Konon, Belanda mengabaikan Melaka dan sama sekali tidak membangun kota ini karena mereka memusatkan pembangunan di Batavia yang merupakan pusat kekuatan administrasi dan militer mereka.
Stadthuys—yang lebih dikenal dengan nama Red Building—ini dibangun Belanda di bekas benteng Portugis, dengan konsep dan gaya arsitektur yang mirip dengan Stadhuis, sebuah bangunan yang ada di Frisian Town of Hoorn di Belanda.
Baca juga: Meski Baru, Baju Lebaran Juga Harus Dicuci loh, Ini Alasannya!
Bangunan ini didirikan sebagai pusat administrasi pemerintahan Belanda, namun kini, bangunan berlantai dua itu difungsikan sebagai Museum Sejarah Melaka dan Ethnography Museum.
Selain bangunan bergaya Belanda tadi, di sepanjang sungai kita juga bisa melihat bangunan-bangunan hasil akulturasi budaya Melayu dengan Tiongkok, yang dikenal dengan nama budaya Cina Peranakan.
Bangunannya khas, dengan atap agak melengkung di ujung, yang sering ditemukan pada rumah-rumah di pecinan.
Beberapa bangunan masih asli, beberapa lagi sudah direstorasi dan diubah fungsinya menjadi kafé ataupun penginapan.
Yang menarik, sebagian besar dinding bangunan yang menghadap sungai dicat dengan warna-warna cerah, bahkan ada yang dihiasi dengan mural-mural unik yang cocok
dijadikan tempat untuk mengabadikan foto bersama keluarga.
Menjelang ujung dermaga, kita akan melihat beberapa jembatan restorasi yang
dibangun sejak zaman Belanda, antara lain Jembatan Kampung Jawa, jembatan yang dulunya memang digunakan oleh orang-orang yang berasal dari Pulau Jawa, Indonesia.
Baca juga:Nina Zatulini Hamil Anak ke 2, Sang Suami Umumkan Melalui Instagram Stories
2. Jelajah Sejarah Melaka
Penulis | : | Healza Kurnia |
Editor | : | Healza Kurnia |
KOMENTAR