Rabu (20/4) pagi, pesawat yang kami tumpangi mendarat mulus di Beijing Capital International Airport. Udara bersuhu 10 derajat Celsius segera menyergap kulit. Di musim semi, pagi di Beijing cukup dingin. Untunglah kami tak perlu berlama-lama kedinginan karena bis jemputan segera datang. Tour leader dari Enjoy Wisata Jakarta, Ronald, memperkenalkan kami dengan local guide, A Yung. Pembawaan yang konyol dan kemahirannya berbahasa Indonesia cukup menghangatkan suasana.
Dari jendela bis, pemandangan kota tua nan bersahaja terpampang. Pohon dengan dahan yang mengering berbaris rapi di kiri-kanan jalan. Bunga ginkgo biloba seperti kapas beterbangan memenuhi udara.
Dengan populasi 22 juta jiwa (2010), Ibukota Republik Rakyat Cina (RRC) ini tergolong bersih dari sampah dan polusi. Sebanyak 98 persen penduduknya tinggal di apartemen karena harga tanah di pusat kota sangat mahal. Sekitar 40 ribu Yuan per meter2 atau setara Rp 52 juta. Wow!
Macet? Ada, tetapi tidak separah Jakarta. Jumlah mobil dibatasi dan sudah 15 tahun motor dilarang beroperasi. Kendaraan roda dua yang wira-wiri hanyalah sepeda. Tak kurang dari 2 juta sepeda tersebar di Beijing. Tapi jangan bayangkan sepeda lipat atau sepeda fixie warna-warni seperti yang tengah menjamur di Jakarta. Beijinger cukup mengayuh sepeda tua berkeranjang (bahkan tak jarang catnya sudah terkelupas dan berkarat) untuk bepergian.
Sejak awal percakapan, A Yung memberi informasi obyek wisata sejarah yang sangat banyak tersebar di Beijing. Luas Beijing saja 1.680.125 Km2, atau hampir tiga kali lipat Jakarta. "Jadi, siap berjalan kaki cukup jauh, ya!" tutur A Yung disambut sorakan antusias ibu-ibu. Amunisi berupa air mineral, sepatu keds, topi, coat dan tentu saja kamera, pun segera disiapkan.
Persinggahan pertama adalah lapangan Tiananmen di jantung Kota Beijing. Setiap harinya, tak kurang dari 50 ribu orang memadati tempat bersejarah berjuluk Gate of Heavenly Peace ini. Tak menyia-nyiakan kesempatan, rombongan sibuk jeprat-jepret berlatar Tiananmen Gate, Zhengyangmen Gate dan Mao Zedong Mausoleum.
Puas berjalan kaki mengelilingi Tiananmen, kami beranjak ke Forbidden City yang letaknya berdekatan. Hmm, namanya saja sudah membuat penasaran...
Ternyata, Forbidden City adalah kompleks istana raja yang sangat luas dan dikelilingi sungai buatan. Dengan berjalan kaki, kami membutuhkan waktu 3 jam! Melewati belasan gerbang plus ratusan anak tangga untuk sampai ke istana utama Sang Raja. Rasa pegal menjalar, tetapi kami tak henti berdecak kagum menikmati kemegahan bangunan istana bernuansa merah dan emas hingga sampai ke pintu keluar.
Kuil Surga
Tak terasa, siang datang dan memanggil kami untuk segera mengisi perut. Dalam waktu singkat, aneka hidangan khas Cina pun tandas! Ha ha ha... Cukuplah sebagai cadangan energi menjelajah tujuan wisata berikutnya, Temple of Heaven.
KOMENTAR