Omalia Kitchen Tak Habis Disantap Sendirian
Diperkenalkan sejak Maret 2015, burger ini langsung mencuri perhatian para pengunjung dan menjadi signature dish kafe ini. Diameternya yang besar, yaitu 12 inci atau 30 cm, mengundang orang untuk mencoba. “Yang saya tahu burger dengan diameter terbesar di Indonesia adalah 25 cm. Nah, sekarang kami bikin burger 30 cm dengan dua varian, yaitu beef dan chicken,” tandas Dicky Rachman, pengelola Omalia Kitchen yang terletak di Jalan Braga, Bandung.
Dicky mengakui, tidak seperti restoran yang menjual tower burger di mana beberapa burger berukuran kecil atau standar hanya ditumpuk jadi satu sehingga minim risiko, burger 12 inci yang dibuat Omalia berisiko besar. Sebab, membutuhkan biaya besar untuk memproduksinya. Dengan begitu, ia berharap orang enggan meniru, meski proses pembuatannya cukup mudah.
Ukuran sebesar ini juga membuat burger yang notabene disukai beragam usia ini unik. Keunikan inilah yang jadi andalan Omalia. “Di sisi lain, burger besar ini membuat kami berharap pengunjung datang ke sini bersama-sama dengan teman atau keluarganya. Sebab, tidak mungkin habis dimakan sendirian, sekalipun dia doyan makan. Minimal butuh 5-6 orang untuk menghabiskan satu burger ukuran 12 inci ini,” ungkap Dicky sambil tersenyum.
Sejauh ini, yang paling banyak adalah 12 orang. Ternyata, selain di Indonesia, burger berukuran 12 inci ini hanya ada di beberapa negara di dunia, yaitu Amerika, Filipina, Brazil, dan Meksiko. Untuk lebih memperkenalkan burger 12 inci ini, tutur Dicky, Omalia sempat mengadakan lomba makan burger ini. “Supaya menang, burger ini harus disantap satu orang dalam waktu 20 menit. Boleh minum air putih sepuasnya. Yang menang dapat uang Rp2 juta,” ujar Dicky.
Ternyata, tak ada yang berhasil menembus waktu itu. Yang menghabiskan paling banyak pun masih menyisakan burger 200 gram. Oleh karena itu, Omalia berencana mengadakan lomba ini lagi. “Kalau ada yang berhasil menang, fotonya akan ditempel di depan kafe. Pengunjung yang datang boleh menantang si pemenang untuk lomba yang sama,” imbuh pria bertubuh gempal ini.
Awal diperkenalkan, burger yang dibanderol dengan harga Rp210.000 ini hanya terjual lima buah dalam dua minggu. Namun, animo pengunjung yang tinggi membuat burger 12 inci ini kini terjual lebih dari 30-40 buah per bulan. Penggemarnya berasal dari berbagai kalangan. Selain orang dewasa, juga siswa SMP, keluarga, dan komunitas. Dicky menambahkan, tak sedikit pula bule atau wisatawan mancanegara yang menyukai menu yang diberi nama #12inchburger ini.
Beberapa di antara mereka terkadang tak percaya ketika dijelaskan bahwa burger yang mereka inginkan berukuran 12 inci. “Setelah disajikan, barulah mereka kaget. Apalagi, biasanya mereka datang hanya berdua. Jadi, sisanya dibungkus dibawa pulang. Bahkan, yang dari Jakarta pun sengaja jauh-jauh datang ke sini untuk mencoba,” tuturnya sambil menjamin burger yang rotinya dipesan dari rekanan Omalia ini tidak membuat eneg meski disantap dalam jumlah besar.
“Paling-paling kekenyangan, karena satu burger beratnya 1,6 kg, 1 kg di antaranya roti, dagingnya 500 gram. Sisanya sayur dan lainnya. Biasanya, orang lebih suka yang varian beef daripadachicken,” imbuh Dicky. Dalam waktu dekat, Omalia juga berencana mengeluarkan varian baru untuk burgernya, yaitu birthday burger alias burger ulangtahun dalam ukuran 12 inci. Bentuk burgernya bukan bulat, melainkan kotak layaknya kue ulangtahun. O iya, bagi yang berniat menikmati burger 12 inci, sebaiknya melakukan pemesanan lebih dulu ke 089505577289.
Maio Green burger Level Menangis Terbahak
Berawal dari keinginan untuk membuka usaha kuliner yang khas Indonesia di tengah serbuan waralaba dari restoran luar negeri, Andi Asmawir (38) dan kedua temannya, Taufik Hidayat dan M Rifki Yanuar, membuka kedai Maio Greenburger beberapa tahun silam. “Kami ingin membuat sesuatu yang modern tapi memiliki ciri khas Indonesia. Sebab, selama ini bisnis kuliner kita dikuasai franchise asing,” ujar Mawir mengawali percakapan.
