Meski kiprahnya di dunia hiburan belum banyak, dara semampai kelahiran Jakarta 10 Juni 1987 ini dikenal aktif mengikuti perlombaan dan berbagai kegiatan seni. "Dari kecil suka ikut lomba, mulai fashion show, None Jakarta, Mojang Bandung (berbagai perlombaan tingkat remaja, Red.). Alhamdulillah menang dan sempat dapat piala bergilir dari gubernur segala, lho. Makanya Mama menyarankan aku ikut Abnon pas sudah besar," terang Nacita.
Setelah mengikuti Abnon, jiwanya terpanggil untuk ambil bagian dalam pelestarian budaya Betawi. Salah satunya, menjadi pemain utama dalam pementasan teater bertajuk DOEL: Antara Roti Buaya dan Burung Merpati, Kembang Parung Nunggu Dipetik yang diproduseri artis Maudy Koesnadi di tahun 2009.
Untuk peran ini, Nacita mengaku sangat terbantu dengan kemampuannya menari. Mulai dari tarian Jaipong, Saman, Tari Topeng, Modern Dance, Hip hop Dance, terampil ia bawakan. Meski baru aktif les menari saat SMU, ia tergolong murid yang cepat belajar dan luwes mengikuti gerakan. Tak heran bakat alam ini berasal dari ibunda dan neneknya yang juga penari.
Nacita selalu ingin mencoba banyak hal baru. Baginya, berakting dalam film, teater, menari maupun menjadi presenter adalah bagian dari ekspresi dirinya. Semua aktifitas itu menyenangkan untuk dijalani, sehingga ia lebih menganggapnya sebagai hobi, bukan pekerjaan. Karena itu, ia tak mau jika diminta untuk memilih salah satunya.
Berbagai kegiatan Nacita memang sering dibayangi nama besar seorang Deddy Mizwar. Walau merasa sebal jika orang selalu mengaitkan prestasi yang ia miliki dengan ketenaran ayahnya, tapi hal itu tak membuatnya berkecil hati. Justru ia bangga memiliki orangtua yang hebat di mata masyarakat.
"Di setiap kesempatan aku selalu gunakan namaku, Senandung Nacita, tanpa embel-embel Mizwar. Kalau orang berpandangan sinis, aku sudah biasa. Enggak ambil pusing karena semua prestasi atas usahaku sendiri," ungkap penyuka warna hijau dan pink ini.
Terbukti saat mengikuti audisi presenter, tak ada sama sekali peran Deddy karena hanya Nacita sendiri yang menjalani dan tahu seperti apa prosesnya. Karena tahu sang ayah jarang ikut campur pada kegiatannya, Nacita lantas enggan menanggapi omongan negatif orang lain. "Kalau positif, anggap saja motivasi. Tapi kalau negatif, jangan dipikir, nanti malah berdampak buruk. Kalau aku dipuji dan dikaitkan dengan Papa karena prestasiku, baru lah aku bangga dan itu memotivasi untuk bisa seperti dia," ujarnya mengidolakan Deddy.
Nacita adalah sulung dari dua bersaudara. Adik lelaki satu-satunya, Zulfikar Rakita Dewa, baru menyelesaikan pendidikan AKABRI dan sedang ditempatkan di Cilodong, Bogor. Sedari kecil, hubungan keduanya yang hanya terpaut satu tahun, sangat dekat dan seperti teman. Tak heran ia merasa kesepian di rumah sejak ditinggal sang adik ke luar kota.
Selain aktif dalam kegiatan seni dan presenting, Nacita juga masih tercatat sebagai mahasiswi Ekonomi-Akuntansi di UNIKA Atmajaya Jakarta dan sedang merampungkan skripsinya. Mengapa tak ambil jurusan itu? "Karena akuntansi adalah pelajaran favorit waktu SMU. Aku merasa mampu di bidang itu, tapi hobi di dunia seni tetap aku jalani."
Sedari kecil Nacita menyadari, ayahnya adalah public figure yang jadi milik masyarakat saat di luar rumah. Ia kerap merasa aneh jika melihat Deddy muncul di televisi, ditambah kesibukan di dunia film yang membuat mereka jadi jarang bertemu.
Pengalaman tak terlupakan sekaligus menyedihkan pun pernah ia alami saat kelas 2 SD, "Aku minta liburan sekeluarga ke Taman Safari. Waktu baru turun dari mobil, Papa langsung diserbu penggemar yang ingin foto bareng. Aku dan Mama didorong-dorong. Akhirnya liburan batal, sedih banget. Aku nangis di mobil dan terus diberi pengertian sama Papa." Padahal, menurut Nacita, di rumah ia dikenal sebagai anak manis dan jarang menangis.
KOMENTAR