Wajar rasanya jika pemilik nama indah, Senandung Nacita Mizwar (23) mewarisi bakat seni yang mengalir deras dari kedua orang tuanya, aktor senior Deddy Mizwar dan Giselawaty Wiranegara yang seorang penari. Tapi, siapa sangka walau akrab dengan dunia seni sejak kecil, perempuan yang akrab dipanggil Nacita ini, lebih memilih untuk menekuni bidang penyiaran.
Menjadi presenter program berita Liputan 6 dan Buser di SCTV, kini menjadi rutinitasnya. Lantas, apa yang memotivasinya? "Sebenarnya dari awal aku lebih tertarik pada dunia presenting-nya, membawakan acara, karena waktu di Abnon (Abang None, Red.) terbiasa jadi MC dan bicara di depan banyak orang," tuturnya.
Terpilih sebagai Wakil II di ajang Pemilihan Abang None tingkat DKI Jakarta tahun 2009, Nacita lalu mendapat tawaran menjadi presenter. Awalnya ia tak mengira akan membawakan program news. Namun, dari awal audisi hingga menjalani siaran selama delapan bulan terakhir, pengalaman barunya ini makin ia nikmati.
Berbekal pelatihan yang diberikan dan terus belajar dari seniornya, ia berharap bisa langsung meliput berita di lokasi kejadian. "Semangat kalau diminta terjun ke lapangan, akan beda rasanya. Karena belum pernah merasakan. Tapi dalam studio, aku juga masih ingin eksplorasi banyak hal, termasuk mencari gaya siaran sendiri," ujarnya penasaran.
Ada pengalaman berkesan saat pertama kali ia diminta membawakan siaran langsung program breaking news SCTV. Nacita sempat gugup setengah mati. Demi siaran pula, mau tak mau ia harus terbiasa bangun dini hari dan dijemput pukul tiga pagi. Namun, keyakinan dan rasa percaya diri membuatnya mampu melalui semua itu.
Mengaku bersyukur dan ingin terus menjadi presenter, Nacita merasakan banyak manfaat. "Update informasi terus, menambah wawasan bersama para jurnalis lain, dan aku juga sedang menikmati betul jadi presenter. Apalagi proses audisinya lumayan lama, dari akhir 2009," tutur penggemar pizza ini.
Nacita kecil memang tak pernah membayangkan profesi sebagai news anchor. Karena dulu ia bercita-cita menjadi sutradara. Maklum saja, pekerjaan Deddy sebagai pemain film, membuatnya begitu familiar dengan suasana di lokasi syuting. Setelah menjadi presenter, ia pun rajin berlatih agar tampil maksimal di depan kamera. Kendati itu pun tak asing lagi baginya, karena pernah membintangi dua film layar lebar, yakni Kiamat Sudah Dekat dan Ketika.
Terlibat dalam dua film yang juga disutradarai sang ayah, bukanlah tanpa alasan. "Sejak SMU aku sudah ikut ekstrakurikuler film dan ikut festival indie. Dan ketika lulus SMU, kebetulan Papa sedang produksi film dan aku belum masuk kuliah, jadi aku iseng magang sebagai astrada (asisten sutradara)."
Di saat bersamaan, Deddy sedang bingung mencari pemeran utama wanita karena kandidat sebelumnya membatalkan syuting. Tak tega melihat sang ayah gagal mendapat pemain yang cocok, ditambah waktu produksi yang semakin dekat, Nacita akhirnya mau menerima bujukan ikut casting. Ia pun lolos dan berperan sebagai adik Fandy (Andre Taulani) di film Kiamat Sudah Dekat. Keinginan magang jadi astrada pun tertahan untuk sementara. Namun, ia senang karena dapat banyak ilmu dari Deddy, utamanya dalam hal akting dan profesionalme kerja yang ia jadikan panutan.
Meski kiprahnya di dunia hiburan belum banyak, dara semampai kelahiran Jakarta 10 Juni 1987 ini dikenal aktif mengikuti perlombaan dan berbagai kegiatan seni. "Dari kecil suka ikut lomba, mulai fashion show, None Jakarta, Mojang Bandung (berbagai perlombaan tingkat remaja, Red.). Alhamdulillah menang dan sempat dapat piala bergilir dari gubernur segala, lho. Makanya Mama menyarankan aku ikut Abnon pas sudah besar," terang Nacita.
Setelah mengikuti Abnon, jiwanya terpanggil untuk ambil bagian dalam pelestarian budaya Betawi. Salah satunya, menjadi pemain utama dalam pementasan teater bertajuk DOEL: Antara Roti Buaya dan Burung Merpati, Kembang Parung Nunggu Dipetik yang diproduseri artis Maudy Koesnadi di tahun 2009.
Untuk peran ini, Nacita mengaku sangat terbantu dengan kemampuannya menari. Mulai dari tarian Jaipong, Saman, Tari Topeng, Modern Dance, Hip hop Dance, terampil ia bawakan. Meski baru aktif les menari saat SMU, ia tergolong murid yang cepat belajar dan luwes mengikuti gerakan. Tak heran bakat alam ini berasal dari ibunda dan neneknya yang juga penari.
Nacita selalu ingin mencoba banyak hal baru. Baginya, berakting dalam film, teater, menari maupun menjadi presenter adalah bagian dari ekspresi dirinya. Semua aktifitas itu menyenangkan untuk dijalani, sehingga ia lebih menganggapnya sebagai hobi, bukan pekerjaan. Karena itu, ia tak mau jika diminta untuk memilih salah satunya.