Ketiganya lalu memutuskan untuk menjual burger tapi bercitarasa Indonesia. Lantaran tak satu pun dari mereka berlatarbelakang kuliner, sebelum usaha berjalan, mereka berbagi tugas. Mawir, misalnya, mengikuti sebuah kursus membuat roti, sedangkan yang lain ada yang bereksplorasi cara membuat patty daging, mayones, dan saus barbekyu.
Selama satu tahun, mereka bereksperimen untuk menemukan resep yang pas. Ketika akhirnya mulai berjualan pada bulan Februari, “Kami belum menemukan resep asli dan standar, jadi kami belum memakai merk. Bahkan, daun pisang pun belum kami gunakan sebagai bungkus,” ujar Mawir. Ide untuk menggunakan daun pisang sebagai bungkus burger bermula dari pemikiran bahwa masyarakat Indonesia rata-rata masih menggunakan daun pisang, yang notabene menjadi ciri khas negara tropis.
Sejalan dengan niat untuk membuat produk kuliner yang berciri Indonesia, Mawir dan kedua temannya lalu sepakat untuk menggunakan daun pisang sebagai bungkus burger mereka. Namun, setelah berjalan beberapa waktu ketiganya merasa burger dengan bungkus daun pisang menjadi terkesan standar. “Kami lalu mencoba cara baru dengan membakar dan mengukus. Ternyata proses ini tidak berpengaruh pada burger itu sendiri, malah jadi gosong waktu dibakar.”
Nah, setelah dicoba dimasukkan ke microwave, ternyata hasilnya lebih empuk dan harum karena daun pisang mengandung polifernol. Panas burgernya juga jadi lebih awet. Dari situlah, muncul ide untuk membuat roti burgernya berwarna hijau. Setelah berhasil melakukan uji coba dengan menggunakan pandan untuk lebih mendapatkan sentuhan khas Indonesia, sekitar sembilan bulan sejak pertama buka, burger ini diberi nama green burger.
Sejak itulah, burger racikan Mawir dan teman-temannya menemukan formula yang pas seperti sekarang. Pada bulan Oktober itulah, mereka mulai berani memasang papan nama. “Karena ciri khas burger kami terletak pada mayones, akhirnya nama burgernya menjadi Maio Greenburger. Di sini, hampir semua bahannya kami buat sendiri, termasuk mayones, saus barbekyu, dan lainnya,” papar Mawir. Bahkan, rencananya, dalam waktu dekat Maio Greenburger akan menjual saus mayones dan barbekyu mereka dalam kemasan botol.
Yang menarik, mayones ini dibuat secara manual dengan tangan, bukan mesin pengaduk. Konsep yang benar-benar matang dan serius yang mereka jalankan rupanya membuahkan hasil. Bermula dari empat meja ketika pertama kali kedai dibuka, kini Maio Greenburger diperluas dan menambah tiga meja lagi. Dalam sehari, Maio berhasil menjual 20-30 burger pada hari biasa dan 80 porsi saat akhir pekan.
“Dulu, waktu awal belum pasang papan nama, pernah dalam sehari laku hanya 1-2 buah. Bahkan, pernah sama sekali enggak laku walaupun harganya dulu masih Rp11.000-Rp12.000,” ujar pria ramah ini. Dulu, Mawir dan teman-temannya yang terjun langsung memproduksi dan melayani pembeli, lalu mulai merekrut seorang pegawai. Namun, kini Maio memiliki empat pegawai. Varian burger hijau ini pun makin banyak.
Selain green burger yang dijual dengan harga Rp21.000, ada pula maio 22 seharga Rp30.000 di mana burgernya terdiri dari dua patty dan dua helai keju. Maio juga menyediakan crying burger, burger dengan dua level pedas, yaitu menangis dan tersenyum serta menangis terbahak-bahak. “Menangis dan tersenyum maksudnya yang makan menangis karena pedasnya, sehingga membuat temannya tersenyum,” papar Mawir yang juga berprofesi sebagai konsultan merek.
Ada juga chicken burger dengan harga Rp16.000. Semua burger ini menggunakan roti hijau, walaupun pembeli juga bisa memilih roti retro atau roti burger dengan warna pada umumnya. Tak hanya dari Bandung, pembeli Maio juga datang dari Jakarta, kota-kota di Jawa Barat, bahkan Batam, Medan, dan Makassar. Sebetulnya, tutur Mawir, permintaan untuk membuka waralaba sudah banyak.
