Banyak ditemukan kasus paedofilia yang memakan korban anak praremaja usia 13 tahun ke bawah.
Biasanya pelaku paedofil melakukan aksinya di saat yang tepat dan berupaya menutupi aksinya serapi mungkin.
“Ia berusaha membuat nyaman korbannya terlebih dahulu, melakukan teknik perawatan atau perhatian penuh kasih sayang terhadap calon korbannya,” papar Herlina S. Dhewantara, Psikolog dan pemilik Konsultan Psikologi DinamikaGaMa Cirebon.
(Baca: Paedofil Bukan Sekadar Melampiaskan Hasrat Seksual)
Tujuannya tak lain untuk mendekatkan diri pada korban dan mendapatkan kepercayaan dari orang tua korban.
“Setelah terjalin ikatan emosional yang kuat barulah ia menjalankan aksinya. Karena itulah pelaku pedofil biasanya orang yang sudah dikenal korban dan atau orang tuanya.”
(Baca: Apakah Pedofil Hanya Tertarik pada Anak-anak?)
Lalu mengapa pelaku tertarik dengan anak dibawah umur?
Karena di masa praremaja seorang anak mulai tumbuh dan terjadi perubahan fisik.
“Secara fisik yaitu kematangan dalam organ seks, menjadi daya tarik paedofil. Secara psikis yaitu emosi yang tidak stabil, mereka memiliki kebutuhan untuk diperhatikan.”
(Baca: Hati-Hati, Paedofil Suka Mengumpulkan Foto Anak dari Media Sosial!)
Berikut beberapa alasan mengapa seorang anak bisa menjadi korban paedofil:
1. Situasi rumah tangga orang tua yang kurang harmonis.
2. Anak dibesarkan tanpa seorang ayah yang peduli terhadap anak.
3. Anak terbiasa pergi ke berbagai tempat sendirian tanpa ada komunikasi dengan orang tua.
4. Kurang perhatian dari orang tua, bisa jadi karena orang tua sibuk atau sedang sakit.
5. Anak yang kesepian, merasa tidak dipahami orang tua atau banyak konflik.
6. Anak yang mudah ketakutan, anak yang butuh akan pujian dan imbalan saat melakukan sesuatu.
(Baca: Nymphophilia, Kekerasan Seksual pada Anak Perempuan)
Lalu bagaimana cara kita agar anak terhindari dari sasaran pedofil?
1. Mendongeng adalah salah satu kegiatan yang dapat mempererat hubungan orang tua dan anak, juga berpengaruh pada psikologis anak.
“Dengan materi dan bahasa yang tepat, dongeng tidak hanya menjaga anak dari kasus paedofilia, namun juga cara yang tepat dalam menanamkan norma-norma pada anak.”
Sebaiknya saat terjadi kedekatan emosional antara anak dan orang tua dalam situasi ini, orang tua dapat membiarkan anak bercerita terkait dengan pengalamannya.
2. Kebiasaan terbuka atau bercerita pada orang tua akan mempermudah anak mengungkapkan masalahnya.
3. Kurangi pemakaian gadget pada anak-anak.
“Apalagi jika gadget digunakan untuk melakukan komunikasi dengan orang-orang dewasa yang tidak dikenalnya. Dan membiarkan masuknya gambar-gambar tidak senonoh tanpa ada kontrol dari orang tua.”
4. Beri pakaian yang sopan pada anak.
5.Ajarkan anak untuk mandi dan berpakaian sendiri mulai usia 3 tahun.
6.Ajari anak untuk mengatakan “tidak” saat ada orang lain menyentuh bagian pribadi, menunjukkan film/foto porno, atau menunjukkan bagian pribadi tubuhnya.
7.Selalu perhatian terhadap sikap dan perilaku anak, termasuk perubahan sikap anak terhadap bagian tubuhnya.
8.Berkata lemah lembut dan perhatian pada anak agar anak merasa nyaman dengan orang tuanya sendiri.
9.Dengarkan dan berusaha memahami emosi anak, tidak menyalahkan anak.
10.Beri contoh pada anak untuk membedakan bagian-bagian tubuh yang aman dan tidak aman untuk disentuh, termasuk siapa saja yang boleh menyentuh bagian tubuhnya.
(Baca: Cegah Kekerasan Seksual pada Anak dengan Pedoman Aturan Pakaian Dalam)
11.Latih anak dalam menghadapi bahaya di tempat umum, misalnya berteriak “tolong”, lari atau lapor pada security atau orang dewasa di sekitarnya.
12.Pastikan anak mengetahui dan menggunakan kata-kata yang benar untuk bagian pribadi mereka, misalnya penis, vagina, testis, anus, payudara, puting.
“Jika anak-anak telah mengetahui sebelumnya, tanyakan dari mana mereka mengetahui pertama kalinya. Sampaikan juga cara merawat dan menjaga alat kelaminnya.”
13.Dengarkan dan tidak bereaksi berlebihan saat anak mulai bercerita yang berhubungan dengan seksual atau alat vital.
“Kalau anak merasa didengarkan dan dipahami, anak akan bercerita tentang apapun yang dialaminya.”
Penulis | : | Noverita |
Editor | : | Ade Ryani HMK |
KOMENTAR