NOVA.id – Nenek Julaeha (90), hanya bisa pasrah dengan keadaannya saat ini.
Hidup sebatang kara di daerah jauh dari tempat asalnya, membuat Julaeha harus membanting tulang mencari sesuap nasi.
Walaupun telah sepuh, namun ia berusaha kuat mencari pekerjaan agar memperoleh uang untuk makan setiap harinya.
“Di sini tinggal sendirian, anak sudah tidak ada, saudara juga tidak ada. Mau paksa bagaimana sudah tidak ada, ya tidak usah makan, minum air saja. Kadang makan daun saja dengan garam,” kata Nenek Julaeha saat dijumpai di rumahnya, Rabu (27/12).
Nenek Julaeha berasal dari Desa Sumber Suko, Kecamatan Curahdami, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur.
Ia ikut tetangganya ke Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, ketika tetangga mengikuti program transmigrasi pada tahun 1992.
Baca juga: Hati-Hati, Ini Dia 6 Hal yang Bikin Resolusi Kita Sering Gagal di Tahun Baru!
Seiring dengan waktu, tetangganya kembali ke daerah asalnya dan meninggal.
Lalu Nenek Julaeha menjadi seorang diri di Kabupaten Buton. Untuk bertahan, ia berusaha mencari pekerjaan serabutan.
Kini, umurnya sudah semakin tua, dan badannya sudah mulai sakit-sakitan, sehingga ia hanya pasrah dan terbaring di dalam gubuk miliknya yang sudah reyot di Desa Siotapina, Kecamatan Ambuau, Kabupaten Buton.
Baca juga: Per Januari 2018, Daftar Smartphone Ini Tak Lagi Bisa Pakai Aplikasi Whatsapp
Terkadang ada warga yang mengasihaninya dengan memberikan pekerjaan mengupas ubi dan diberi uang sebesar Rp 5.000. Uang tersebut langsung dibelikan beras.
“Kehidupan sehari-hari tidak ada beras. Dikasih uang Rp 2.000 oleh orang, cuma beli kopi saja. Kalau sudah minum kopi sudah kenyang. Jadi kadang tidak makan tiga hari atau dua hari. Kalau tidak makan, saya sakit perut, tidak ada anak-anak di sini, saudara tidak ada, orangtua tidak ada juga, ya diam saja,” tuturnya
Sementara itu, Kepala Desa Siotapina, La Nelo mengatakan, sebelum mempunyai rumah, Nenek Jualeha tinggal di kebun orang setelah ditinggal pergi tetangganya.
Baca juga: Orang Berbadan Gemuk Jauh Lebih Bahagia Dibanding yang Langsing, Tidak Percaya? Ini Buktinya!
“Kebetulan ada tanah sisa dari dari HPL transmigrasi kita programkan untuk nenek tersebut, dan hibahkan tanah seluas 25 x 20 meter,” ucap La Nelo.
Ia menambahkan, warga Desa Siotapina bergotong royong membangunkan rumah seadanya dari papan kayu dan tripleks dengan lantai rumah dari tanah. (*)
Defriatno Neke/Kompas.com
Penulis | : | Amanda Hanaria |
Editor | : | Amanda Hanaria |
KOMENTAR