Namun, sejauh ini waralaba Maio baru ada di Sukabumi mengingat jarak relatif dekat dan produksi yang masih terbatas. Meski sudah berjalan bagus, Mawir dan teman-temannya tetap sering ikut kursus untuk meningkatkan kemampuan. Mawir sendiri bertugas di bidang marketing, Taufik bertanggungjawab untuk urusan produksi, dan Rifki mengurus sosial media dan HRD. Selain di Facebook, Maio juga berpromosi lewat Twitter dengan akun @maioburger dan Instagram dengan nama maio greenburger.
Blacklisted Coffee, Burger Hitam Dari Arang
Bila Anda ingin menyantap burger yang berbeda dari burger kebanyakan, datanglah ke Blacklisted Coffee (BC). Di kafe yang juga menyajikan menu pasta, salad, dan lainnya ini, burger tersedia dalam warna hitam atau black burger. Warna hitam dari bun atau roti burgernya didapat dari arang (charcoal) yang aman untuk dikonsumsi (food grade).
Yang menarik, hampir semua bahan baku untuk burger hitam ini dibuat sendiri di dapur Blacklisted Coffee (BC), termasuk bun, onion ring, honey mustard sauce, dan patty atau daging burger yang terbuat dari daging sapi Australia cincang. Dengan demikian, selain mereka tahu persis apa saja bahan yang digunakan, resep otentik ini menjadi ciri khas kafe yang buka di Mal Puri Indah pada 2012 ini, lalu menyusul di Street Gallery Mal Pondok Indah dan Mal Lotte Shopping Avenue. Bunnya yang bertabur wijen ini sendiri dibuat sedemikian rupa sehingga bagian luarnya terasa crunchy tapi tetap lembut di bagian dalam.
Ketika digigit, sedikit terasa lebih manis dibanding bun pada umumnya. Salah satu burger yang menjadi signature dish di kafe ini adalah Blacklisted Burger (BB), yang merupakan burger original di kafe ini. Selain diisi onion ring dan patty, BB yang menjadi burger pertama di BC juga diisi selada hidroponik, tomat segar, keju mozzarella yang dilelehkan, kyuri, beef bacon, dan saus honey mustard. Kentang goreng tebal alias potato wedges melengkapi sajian BB.
Secara keseluruhan, BB menawarkan rasa burger yang gurih. Burger hitam lainnya adalah BAD, yang merupakan singkatan dari Bacon Absolutely Delicious. Disebut bacon karena bumbunya yaitu selai bacon(bacon jam). Menggunakan burger bun yang juga berwarna hitam, patty yang sama dan keju mozzarella leleh seperti BB, BAD menonjolkan bacon jam sebagai bumbu utama. Dari bumbu utamanya inilah, rasa manis lebih terasa dalam BAD.
Untuk mendapatkan rasa yang sempurna, bacon jam dipanggang selama hampir enam jam. “Satu kilogram bacon yang dipanggang jadinya hanya sekitar 200-250 gram selai bacon saja. jadi, benar-benar yang diambil hanya sarinya. Oh ya, BAD juga diisi dengan irisan apel panggang,” ujar Diana sambil menambahkan, keripik renyah menjadi pelengkap BAD. Satu lagi burger hitam dari Blacklisted Coffee adalah MIB alias My Irresistible Burger.
MIB merupakan burger ayam, yang bisa menjadi pilihan bagi yang tak mengonsumsi daging sapi. Diisi dengan selada, tomat, mozzarella leleh, kyuri, irisan nanas panggang, dan saus chipotle. Sama seperti BAD, MIB yang terasa pedas juga dipresentasikan bersama keripik renyah. Untuk mendapatkan rasa burger yang lezat dan paduan rasa yang pas, Blacklisted Coffee melakukan uji coba cukup lama.
“Awalnya kami pernah bereksperimen dengan tinta cumi untuk mendapatkan warna hitam burger, tapi bau amisnya masih terasa ketika disantap. Yang jelas, kami mengedepankan semua menu yang homemade alias buatan kami sendiri,” ujar Diana sambil menambahkan, harga ketiga burger yang menjadi favorit pengunjung BC ini sama, yaitu Rp75.000 per porsi. “Kebanyakan yang sudah pernah mencoba burger hitam kami, akan datang untuk mencoba lagi.”
Untuk mencoba burger hitam di BC ini pada saat akhir pekan, Diana menyarankan untuk memesan tempat lebih dulu, terutama untuk cabang di Street Gallery, karena biasanya penuh pengunjung. Di Street Gallery, saat akhir pekan BC buka hingga pukul 02.00, sedangkan di Mal Puri Indah BC buka mulai pukul 07.00 bagi pengunjung yang ingin sarapan. Sedangkan di Lotte Shopping Avenue, BC buka dan tutup sesuai jam mal, yaitu 10.00-22.00.
Hasuna Daylailatu
KOMENTAR