Berbagai kegiatan Nacita memang sering dibayangi nama besar seorang Deddy Mizwar. Walau merasa sebal jika orang selalu mengaitkan prestasi yang ia miliki dengan ketenaran ayahnya, tapi hal itu tak membuatnya berkecil hati. Justru ia bangga memiliki orangtua yang hebat di mata masyarakat.
"Di setiap kesempatan aku selalu gunakan namaku, Senandung Nacita, tanpa embel-embel Mizwar. Kalau orang berpandangan sinis, aku sudah biasa. Enggak ambil pusing karena semua prestasi atas usahaku sendiri," ungkap penyuka warna hijau dan pink ini.
Terbukti saat mengikuti audisi presenter, tak ada sama sekali peran Deddy karena hanya Nacita sendiri yang menjalani dan tahu seperti apa prosesnya. Karena tahu sang ayah jarang ikut campur pada kegiatannya, Nacita lantas enggan menanggapi omongan negatif orang lain. "Kalau positif, anggap saja motivasi. Tapi kalau negatif, jangan dipikir, nanti malah berdampak buruk. Kalau aku dipuji dan dikaitkan dengan Papa karena prestasiku, baru lah aku bangga dan itu memotivasi untuk bisa seperti dia," ujarnya mengidolakan Deddy.
Nacita adalah sulung dari dua bersaudara. Adik lelaki satu-satunya, Zulfikar Rakita Dewa, baru menyelesaikan pendidikan AKABRI dan sedang ditempatkan di Cilodong, Bogor. Sedari kecil, hubungan keduanya yang hanya terpaut satu tahun, sangat dekat dan seperti teman. Tak heran ia merasa kesepian di rumah sejak ditinggal sang adik ke luar kota.
Selain aktif dalam kegiatan seni dan presenting, Nacita juga masih tercatat sebagai mahasiswi Ekonomi-Akuntansi di UNIKA Atmajaya Jakarta dan sedang merampungkan skripsinya. Mengapa tak ambil jurusan itu? "Karena akuntansi adalah pelajaran favorit waktu SMU. Aku merasa mampu di bidang itu, tapi hobi di dunia seni tetap aku jalani."
Sedari kecil Nacita menyadari, ayahnya adalah public figure yang jadi milik masyarakat saat di luar rumah. Ia kerap merasa aneh jika melihat Deddy muncul di televisi, ditambah kesibukan di dunia film yang membuat mereka jadi jarang bertemu.
Pengalaman tak terlupakan sekaligus menyedihkan pun pernah ia alami saat kelas 2 SD, "Aku minta liburan sekeluarga ke Taman Safari. Waktu baru turun dari mobil, Papa langsung diserbu penggemar yang ingin foto bareng. Aku dan Mama didorong-dorong. Akhirnya liburan batal, sedih banget. Aku nangis di mobil dan terus diberi pengertian sama Papa." Padahal, menurut Nacita, di rumah ia dikenal sebagai anak manis dan jarang menangis.
Protes akan intensitas pertemuan yang jarang dan perlakuan para penggemar, pernah membuat Nacita sebal dengan profesi Deddy. Walau begitu, ia mengagumi Papanya sebagai ayah yang sabar, bijaksana dan penuh kehangatan.
"Kalau ada masalah, Papa lebih suka ajak bicara baik-baik. Meski sibuk dan selalu pulang pagi, dia berusaha berkomunikasi dengan waktu yang sedikit, tapi berkualitas. Aku selalu sharing tentang segala hal, dan suka diberi saran. Malah kadang aku dibangunkan untuk berangkat siaran," ungkapnya sambil tersenyum.
Idealis & Tegas
Akrab menyambangi lokasi syuting juga membuat Nacita sangat mengenal gaya kerja sang ayah. "Selain selalu total di setiap produksi, Papa selalu mengajarkan kepada semua pemain, akting yang benar itu bagaimana. Kesan tegas ketika syuting, memang benar. Tapi waktu break, dia berubah jadi hangat dan humoris. Dia, sutradara yang idealis, aku terbiasa melihat ketegasan dan keseriusannya di setiap menggarap film. Dia juga objektif dan fair. Kalau aktingku bagus, akan dipuji, tapi kalau jelek aku juga dimarahi," ungkap penggemar Julia Roberts dan Bruce Willis ini.
Kendati demikian, sifat tegas dan idealis ayahnya juga menurun pada diri Nacita. Jika ada yang bertentangan dengan hati nurani, ia jujur mengikuti prinsipnya. Misalnya, saat ada sutradara yang menawarkan skenario dengan cerita tak mendidik, ia pasti menolaknya. Meski ayahnya seorang seniman, Nacita tak merasa dipaksa menekuni dunia seni.
Justru ketika ditawari main sinetron saat masih SMU, ia disarankan untuk fokus bersekolah. Malah sang bunda yang banyak memotivasi, karena melihat dirinya dan adiknya punya potensi dalam kegiatan seni. Menurut Nacita, walau terkesan cuek, tapi ayahnya selalu mendukung pilihan dirinya dan adiknya. Figur sukses dan kedekatan dengan sang ayah pun jadi pendorongnya untuk terus belajar melakukan yang terbaik dalam berbagai hal.
ADE RYANI
KOMENTAR