuatan mi-nya. "Oleh sang pemilik, formula dan proses pembuatan mi benar-benar dirahasiakan. Karyawan tahunya sudah jadi mi lalu memasaknya saja," kisah Karman.
Baginya, bila ingin berjualan mi dengan laris, kunci utamanya terletak pada kualitas mi-nya. Beda dengan jenis masakan lain. "Mi, yang bagus itu lemas dan tak mudah putus saat digodok," paparnya. Kegigihan Karman membuahkan hasil. Akhirnya, ia pun menemukan adonan yang pas untuk membuat mi.
Berkat keuletannya, warung mi Karman berkembang pesat dan makin dikenal hingga kini. Tak hanya itu, ia pun bisa membuka cabang di berbagai supermarket di Surabaya. Menurut pria berjanggut ini, mi yang dijualnya adalah mi segar tanpa bahan pengawet dan selalu baru. "Mi yang kami jual hari ini, ya, dibuatnya hari ini juga. Kalau habis, langsung bikin lagi," kata Karman yang bulan lalu membeli warung yang ia kontrak seharga Rp 1,250 miliar.
Per porsi mi, Karman hargai Rp 9 ribu sampai Rp 11 ribu. Dalam sebulan, Karman bisa mendapatkan penghasilan bersih sebesar Rp 30 juta sampai Rp 40 juta. Karman pun berbagi kunci suksesnya. "Selain kerja keras, tak boleh putus asa, jangan pernah berhenti belajar, dan usaha yang ditekuni harus selalu berkesinambungan. Misalnya, jualan makanan tapi tak laku, ya, jangan cepat putus asa dan berhenti. Tapi harus dicari apa penyebabnya," tegas Karman.
Ade, Gandhi / bersambung
KOMENTAR