Ibu menjadi TKW pun kudengar karena dipaksa Bapak. Jika Ibu tak mengirim uang dari Malaysia, Bapak sering mengancam akan menyakiti kami, anak-anaknya. Tanpa kiriman uang dari Ibu, kami memang tak bisa makan. Andai saja nenekku dari Bapak, Mbah Tumi, tidak membantu, pasti kami sudah kelaparan.
Bapak sering terlihat kesal dengan keadaan ini. Terlebih melihat kondisi adikku, Iqbal (7), yang tidak tumbuh sebagai anak normal. Iqbal lumpuh dan cacat mental, sehingga tak bisa lepas dari perawatan Bapak. Untunglah adikku yang bungsu, Zakaria (4), sejak bayi dirawat Mbah Tumi yang tinggal di belakang rumah.
Karena merasa kerepotan mengurus rumah tangga, Bapak sering meminta tolong kepadaku. Nah, jika aku lalai sedikit saja, seperti terlambat memasak air atau memecahkan piring tanpa sengaja saat mencuci, emosi Bapak meluap. Pukulan dan tonjokan pun melayang tanpa ampun. Aku hanya bisa menangis sebab Bapak akan marah jika Mbah atau Bibiku, Andang, datang ingin melindungiku atau menasehati Bapak. Mbah dan Bibi memilih pergi dan meninggalkan aku dan adik-adik daripada ikut-ikutan dikasari Bapak.
Ahmad Tarmizi / bersambung
KOMENTAR